BAB V: MUQADDIMAH BERKENAAN PERKARA WUJUD

Perkara yang wujud, dari aspek tempat (المحل) dan pengkhusus (المخصص) terbahagi kepada empat bahagian. Sebelum kita membahas empat bahagian itu, mari kita membahas definisi tempat (المحل) dan pengkhusus (المخصص) yang dimaksud oleh Imam As-Sanusi dalam pembahagiannya.
Tempat (المحل) : Tempat yang dimaksud adalah semacam wadah yang menampung atau disematkan padanya wujudnya sifat.
Pengkhusus (المخصص) : Pengkhusus yang dimaksud adalah yang menjadi penyebab wujudnya sesuatu (Pencipta) atau yang menentukan kekhususan sifat pada perkara wujud itu.

1. Wujudnya yang tidak memerlukan tempat (المحل) dan pengkhusus (المخصص)

Itulah Allah. Dzat Allah tidak memerlukan apapun selainNya. Wujud Allah tidak memerlukan tempat (المحل) dan bukan diciptakan. Untuk Allah, istilah yang dipakai oleh para Ulama Ilmu Kalam adalah Dzat Allah. Istilah benda atau jauhar tidak layak digunakan untuk menyebutkan WujudNya Allah.

2. Wujudnya memerlukan tempat (المحل) dan pengkhusus (المخصص)

Itulah a’radh (sifat dari makhluk). Sifat dari makhluk tidak dapat berdiri sendiri. Sifat memerlukan wadah yang menampungnya, sehingga dapat ditunjuk dan diketahui. Contoh warna, bentuk, bau dan sifat yang lain. Kita tidak dapat menunjuk sifat-sifat ini kecuali jika sifat ini disematkan pada suatu wadah yang menampung sifat-sifat itu. Contoh: warna putih hanya dapat ditunjuk pada suatu wadah yang menampung sifat putih, misalnya warna putih pada kuda atau kuda berwarna putih. Besar hanya dapat ditunjuk, jika disematkan pada wadah yang menampung sifat besar, misal besar pada rumah atau rumah yang besar. Semua sifat ini termasuk makhluk yang memerlukan pengkhusus (المخصص), yaitu Yang Maha Pencipta dan Yang Maha Berkehendak menentukan a’radh (sifat dari makhluk).

3. Wujudnya tidak memerlukan tempat (المحل) dan memerlukan pengkhusus (المخصص)

Itulah jirim (jisim, benda), yaitu dzat makhluk. Benda dapat ditunjuk dan dijelaskan tanpa memerlukan tempat (المحل) atau wadah yang menampung wujudnya, karena jirim itu sendiri adalah wadah, yang juga disebut dzat yang menampung sifat (a’radh). Contoh: batu, kayu, air, udara, dan sejenisnya. Benda ini adalah termasuk jirim, yang wujud. Maka kita dapat menyebut atau menunjuk benda yang wujud ini dengan menyebut langsung benda tersebut. Semua ini adalah termasuk makhluk yang diciptakan. Oleh sebab itu mereka memerlukan pengkhusus (المخصص), yaitu Allah Yang Maha Pencipta dan Yang Maha Berkehendak terhadap wujudnya.

4. Wujud yang ada pada Dzat dani tidak memerlukan pengkhusus (المخصص)

Ini adalah Sifat Allah. Disini tidak disebutkan Sifat Allah memerlukan tempat (المحل) karena istilah memerlukan tidak beradab dan tidak layak disematkan pada Sifat Allah. Sebagaimana telah disebut di atas Istilah yang dipakai oleh Ulama Ahlussunnah wal Jamaah untuk menyebut WujudNya Allah adalah Dzat Allah. Istilah yang layak dipakai untuk menjelaskan hubungan SIfat dan Dzat Allah adalah Sifat Allah ada pada Dzat Allah. Sifat Allah sebagaimana Dzat Allah tidak diciptakan, oleh sebab itu disebut tidak memerlukan pengkhusus.

Setelah kita memahami 4 pembagian tentang perkara yang berkenaan tentang sesuatu yang wujud, mudah-mudahan kita akan dapat lebih mudah memahami muqaddimah yang berkenaan perkara mumkin (mungkin/jaiz) dan azali berikut ini.

BAB VI: MUQADDIMAH BERKENAAN PERKARA MUMKIN (MUNGKIN/JAIZ)

Perkara Mumkin (mungkin/ jaiz) adalah ta’aluq dari Sifat Qudrah dan Iradah Allah sebagaimana pernah dibahas dalam Kajian Kitab Aqidatul Awwam pada Baris 7: Sifat Ma’ani: Qudrah (Maha Kuasa), Iradah (Maha Berkehendak). Perkara Mumkin (mungkin/ jaiz) adalah suatu keadaan yang mungkin terjadi pada semua makhluk. Ada banyak kemungkinan ketika makhluk diciptakan. Dari banyak kemungkinan yang ada, hanya satu yang akan dipilih atau dikhususkan oleh Allah Yang Maha Pencipta. Kemungkinan-kemungkinan itu terbagi menjadi 6 kategori besar yaitu:

  1. Wujud oder tidak wujud. Allah Yang Maha Berkehendak untuk menciptakan suatu makhluk atau tidak. Allah akan memilih satu dari dua kemungkinan wujud atau tidak wujud. suatu makhluk.
  2. Ukuran. Ketika suatu makhluk diciptakan. maka ada banyak kemungkinan ukuran makhluk itu yaitu panjangnya, bentuknya, beratnya dan sebagainya. Kemungkinan yang ditentukan dan dikhususkan oleh Allah adalah 1 untuk setiap ukurannya. Misalnya, manusia tingginya 172 cm, berat 74 kg, bentuk kekar dan sebagainya.
  3. Sifat. Ketika suatu makhluk diciptakan. maka ada banyak kemungkinan sifat yang ada pada makhluk itu, misalnya warna, suhu, bau, rasa dan lain sebagainya. Dari banyak kemungkinan yang ada, Allah akan memilih atau mengkhususkan satu dari masing-masing sifat itu. Misalnya: buah apel, dingin berwarna hijau, berbau wangi. rasanya manis.
  4. Waktu. Ketika suatu makhluk diciptakan. maka ada banyak kemungkinan waktu kapan makhluk itu ada di dunia. Dari banyaknya kemungkinkan, maka Allah mengkhususkan waktunya. Misalnya kapan manusia dilahirkan dan kapan akan mati.
  5. Tempat. Ketika suatu makhluk diciptakan, maka ada banyak kemungkinan di mana makhluk itu diciptakan, kemana saja makhluk itu bergerak. Allah akan mengkhususkan atau menentukan di mana makhluk itu akan berada, dimana dilahirkan dan dimana akan mati.
  6. Arah (posisi relativ dari makhluk yang lain). Ketika suatu makhluk diciptakan, maka ada banyak kemungkinan keadaan makhluk itu relatif terhadap makhluk yang lain. Allah akan mengkhususkan makhluk itu misalnya makhluk itu berada di depan rumah, di bawah pohon dan sebagainya.

Contoh dari 6 kategori yang telah dikhususkan oleh Allah: Indonesia yang memiliki lebih dari 17000 pulau, telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Alamnya indah dan kaya. Terletak di antara benua Asia dan Australia, dan antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia. Penduduknya dikenal ramah.
Sebenarnya banyak kemungkinan yang dapat terjadi dengan Indonesia, tetapi Allah sudah menentukan atau mengkhususkan terhadap Indonesia, seperti yang kita lihat sekarang.

Inilah garis besar berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada makhluk. Penentuan pengkhususan suatu kemungkinan adalah ada dalam Kuasa dan Kehendak Allah. Mustahil ada ketentuan yang terjadi bukan dari Kehendak dan Kuasa Allah. Semua kemungkinan itu adalah sifat dan keadaan pada makhluk, yang dapat berubah, menjadi ada dan menjadi tiada oleh perubahan waktu, sesuai dengan Kehendak Allah. Bagaimana Sifat Allah sebagai Pengkhusus yang ada pada Dzat Allah akan dijelaskan pada perkara azali berikut ini.

BAB VII: MUQADDIMAH BERKENAAN PERKARA AZALI

Makna Azali

Azali adalah istilah yang digunakan Ulama Ilmu Kalam untuk keadaan atau zaman ketika belum ada makhluk satupun yang diciptakan, termasuk waktu pun belum ada. Pada saat itu hanya Allah sendiri yang Wujud. Kita terpaksa menggunakan kata pada saat yang juga mempunyai makna waktu, karena kita tidak cukup bahasa untuk menceritakan keadaan sebelum makhluk (termasuk waktu) diciptakan. Ini disebabkan keterbatasan kita sebagai makhluk yang selalu berada dalam waktu. Maka kita tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata untuk menceritakan keadaan ketika makhluk belum diciptakan. Keadaan ini hanya disebut oleh Ulama Ilmu Kalam dengan istilah Zaman Azali.

Allah ada sebagaimana Zaman Azali (tidak berubah)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ – رواه البخاري

“Allah ada dan tidak ada sesuatu apapun selain Allah.” (HR Bukhari)

Keadaan Dzat Allah di zaman Azali adalah tidak pernah berubah. Baik sebelum maupun setelah makhluk diciptakan, karena Dzat Allah tidak terpengaruh oleh waktu atau ditentukan oleh makhluk. Semua makhluk berubah dan menua sejak diciptakan. Sedangkan Dzat Allah tidak pernah berubah sema sekali.

Sifat Ma’qulat (Sifat-Sifat Allah yang dapat diketahui dengan akal tanpa bantuan wahyu)

Ada Sifat-Sifat Allah sebagai Pengkhusus Yang Menentukan perkara yang Mumkin, dapat kita fahami dengan akal semata tanpa bantuan wahyu. Sifat-Sifat ini dapat dipastikan (Wajib) ada pada Allah jika kita berfikir menggunakan akal semata (secara rasional), tanpa bantuan hukum syariat (wahyu) dan tanpa melibatkan hukum adat (melalui pengamatan percobaan),

1. Sifat Qudrah

Allah sebagai Pengkhusus yang menciptakan dan menentukan keadaan semua makhluk, maka sudah dipastikan Allah mempunyai Sifat Maha Kuasa (Qudrah) yaitu mampu menciptakan Perkara Mumkin (Mungkin/Jaiz). Sifat Maha Kuasa Allah ini pasti (Wajib) juga tidak diciptakan atau tidak mempunyai permulaan. Artnya Allah sudah mempunyai Sifat Qudrah dari Zaman Azali.
Apapun yang terjadi dan yang tidak terjadi dalam perkara Mumkin pasti oleh Kuasa Allah.

2. Sifat Iradah

Dengan kita memahami Allah sebagai Pengkhusus Maha Kuasa menciptakan makhluk dan menentukan sifat-sifatnya. Maka Allah juga pasti mempunyai Sifat Maha Berkehendak (Iradah) yang juga tidak diciptakan dan sudah ada dari zaman Azali. Mustahil Allah Yang Maha Kuasa menciptakan sesuatu tanpa KehendakNya.
Kita melihat matahari makhluk yang berkuasa memberikan cahaya yang menghangatkan permukaan bumi sehingga bumi dapat dihuni oleh manusia dan makhluk lainnya. Tetapi kemampuan matahari itu terjadi bukan karena kehendak matahari. Maka matahari tidak dapat dikatakan berkuasa dan berkehendak yang dapat mengkhususkan sesuatu.
Apapun yang terjadi dan yang tidak terjadi dalam perkara Mumkin pasti (Wajib) karena dikehendaki oleh Allah.

3. Sifat Ilmu

Setelah kita dapat memastikan bahwa Allah sebagai Pengkhusus adalah Maha Kuasa dan Berkehendak, maka akal kita pun berfikir bahwa Allah sebagai Pengkhusus sudah pasti (Wajib) mempunyai Sifat Ilmu terhadap semua yang dikehendakiNya. Sebagai contoh, mustahil seseorang menginginkan sesuatu jika tidak mengetahuinya.
Karena kita sudah mengetahui dari pembahasan di atas bahwa Allah adalah pasti Maha Kuasa dan Maha Berkehendak, maka Allah pasti Maha Mengetahui terdadap apa yang Allah Kehendaki. Sifat Maha Mengetahui ini juga mustahil diciptakan atau ada awalnya, sebagai Dzat Allah.
Apapun yang terjadi dan yang tidak terjadi pasti karena diketahui oleh Allah.

Beda Sifat Maha Mengetahui dengan Sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat

Dalam Al Qur’an (hukum Syariat atau yang diwahyukan) disebutkan adanya Sifat Allah yang berkaitan dengan Sifat Ilmu ini, yaitu Sifat Sama’ (Maha Mendengar) dan Sifat Bashar (Maha Melihat), Kedua Sifat ini sebenarnya seudah tercakup dalam Sifat Maha Mengetahui. Ulama Ilmu Kalam menjelaskan ada perbedaanya yaitu
Maha Mendengar dan Maha Melihat mempunyaii ta’aluq semua perkara yang wujud, yaitu yang Wajib Wujud, yaitu Dzat Allah itu Sendiri dan yang Mumkin wujud yaitu makhluk yang Allah ciptakan. Allah Mendengar DzatNya dan semua makhluk yang diciptakan termasuk warna. Allah Maha Melihat DzatNya dan semua makhluk yang diciptakan termasuk suara.
– Maha Mengetahui mempunyai ta’aluq semua perkara yang Wajib, Mustahil dan Mumkin (Jaiz), artinya Allah Maha Mengtahui segalanya. Tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah.

Ikhtilaf dalam Sifat Idrak (Maha Mengetahui untuk perkara khusus)

Imam Abu Mansur Al Maturid manambahkan Sifat Idrak yaitu Sifat Mengetahui dengan Mencium bau, Mengetahui rasa (asin, manis, pahit dan sebagainya), Mengetahui rasa sentuh (halus, kasar, kesat dan sebagainya.
Sifat ini bagi Imam Abu Hasan Al Asy’ari sudah tercakup dalam SIfat Maha Mengetahui, karena Sifat Idrak tidak ada dalam dalil Qur’an maupun Hadits. Berbeda dengan Sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat yang ada disebutkan dalam Qur’an.

4. Sifat Hayat

Kita telah memastikan Sifat-Sifat Allah sebagai Pengkhusus yaitu Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Mengetahui, maka kita dapat memastikan bahwa Dzat Allah adalah Dzat Yang Maha Hidup (Sifat Hayat). Mustahil dzat yang mati mempunyai kuasa, mempunyai kehendak dan dapat mengetahui.
Sebagaimana Sifat-Sifat itu tidak diciptakan dan tidak ada awalnya, maka Sifat Hayat Allah juga tidak diciptakan dan tidak ada awalnya. Sifat Hayat Allah ada sejak Zaman Azali, dan tidak pernah berubah, baik sebelum dan sesudah makhluk diciptakan.

Wallahu a’lam

Terjemah Kitab Al Muqaddimah


0 Kommentare

Schreibe einen Kommentar

Deine E-Mail-Adresse wird nicht veröffentlicht. Erforderliche Felder sind mit * markiert.

de_DEGerman