Baris 7
وَقَـائِمٌ غَـنِـيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ ۞ قَـادِرٌ مُـرِيـْدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ
Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu
Sifat Ilmu (Maha Mengetahui)
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu secara hakikat dan detail. Sifat Ilmu Allah bersifat Salbiyah yaitu bersifat Qadim yaitu tidak ada awalnya. Ilmu Allah tidak diawali dengan tidak mengetahui atau kurang mengetahui. Pengetahuan Allah bersifat Baqa, maksudnya bersifat kekal (selamanya) tidak berkurang dan tidak ada akhirnya. Pengetahuan Allah tidak terikat oleh waktu. Tidak ada selain Allah yang mempunyai Ilmu seperti Ilmu Allah. Pengetahuan Allah tidak tergantung dari selainNya. Maka bagi Allah waktu tidak menjadi halangan terhadap pengetahuan Allah. Tidak ada selain Allah yang mempunyai Sifat Ilmu sebegaimana Allah.
Kita sebagai makhluk, sifat mengetahui kita dimulai dari tidak tahu. Pengetahuan manusia dapat bertambah dan berkurang, dan bahkan hilang. Selain itu apa yang kita ketahui itu bukan secara hakikat dan secara detail. Bahkan jika ilmu kita bertambah, kita akan mengetahui bahwa ilmu yang ada pada kita itu sangat sedikit. Jadi walaupun lafaz sifat ilmu ada pada manusia dan ada pada Allah, tetapi hakikat sifat ilmu yang ada pada manusia adalah berbeda dari Sifat Ilmu yang ada pada Allah. Ilmu yang ada pada kita tidak mengetahui secara hakikat dan detail walaupun tentang diri kita sendiri. Sedang Ilmu yang ada pada Allah adalah secara hakikat dan detail, baik terhadap DiriNya dan juga terhadap makhlukNya.
Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi pada diri kita, lalu bagaimana dengan usaha kita?
Allah Mengetahui apa yang akan terjadi pada kita dengan tepat. Kemudian jika ada yang bertanya: Jadi untuk apa kita berusaha, jika Allah sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada kita?
Jawabnya adalah:
– Pengetahuan Allah tidak memaksa manusia untuk memilih apa yang akan dilakukan. Manusia diberi kebebasan memilih apa yang akan dia lakukan dan usahakan. Namun Allah sudah mengetahui apa yang akan dipilih oleh manusia, karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatunya secara hakikat dan detail. Oleh sebab itu manusia akan bertanggung jawab terhadap apa yang dia pilih.
Namun ada juga kejadian yang diluar pilihan kita, seperti detak jantung dan fungsi tubuh kita. Perkara yang diluar kemampuan kita untuk memilih adalah tidak menjadi tanggung jawab manusia, karena itu manusia tidak akan ditanya atas perkara itu. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah yang berada ditengah di antara dua pemahaman ekstrim yaitu faham Jabariyah dan faham Qodariyah.
– Faham Jabariyah berkeyakinan bahwa segala yang terjadi pada manusia adalah karena manusia terpaksa melakukan pilihan. Mereka beranggapan bahwa manusia tidak dapat memilih, semua yang terjadi adalah dilakukan karena terpaksa. Sehingga mereka berkata: saya melakukan dosa karena Allah yang memaksa. Ini adalah keyakinan yang keliru dan tidak beradab kepada Allah.
– Faham Qodariyah berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas usaha dan kuasa manusia sendiri , sehingga mereka berkeyakinan manusia dapat berbuat apa saja yang dia mau, tanpa perlu dengan kuasa Allah. Mereka yakin bahwa apa yang telah terjadi adalah karena atas usahanya dan kuasanya sendiri.
– Faham Ahlussunnah wal Jamaah berkeyakinan bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih apa yang akan dilakukan. Namun ketika sudah memilih, Allah yang memberikannya kuasa kepada manusia untuk melakukan pilihan itu sesuai dengan Kehendak Allah. Sehingga kita yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah hanya karena atas Kuasa dan Kehendak Allah. Namun kita tetap bertanggung jawab atas perbuatan kita, dikarenakan niat kita ketika memilih melakukan apa yang kita lakukan. Dalam beberapa perkara yang diluar pilihan manusia, seperti dimana dia dilahirkan, siapa orang tuanya dan sebagainya. Manusia tidak bertanggung jawab terhadap perkara ini.
Perkara yang terkait (ta’aluq) dengan Sifat Ilmu Allah
Jika Sifat Qudrah dan Iradah hanya berkaitan dengan perkara yang Jaiz (mungkin), bukan perkara yang wajib dan bukan perkara yag mustahil, maka Sifat Ilmu (Mengetahui) berkaitan dengan semua perkara, baik perkara yang wajib adanya, yang mustahil adanya dan yang jaiz (mungkin ada dan mungkin tidak). Maka Allah Mengetahui Hakikat DiriNya sendiri. Allah Mengetahui bahwa mustahil ada tuhan selain Allah secara detail. Allah Mengetahui terhadap makhluk yang diciptakanNya dan yang tidak diciptakanNya secara detail. Semua perkara yang Jaiz ini ada dalam Kuasa dan Kehendak Allah.
Hayat (Maha Hidup)
Setelah kita mempelajari Sifat Qudrah, Iradah dan Ilmu, maka sudah dapat disimpulkan bahwa Allah adalah Hayat (Maha Hidup). Maka adanya Sifat Ma’ani yang telah disebutkan di atas adalah menjadi dalil Aqli, bahwa Allah Maha Hidup. Ini sudah cukup bagi pemahaman Ahlulusunnah wal Jamaah untuk membuktikan bahwa Allah Maha Hidup.
Sebagaimana Dzat Allah, SIfat Hayat Allah bersifat Qidam (tidak ada awal) dan Baqa (tidak ada akhir). Sifat Hidup Allah tidak diciptakan, tidak seperti hidupnya makhluk yang diciptakan. Sifat Hdup Allah tidak terhantung dari selainNya (makhluk). Tidak ada selain Allah yang mempunyai Sifat Hidup sebagaimana Allah.
Ada faham yang agak aneh menisbatkan sebagai golongan salaf yang mengatakan bahwa tanda bahwa Allah Maha Hidup adalah Dzat Allah pasti bergerak, karena dalam pemikirannya yang hidup itu pasti bergerak, sedang diam atau tidak bergerak dianggapnya tidak sempurna. Mereka meyakini bahwa Allah adalah berjism (mempunyai badan) yang menempati ruang. karena mereka juga berkeyakinan bahwa setiap yang wujud itu adalah menempati ruang. Mereka meyakini bahwa Allah “turun” di setiap sepertiga malam ke bumi. Ini adalah keyakinan yang keliru, karena telah menyerupakan Allah dengan makhlukNya, na’udzu billah min dzalik.
Banyak dalil Naqli yang menyebutkan bahwa Allah adalah Maha Hidup dan Maha Mengetahui dalam Al Qur’an diantaranya dalam ayat Kursi (Al Baqarah:255) dan disebutkan dalam Hadits tentang Asmaul Husna.
Baris 8
سَـمِـيْعٌ الْبَـصِيْـرُ والْمُتَكَلِـمُ ۞ لَهُ صِفَـاتٌ سَـبْـعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ
Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Allah mempunyai 7 sifat yang tersusun
Sifat Sama’ (Maha Mendengar) dan Bashar (Maha Melihat)
Maha Mendengar tidak sama dengan telinga, demikian juga Maha Melihat bukan mata, karena telinga dan mata adalah alat pendengaran dan alat penglihatan, bukan Sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat sebenarnya sudah tercakup dalam Sifat Maha Mengetahui, oleh sebab itu Allah Maha Mengetahui tanpa perlu Melihat dan Mendengar, tidak seperti manusia yang memerlukan mendengar dan melihat untuk dapat mengetahui sesuatu. Oleh sebab itu mayoritas Ulama mengatakan bahwa Sama’ dan Bashar’ adalah murni dari Dalil Naqli. Sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat ini ada banyak sekali disebut dalam Al Quran (dalil Naqli).
Sifat kesempurnaan bagi makhluk bukanlah Kesempurnaan bagi Allah
Ada sedikit Ulama seperti Imam Ghazali yang mengatakan ada Dalil Aqli bahwa Allah Maha Mendengar. Beliau mengatakan bahwa mustahil bagi Allah itu bersifat tuli dan buta. Karena menurut akal sifat tuli dan buta adalah sifat kelemahan. Maka secara akal, wajib Allah bersifat Maha Mendengar dan Maha Melihat, karena ini adalah Sifat Kesempurnaan, tanpa memerlukan dalil Naqli. Namun ulama mengatakan dalil Aqli seperti ini adalah kelemahan. Karena apa sifat sempurna bagi makhluk bukanlah kesempurnaan bagi Allah. Contoh sifat bergerak adalah kesempurnaan bagi makhluk, tetapi bukan ciri Kesempurnaan bagi Allah.
Sebagaimana disebut di atas, walaupun lafaz Sifat Allah Sama’ (Mendengar) dan Bashar (Melihat) juga ada pada makhluk atau manusia, tetapi hakikatnya jauh berbeda. Jika pada manusia sifat mendengar dan melihat adalah jalan bagi manusia untuk mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan. Maka Allah tidak perlu Mendengar dan Melihat untuk mendapatkan Ilmu, karena Ilmu Allah tidak diawali dengan tidak atau kurang mengetahui.
Pendengaran manusia memerlukan alat yaitu telinga yang hanya dapat menangkap suara yang terbatas, tidak boleh terlalu pelan dan tidak boleh terlalu keras, frequensi suara tidak boleh terlalu kecil dan tidak boleh terlalu besar. Penglihatan manusia memerlukan alat yaitu mata yang hanya dapat menangkap benda yang terbatas, cukup mendapat cahaya, tidak boleh terlalu gelap dan tidak boleh terlalu terang. Tidak boleh terlalu dekat dan tidak boleh terlalu jauh, tidak boleh terlalu kecil dan tidak boleh terlalu besar. Demikian terbatasnya pendengaran dan penglihatan manusia.
Perkara yang terkait (ta’aluq) dengan Sifat Sama’ dan Bashar
Jika Sifat Qudrah dan Iradah hanya berkaitan dengan seluruh perkara yang Jaiz. Sifat Ilmu berkaitan dengan seluruh perkara, baik yang Wajib, yang Mustahil dan yang Jaiz. Maka Sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat hanya berkaitan dengan seluruh yang wujud, baik yang perkara yang Wajib yaitu Dzat Allah maupun perkara yang Jaiz yaitu makhluk Allah.
Allah Maha Mendengar dan Melihat makhluk yang wujud baik suara, bentuk maupun warna tanpa batas, di alam yang zahir maupun alam yang gaib. Maka dilihat dari keterkaitannya, Sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat ini sudah tercakup di dalam Sifat Ilmu (Maha Mengetahui).
Wallahu a’lam
Text lengkap dan terjemah Aqidatul Awwam dalam dilihat di Kitab Aqidatul Awam Dan Terjemah [PDF] (terjemahkitab.com).
0 Komentar