Baris 11

أَرْسَـلَ أَنْـبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ ۞ بِالصِّـدْقِ وَالـتَّـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ

Allah telah mengutus para nabi yang memiliki (sifat) cerdas, jujur, menyampaikan dan dipercaya

Setelah kita membahas tentang Sifat Jaiz Allah, yaitu Sifat yang mungkin Allah lakukan dan yang mungkin Allah tinggalkan, maka kali ini kita membahas tentang Perbuatan Allah yang Jaiz yang amat penting untuk kita ketahui yaitu mengutus Nabi dan Rasul

Golongan yang meyakini bahwa mustahil Allah mengutus Nabi

Ada satu golongan yang berkeyakinan bahwa mustahil Allah mengutus Nabi. Golongan ini adalah golongan Barohimah. Mereka beranggapan peperangan dan permusuhan disebabkan adanya Nabi. Maka mereka menolak adanya orang yang mengaku sebagai utusan Allah.
Menurut mereka, manusia sudah dapat mengetahui baik dan buruk dengan akalnya, Maka tidak perlu ada Nabi dan Rasul. Oleh sebab itu tidak ada gunanya Tuhan mengutus Nabi dan Rasul. Mereka juga menganggap zalim dengan adanya perintah membunuh/menyembelih hewan yang tidak bersalah. Oleh sebab itu mereka juga tidak makan daging hewan, karena mesti menyembelih/membunuh hewan.

Golongan yang meyakini bahwa wajib Allah mengutus Nabi

Ada pula golongan yang berkeyakinan bahwa wajib bagi Allah untuk mengutus Nabi, Golongan ini adalah golongan Mu’tazilah. Menurut mereka adanya Nabi adalah yang terbaik untuk manusia, agar manusia lebih mudah untuk mengenal Allah. Menurut mereka dengan akalnya, manusia dapat mengenal Allah, tetapi lebih susah dari pada melalui Nabi. Mereka beranggapan bahwa Allah pasti akan berbuat yang terbaik (terbaik menurut mereka) kepada manusia, maka dengan mengutus Nabi adalah yang terbaik bagi manusia. Jadi menurut mereka, Allah kurang sempurna kalau tidak mengutus Nabi. Jadi Allah menjadi lebih sempurna dengan mengutus Nabi.
Dalam kenyaraannya Nabi bukan hanya memberikan dan mengajarkan ilmu bagaimana beribadah dan mengenal Allah, tetapi juga memberikan ilmu tentang hidup di dunia. Imam Ghazali mengatakan ilmu dasar tentang ilmu pengetahuan alam (dunia), seperti astronomi, kedokteran dan sebagainya, diberikan oleh Allah melalui wahyu kepada para Nabi. Dari ilmu dasar itulah kemudian berkembang ilmu pengetahuan alam dengan pengamatan dan penelitian oleh manusia, sampai sekarang.

Ahlusssunnah wal Jamaah meyakini mengutus Nabi termasuk Sifat Jaiz Allah

Menurut ulama Ahlussunnah wal Jamaah, mengutus Nabi adalah salah satu Sifat Jaiz Allah. Allah tidak berkurang KesempurnaanNya karena tidak ada Nabi, dan tidak bertambah KesempurnaanNya karena mengutus Nabi. Allah tidak memerlukan kepada selainNya. Ini adalah point penting yang mesti kita yakini dalam Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Allah mengutus Nabi sebagai rahmat untuk seluruh alam dan ujian bagi manusia

Allah mengutus Nabi adalah sebagai rahmat (kasih sayang) untuk alam semesta. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Anbiya ayat 107:  

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ 

Dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.

Namun Allah mengutus Nabi juga sebagai ujian bagi manusia, yaitu manusia yang telah mendapat dakwah Nabi, tidak mempunyai alasan untuk tidak taat kepada Allah, sehingga mereka akan menerima akibatnya di akhirat jika mereka tidak beriman kepada Allah. Manusia yang semasa hidupnya ada di zaman yang tidak ada Nabi, mereka tidak akan dihukum (diadzab) oleh Allah di akhirat. Firman Allah dalam QS Al Isra’:15,

مَنِ اهۡتَدٰى فَاِنَّمَا يَهۡتَدِىۡ لِنَفۡسِهٖ ‌ۚ وَمَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيۡهَا‌ ؕ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰى‌ ؕ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِيۡنَ حَتّٰى نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا

Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.

Masa dimana belum diutus Nabi disebut masa Fathrah. Contoh masa Fathrah ini adalah zaman setelah diutusnya Nabi Isa alaihi salam sampai diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam sebagai Rasulullah. Orang yang hidup di masa Fathrah ini, tidak mendapat hukuman di akhirat karena tidak beriman kepada Allah.
Setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam, manusia yang dewasa, berakal dan telah menerima dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, tidak mempunyai alasan jika tidak taat kepada Allah. Ini berlaku sampai hari kiamat, karena tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Ketika Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam telah wafat, tugas menyampaikan risalah ini dilanjutkan oleh Ulama pewaris Nabi, yaitu para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan Ulama pewaris Nabi dari generasi ke generasi sampai generasi di zaman kita dan seterusnya. Maka jika seseorang di zaman ini tidak pernah bertemu seorang pendakwah, maka orang itu tidak termasuk mukallaf yang wajib melaksanakan syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam.

Siapakah Nabi dan Rasul?

Jumlah Nabi dan Rasul yang namanya disebut dalam Al Qur’an adalah 25 orang. Inilah Nabi dan Rasul yang mesti kita yakini. Namun dalam suatu Hadits, Jumlah Rasul seluruhnya ada 313 orang dan jumlah Nabi adalah 124000 orang yang diutus ke berbagai bangsa dan suku. Rasul dan Nabi yang terakhir adalah Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang diutus untuk seluruh manusia, bahkan untuk seluruh alam (makhluk).

Nabi dan Rasul mesti dari jenis manusia

Hikmah dari Nabi dan Rasul mesti dari jenis manusia adalah:

1. Menjadi ujian bagi manusia untuk dapat taat dan percaya kepada manusia. Jika Nabi dan Rasul adalah jenis Malaikat, maka manusia akan mudah taat dan percaya karena menghadapi makhluk Allah yang kelihatan berbeda dari manusia dan kelihatan jelas kehebatannya. Al Quran Surat Al Furqan ayat 7 menjelaskan tentang Orang yang tidak percaya dengan Nabi dengan berkata:

وَقَالُوا مَالِ هَٰذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا

Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?,

2. Tugas Nabi dan Rasul bukan hanya meyampaikan pesan dari Allah, tetapi juga mendidik, mengajarkan dan memberi contoh kepada manusia. Agar manusia dapat menirunya. Jika Nabi adalah Malaikat, maka manusia tidak dapat menirunya, karena Malaikat tidak perlu makan, tidak menikah, tidak pernah letih dan tidak punya sifat manusia lainnya. Allah berfirman dalam QS Al-Ahzab : 21

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat

Rasul menerima wahyu

Walaupun Rasul adalah manusia, namun bukan manusia yang biasa. Rasul adalah istimewa dengan banyak kelebihan karena menerima wahyu. Allah berfirman dalam QS Al Kahfi : 110

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Rasul adalah laki-laki dewasa

Nabi dan Rasul mesti seorang laki-laki dan bukan perempuan, hikmahnya antara lain adalah:

  1. Karena laki-laki adalah pemimpin dan juga pemimpin dari keluarga. Jika Nabi seorang wanita maka dia akan dipimpin oleh suaminya.
  2. Seorang wanita tidak bebas berjalan keluar bertemu dengan banyak orang dan dengan laki-laki.
  3. Seorang wanita punya halangan dalam beribadah (ketika sedang haid, atau habis melahirkan), sehingga menghambat tugasnya menyampaikan risalah.
  4. Rasul mesti seorang dewasa dan bukan anak-anak. karena Rasul mesti mempunyai wibawa yang memimpin masyarakat.
Nabi dan Rasul adalah merdeka (bukan budak)

Nabi dan Rasul mestilah seorang yang merdeka bukan seorang budak. Karena seorang budak mesti taat kepada tuan pemiliknya dan tidak mempunyai kedudukan mulia di masyarakat.

Nabi dari Rasul mesti berasal dari keluarga pilihan yang mulia

Nabi dan Rasul selalu berasal dari keluarga yang beriman dan mulia. Dalam Al Quran, disebut bahwa Azar, adalah Abu (ayah) dari Nabi Ibrahim. Azar adalah penyembah dan pembuat berhala. Namun sebenarnya Azar bukanlah ayah kandung Nabi Ibrahim melainkan pamannya. Dalam budaya yang berlaku pada bangsa/suku tertentu, sering paman disebut Abu (ayah), karena Nabi Ibrahim waktu kecilnya dipelihara oleh pamannya.

Rasul membawa Risalah/Syariat baru

Rasul diutus oleh Allah kepada manusia dengan mambawa risalah baru yang menghapus risalah dari Rasul sebelumnya. Maka ketika seseorang sudah berada pada zaman Rasul yang terakhir, maka dia wajib mengikuti syariat dari Rasul itu, walaupun misalnya syariat itu adalah sama atau mirip dengan syariat Rasul sebelumnya. Orang itu mesti berniat syariat yang diikuti adalah syariat dari Rasul yang terakhir.
Syariat Nabi Ibrahim telah dihapus oleh syariat Nabi Musa untuk Bani Israil, karena Nabi Musa diutus hanya untuk Bani Israil. Syariat Nabi Musa telah dihapus oleh Syariat Nabi Isa (untuk bani Israil). Syariat Nabi Isa dihapus dengan datangnya Syariat dari Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, yang berlaku untuk seluruh umat manusia, karena Rasulullah Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia.

Perbedaan Nabi dan Rasul

Berbeda dari Rasul, Nabi juga bertugas menyampaikan risalah/syariat. Tetapi bukan risalah/syariat yang baru, melainkan risalah/syariah dari Rasul sebelumnya. Maka, setiap Rasul adalah juga Nabi, tetapi Nabi belum tentu Rasul.
Derajat Kenabian lebih tinggi daripada Kerasulan, karena derajat Kenabian adalah hubungan komunikasi antara Nabi dengan Allah saja tanpa perlu komunikasi dengan manusia lain. Sedang Kerasulan adalah hubungan komunikasi antara Allah kepada Rasul kemudian kepada manusia untuk menyampaikan Risalah dari Allah kepada manusia. Namun kedudukan Rasul lebih tinggi dari Nabi, karena seorang Rasul adalah mempunyai derajat Kenabian dan Kerasulan, sedang seorang Nabi hanya mempunyai derajat Kenabian. Pada umumnya sebelum seseorang diutus menjadi Rasul, orang itu sudah diangkat menjadi Nabi.

Apakah semua wahyu yang diterima oleh Nabi dan Rasul mesti disampaikan kepada manusia?
  1. Ada wahyu yang tidak boleh disampaikan kepada manusia, karena ini adalah wahyu yang khas untuk Nabi atau Rasul ini sendiri. Contoh dalam suatu hadits dalam Kitab Riyadhus Sholihin. Dari Anas radhiallahu anhu. berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. berkhutbah, tidak pernah aku mendengar suatu khutbah pun yang semacam itu karena amat menakutkan. Beliau shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, kalian pasti akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. Anas berkata: Maka para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wassalam menutupi muka mereka lalu menangis terisak-isak. (Muttafaq ‘alaih)
  2. Ada wahyu yang wajib disampaikan kepada manusia. Inilah risalah yang disampaikan kepada umat dari Nabi/Rasul tersebut. Bagi kita umat Islam, ini adalah yang kita kenal dengan Qur’an dan Hadits. Untuk memahami Quran dan Hadits ini kita memerlukan penjelasan dari Ulama yang ilmunya bersambung sanadnya kepada Rasulullah shallallahu alahi wassalam.
  3. Ada wahyu yang boleh disampaikan kepada manusia. Wahyu ini disampaikan kepada sebagian manusia yang layak untuk menerimanya. Contoh hadits tentang orang munafik yang diberitahu kepada salah satu Shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wassalam., Sayidina Hudzaifah ibnu Yaman.
Tidak semua Rasul diberikan Kitab Suci

Adanya Kitab Suci bukan syarat menjadi Rasul. Tidak semua Rasul diberikan Kitab Suci dari Allah, seperti Nabi Ibrahim alaihi salam, yang diberikan Shuhuf.

Sifat-Sfat Nabi dan Rasul

Sifat Wajib yang mesti ada pada Nabi dan Rasul adalah Fathonah (cerdas), Shiddoq (jujur), Tabligh (menyampaikan) dan Amanah (dipercaya).

Fathonah (cerdas)

Nabi dan rasul wajib bersifat cerdas. Mustahil mereka bersifat kurang pintar apalagi bodoh.

  1. Karena mereka mesti benar-benar memahami wahyu yang disampaikan dan dapat menyampaikan dengan sebaik-baiknya.
  2. Mereka mesti pandai mengajak umatnya untuk berfikir tentang alam ciptaan Allah ini, agar umatnya sampai pada kesimpulan bahwa Allah itu wujud. Allah yang menciptakan dan memelihara alam ini, yang mesti kita beribadah kepadaNya. Kisah tentang Nabi Ibrahim dalam Al Quran Surat Al-An’am ayat 75-79, bukanlah kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan, tetapi cerita diskusi antara Nabi Ibrahim dengan umatnya agar mereka tidak lagi menyembah matahari, bulan atau bintang atau berhala selain Allah.
  3. Mereka mesti dapat menjawab semua pertanyaan umatnya yang ingin bertanya tentang berbagai masalah, karena Nabi dan Rasul adalah pemimpin yang mesti menyelesaikan seluruh masalah yang ada pada masyarakat.
Shiddiq (jujur)

Nabi dan Rasul wajib bersifat Shiddiq (jujur). Apa saja yang mereka katakan mesti benar, karena mereka adalah mesti menyampaikan kenyataan yang sebenarnya tentang keadaan di dunia dan di akhirat. Mustahil mereka berbohong. Karena kalau mereka pernah berbohong, maka amat sulit bagi umatnya untuk mengetahui mana dari ucapan Nabi dan Rasul itu yang benar dan mana yang bohong. Rasulullah shallallahu alaihi wassalam ketika berguraupun tidak pernah berdusta.
Nabi dan Rasul mengetahui seluruh perkara dunia dan akhirat yang berkaitan dengan agama, Namun untuk perkara teknis tentang dunia, mungkin saja orang lain lebih tahu. Oleh sebab itu jika ada diskusi dalam perkara teknis tentang sesuatu antara Rasulullah shallallahu alaih wassalam dan shahabatnya, shahabat pernah bertanya apakah ini dari wahyu atau dari pemikiran Rasulullah sendiri. Kalau itu dari pemikiran, shahabat menyampaikan pendapatnya yang mungkin lebih baik untuk dipertimbangkan. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam lebih mengikuti pendapat shahabatnya. (bersambung)

Wallahu a’lam

Text lengkap dan terjemah Aqidatul Awwam dalam dilihat di Kitab Aqidatul Awam Dan Terjemah [PDF] (terjemahkitab.com).


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian