Baris 11

أَرْسَـلَ أَنْـبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ ۞ بِالصِّـدْقِ وَالـتَّـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ

Allah telah mengutus para nabi yang memiliki (sifat) cerdas, jujur, menyampaikan dan dipercaya

Shiddiq (Jujur)
Mustahil Nabi dan Rasul pernah berbohong

Sebelum ini telah disebutkan bahwa Nabi dan Rasul wajib bersifat Shiddiq yaitu jujur, selalu berkata benar dan mustahil berbohong, walaupun itu tidak disengaja atau bergurau. Walaupun dalam beberapa hal dalam fikih dibolehkan berbohong, tetapi Nabi dan Rasul tidak pernah berbohong. Hikmahnya adalah untuk menjadi jaminan bahwa apa yang disampaikan adalah benar. Karena jika Nabi pernah berbohong, maka Allah yang mengutus Nabi, yang membela dan membenarkan Nabi, juga disebut pernah berbohong. Oleh sebab itu mustahil Nabi dan Rasul berbohong, sebagaimana mustahil Allah berbohong.

Tabligh (menyampaikan)

Sifat Wajib bagi Rasul adalah Tabligh yaitu menyampaikan apa yang telah diwahyukan kepadanya untuk umatnya. Namun apakah semua wahyu yang didapat mesti disampaikan? Ada 3 perkara tentang apa yang mesti disampaikan oleh Rasul kepada umatnya, yaitu:

  1. Ada wahyu yang tidak boleh disampaikan kepada manusia, karena ini adalah wahyu yang khas untuk Nabi atau Rasul ini sendiri. Contoh dalam suatu hadits dalam Kitab Riyadhus Sholihin. Dari Anas radhiallahu anhu. berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. berkhutbah, tidak pernah aku mendengar suatu khutbah pun yang semacam itu karena amat menakutkan. Beliau shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, kalian pasti akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. Anas berkata: Maka para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wassalam menutupi muka mereka lalu menangis terisak-isak. (Muttafaq ‘alaih)
  2. Ada wahyu yang wajib disampaikan kepada manusia. Inilah risalah yang disampaikan kepada umat dari Nabi/Rasul tersebut. Bagi kita umat Islam, ini adalah yang kita kenal dengan Qur’an dan Hadits. Untuk memahami Quran dan Hadits ini kita memerlukan penjelasan dari Ulama yang ilmunya bersambung sanadnya kepada Rasulullah shallallahu alahi wassalam. Mustahil Rasul menyembunyikan wahyu yang mesti disampaikan.
  3. Ada wahyu yang boleh disampaikan kepada manusia. Wahyu ini disampaikan kepada sebagian manusia yang layak untuk menerimanya. Contoh hadits tentang orang munafik yang diberitahu kepada salah satu Shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wassalam., Sayidina Hudzaifah ibnu Yaman.

Apa hikmah ada ilmu yang dimiliki Rasul dari wahyu tidak disampaikan atau hanya disampaikan kepada sebagian orang? Karena memang ada perkara-perkara yang hanya diperuntukkan Nabi dan tidak boleh disampaikan kepada manusia, karena manusia tidak akan mampu untuk menerimanya. Perkara ini Nabi dan Rasul melakukannya bukan atas kehendak hawa nafsunya, melainkan hanya karena perintah Allah.

Dalil Al Quran yang menyebutkan Rasul bersifat Tabligh (Menyampaikan)

1- Surat Al An’am ayat 48

وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۖ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati

Oleh sebab itu datangnya Nabi dan Rasul adalah rahmat dari Allah, tetapi juga ujian bagi manusia. Karena jika manusia yang telah bertemu dengan Nabi dan Rasul, maka mereka wajib percaya dan mengikuti Nabi dan Rasul. Sedang orang yang sama sekali tidak pernah mengetahui tentang Nabi atau dakwah Nabi, mereka akan selamat dari siksa neraka, sebagaimana telah disebutkan dalan kajian sebelum ini.

Amanah (dipercaya)

Amanah maksudnya adalah Nabi/Rasul tidak pernah melakukan kesalahan baik secara lahir maupun bathin. Semua yang diamanahkan oleh Allah kepadanya dilaksanakan dengan sempurna tanpa cacat. Maka mustahil Nabi/Rasul melakukan perkara yang makruh apalagi haram.
Ada pertanyaan, mengapa disebutkan dalam hadits bahwa Nabi pernah sekali buang air kecil berdiri? Ulama menjelaskan bahwa perkara ini adalah untuk menunjukkan bahwa kencing sambil berdiri adalah bukan haram mutlak, melainkan hanya makruh saja. Jadi Nabi melakukan hal itu hanya untuk menjelaskan kepada Shahabat dan Umat Islam bahwa perkara itu hukumnya makruh, dan bukan haram.
Demikian juga ketika Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pernah tidak sholat terawih di bulan Ramadhan di Mesjid, agar umatnya tidak menganggap wajib sholat malam (terawih) di bulan Ramadhan, agar tidak memberatkan umatnya. Jadi bahwa Nabi pernah berbuat perkara makruh dan pernah tidak berbuat perkara yang sunnat, adalah suatu kewajiban dari Nabi untuk memberikan pelajaran bagi umatnya.

Nabi selalu berbuat amanah dan mustahil berbuat khianat dan maksiat. Hikmah terjaganya Nabi dari melakukan maksiat, karena Nabi adalah suri tauladan. Bahkan terjaga dari maksiat sejak kecil. Ketika Nabi masih remaja, beliau pernah diajak kawan-kawannya untuk menghadiri satu keramaian yang tidak pantas dihadiri Nabi. Namun di tengah jalan, Allah mendatangkan rasa kantuk yang amat sangat kepada Nabi, sehingga Nabi tertidur di tengah perjalanan dan tidak sampai ke tempat tujuan. Begitu Allah menjaga Nabi dari perbuatan maksiat dan dari tempat orang berbuat maksiat,

Oleh sebab itu Nabi juga disebut Ma’shum, yaitu terjaga dari berbuat dosa dan maksiat. Ulama pewaris Nabi atau sering disebut juga wali juga ada yang terjaga dari berbuat dosa dan maksiat. Namun para wali tidak boleh disebut ma’shum, karena yang ma’shum hanya Nabi. Untuk wali yang terpelihara dari berbuat dosa dan maksiat disebut Mahfuz (terpelihara/terjaga). Artnya para wali masih mungkin terbuat dosa secara tidak sengaja.

Baris 12

وَجَـائِزٌ فِي حَقِّـهِمْ مِنْ عَـرَضِ ۞ بِغَـيْـرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَـرَضِ

Dan boleh di dalam hak Rosul dari sifat manusia tanpa mengurangi derajatnya, seperti sakit yang ringan

Sifat Jaiz Nabi dan Rasul

Telah dijelaskan di kajian sebelum ini bahwa Nabi dan Rasul adalah manusia seperti umatnya, hanya Nabi adalah manusia istimewa karena menerima wahyu dari Allah. Oleh sebab itu ada sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada Rasul, namun sifat-sifat yang tidak menurunkan derajatnya sebagai Nabi dan Rasul.

Perkara ini adalah sangat penting untuk kita ketahui dan kita fahami, karena telah terjadi pada umat sebelum Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam, yang tergelincir sehingga menganggap Nabinya adalah tuhan atau anak tuhan. Penyebab utamanya adalah karena mereka tidak memahami sifat-sifat manusia yang Jaiz (mungkin) ada pada Nabi.
Rasulullah adalah manusia terbaik yang mempunyai sifat-sifat yang terbaik dari manusia. Nabi adalah manusia yang paling berani, yang paling cerdas, yang paling jujur, mempunyai panca indra yang terbaik dan sifat-sifat lain yang tebaik. Semua sifat-sifat terbaik yang ada pada Rasul tidak mengeluarkannya dari golongan manusia. Rasul tetap manusia seperti umatnya. Kalau manusia itu diumpamakan batu. Maka Rasulullah adalah batu permata yang paling baik, sedang manusia kebanyakan adalah batu biasa. Namun masih sama-sama batu.

Oleh sebab itu Rasulullah juga hidup dan mempunyai sifat sebagaimana manusia diantara para shahabatnya, seperti makan, minum, menikah, berbadan sehat dan pernah sakit, berjalan di pasar, melakukan jual beli, bersusah payah ketika berperang, terluka dan sebagainya. Sifat-sifat manusia yang ada pada Rasul tidak menurunkan derajatnya dan menghalangi tugas utamanya sebagai Rasul yaitu berdakwah dan mendidik manusia agar kenal kepada Allah.

Oleh sebab itu cerita-cerita israiliyat (cerita dari riwayat dari kalangan Bani Israil) tentang Nabi dan Rasul yang berlebihan tidak dapat diterima, seperti kisah buta mata dari Nabi Syuaib alaihi salam, Karena kebutaan adalah menghalangi Nabi untuk berdakwah. Atau kisah sakit parah dari Nabi Ayyub alaihi salam, yang menyebutkan bahwa badannya penuh ulat, yang jika ulatnya jatuh dari kulitnya dikembalikan ke kulitnya lagi. Ini adalah mustahil, karena penyakit seperti ini merendahkannya dan menjauhkan manusia untuk datang kepadanya.
Sedang kisah tentang butanya mata dari Nabi Ya’qub adalah hanya buta sementara karena terlalu banyak menangis oleh kesedihan dengan dipisahkan dari Nabi Yusuf. Ini diceritakan di dalam Al Qur’an. Matanya menjadi sembuh seperti sedia kala, setelah disentuh dengan baju gamis Nabi Yusuf. Allah berfirman dalam Quran Surat Yusuf Ayat 96

فَلَمَّا أَنْ جَاءَ الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَىٰ وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيرًا ۖ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya’qub: “Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya”.

Hikmah ujian sakitnya para Nabi dan Rasul

  1. Untuk menghibur umatnya. Manusia yang paling mulia dan dicintai Allah adalah para Nabi dan Rasul. Namun mereka juga diuji dengan sakit. Maka kita sebagai umatnya akan rasa terhibur dengan ujian dan sakit yang kita alami.
  2. Jika seorang itu diuji dengan sakit, Allah janjikan pahala sabar yang amat besar. Maka jika kita diberi sehat oleh Allah, kita akan lebih dapat merasakan syukur atas kesehatan yang Allah berikan itu. sehingga kita mendapat pahala syukur.
Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam miskin?

Para Ulama menjelaskan bahwa miskinnya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bukanlah karena Rasulullah lemah dalam mencari rezeki. Sesungguhnya amat mudah bagi Rasulullah shallallahu alaihi wassalam untuk mencari rezeki yang dapat membuatnya menjadi sangat kaya. Namun Rasulullah hidup sederhana sebagaimana orang miskin, karena Rasulullah yang memilih untuk menjadi orang miskin, bukan karena terpaksa menjadi miskin. Bahkan Rasulullah pernah berdoa agar menjadi tetap miskin dan bersama orang miskin. Semua hartanya selalu dibagikan kepada orang yang membutuhkan dan diberikan kepada orang yang memintanya.

Dalam suatu Hadits, Rasulullah pernah bersabda: “Tuhanku menawarkan kepadaku bukit-bukit di Makkah untuk dijadikan sebagai emas. Lalu saya menjawab: ”Hamba tidak mengharapkan itu semua wahai Tuhanku. Akan tetapi, saya lebih senang sehari lapar dan sehari kenyang. Tatkala kenyang, saya memuliakan dan bersyukur kepada-Mu. Sementara tatkala saya lapar,saya merendah dan berdoa kepada-Mu.” (HR. Ahmad)

Hikmah dari cara hidup Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang amat sederhana sebagaimana orang miskin untuk menghibur umatnya yang miskin. Selain itu tidak menjadikan hidup menjadi kaya adalah sunnah dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Namun Rasulullah shallallahu alaihi wassalam juga tidak melarang orang Islam menjadi kaya. Banyak di antara Shahabat Rasulullah yang kaya raya yang dengan kekayaannya itu banyak membantu perjuangan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Mungkinkan Rasulullah lupa?

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam adalah manusia yang tidak pernah lalai dari ingat kepada Allah. Bahkan ketika tidurpun Rasulullah masih ingat kapada Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah penggalan hadis dari Anas bin Malik:

وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم نَائِمَةُ عَيْنَاهُ وَلَايَنَامُ قَلْبُهُ وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءِ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَاتَنَامُ قُلُوْبُهُمْ [رواه البخاري].

“Dan Nabi shallallahu alaihi wassalam. tertidur kedua matanya, namun hatinya tidaklah tidur. Seperti itu pulalah keadaan para nabi. Mata mereka tertidur namun tetap terjaga kalbu-kalbu mereka” [HR. al-Bukhari].

Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu alaihi wassalam tidak pernah mengalami ihtilam (bermimpi berjima’ hingga basah, sebagaimana manusia biasa, sebagai salah satu tanda mulainya seseorang menjadi baligh (dewasa), salah satu syarat seseorang menjadi mukallaf. Ihtilam adalah permainan syaitan, walaupun perkara ini termasuk dalam maksiat (dosa).

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pernah dilupakan oleh Allah, dikarenakan Allah ingin menurunkan suatu syariat baru yaitu sujud sahwi, jika kita lupa akan jumlah rakaat sholat yang sedang kita lakukan.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ أَزِيدَ فِى الصَّلاَةِ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ . قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا . فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ

Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat dzuhur lima rakaat. Beliau kemudian ditanya, “Apakah jumlah rakaat ini memang ditambah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Mengapa demikian?” Sahabat yang tadinya menjadi makmum mengatakan, “Anda telah melaksanakan shalat Dzuhur lima rakaat.” Lantas beliau pun sujud sebanyak dua kali setelah selesai salam itu. (HR. Bukhari)

Wallahu a’lam

Text lengkap dan terjemah Aqidatul Awwam dalam dilihat di Kitab Aqidatul Awam Dan Terjemah [PDF] (terjemahkitab.com).




1 Komentar

Baris 13 dan 14: Tentang Kenabian (Bagian 3) – 50 Sifat yang mesti dipelajari. Kajian Aqidatul Awwam bersama Dr. Habib Ali Bagir As-Seggaf (12) (Draft) – Keluarga Muslim Indonesia Bremen · 24. Desember 2023 pada 0:23

[…] melaksanakan perintah atau tugas yang diberikan oleh Allah, sebagaimana telah dijelaskan pada kajian sebelumnya.Allah menciptakan 2 jenis makhluk yang ma’shum, yang terjaga dari berbuat dosa. Yaitu dari […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian