Baris 6

فَـاللهُ مَـوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي ۞ مُخَـالِـفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْـلاَقِ

Allah itu Ada, Qodim, Baqi dan berbeda dengan makhluknya secara mutlak

Sifat Salbiyah : Sifat Mukhalafatu lil Hawadits (tidak serupa dengan makhluk)

Allah berbeda secara mutlak dari makhlukNya. Allah tidak sama dengan makhlukNya sama sekali. Sifat ini dapat dijelaskan dengan 2 dalil yaitu dalil Aqli dan dalil Naqli. Dalil Aqli adalah dalil yang dapat dijelaskan dengan akal yang sehat. Dalil Naqli adalah dalil yang dinukil atau dikutip dari Al Quran.
Secara akal, mustahil ada persamaan Dzat Allah dengan dzat makhlukNya. Karena kalau ada kesamaan Allah dengan makhlukNya, maka ada kemungkinan orang keliru terhadap sifat Allah dan menyamakannya dengan sifat makhluk.
Perkara ini perlu dijelaskan secara detail karena ada faham aqidah yang memahami adanya sebagian sifat Dzat Allah yang sama dengan dzat makhluk. Misalnya faham aqidah yang meyakini bahwa Allah mempunya sifat jism (jasmani/badan). Mereka mengatakan Allah punya tangan, mata dan punya kaki dengan makna hakiki, kemudian dikatakan tangan, mata dan kaki Allah berbeda dengan tangan, mata dan kaki makhluk. Pernyataan ini sama dengan pernyataan Allah punya jism, tetapi jism Allah berbeda dengan jism makhluk. Ini adalah keyakinan keliru, karena yang bersifat jism hanya makhluk. Sedang Allah tidak mempunyai sifat jism, seperti mempunyai tangan, mata dan kaki dengan makna hakiki.

Dalil Aqli

Imajinasi manusia adalah apa yang pernah dilihat dan didengar

Semua bentuk atau suara yang terlintas di fikiran manusia adalah bentuk dan suara yang pernah ditangkap oleh panca indera manusia yaitu dilihat oleh mata yang didengar oleh telinga. Semua yang ditangkap oleh panca indera manusia itu ada awal dan ada akhirnya, menunjukkan keterikatan dengan waktu, sedang Allah tidak terikat dengan waktu. Maka sudah pasti apa yang ditangkap oleh panca indera manusia itu bukan Allah. Oleh sebab itu ada kaidah yang berbunyi, apapun yang terlintas dalam fikiran kita adalah bukan Allah. Kaidah Ini untuk menyelamatkan kita dari menyerupakan Allah dengan makhlukNya.

Fitnah Dajjal

Di akhir zaman nanti, sebagaimana disebutkan dalam Hadits Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, ada makhluk Allah yang bernama Dajjal yang menjadi fitnah besar di akhir zaman. Dajjal berbentuk manusia, mempunyai anggota tubuh. Dajjal akan diberi Allah kekuatan untuk melakukan khawariqul ‘adat yaitu perkara yang terjadi diluar ‘adat (kebiasaan) yang kita lihat sehari-hari, seperti menghidupkan manusia dengan sihirnya. Dajjal akan mengaku tuhan, sehingga banyak manusia akan tertipu olehnya. Mempelajari ilmu Tauhid Ahlussunnah wal Jamaah ini adalah ikhtiyar kita untuk dapat menghindari dari tipuan Dajjal ini. Semoga Allah melindungi kita dari fitnah Dajjal.

Dalil Naqli

Dalil Naqli yang mengatakan Allah berbeda secara mutlak dari makhlukNya ada dalam QS Asy-Syura 11

لَیۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَیۡءࣱۖ وَهُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ

“Tiada satu pun yg sama dengan Allah. Dan, Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

Dalam ilmu Balaghah, ada cara menyampaikan tingkatan persamaan antara 2 dzat, yaitu

1. A adalah sama dengan B. Ini adalah tingkatan persamaan yang paling tinggi, sehingga B dapat menjadi predikat A, sehingga dapat dikatakan A adalah B.
2. Jika kita ingin mengurangi persamaan antara A dengan B, maka kita katakan: A adalah sama dengan yang mirip B. Pernyataan ini menunjukkan bahwa A hanya sama dengan yang mirip B, tapi tidak dapat dikatakan A adalah B.
3. Jika kita ingin lebih lagi mengurangi persamaan antara A dengan B, maka kita mengatakan A adalah seperti yang mirip dengan B. Maksudnya A hanyalah sama dengan yang seperti yang mirip dengan B. Jadi A tidak mirip B. Maka tidak dapat dikatakan A itu sama dengan B.

Untuk mengatakan perbedaan maka pernyataan dapat dibuat sebaliknya sebagai berikut.

1. A laisa B, A bukan B. Ini adalah tingkatan perbedaan yang paling rendah.
2. A laisa mitsli B, A berbeda dari yang mirip B, adalah adalah tingkatan perbedaan yang lebih tinggi dari yang pertama. A dengan yang mirip B saja sudah berbeda, apalagi A terhadap B,
3. A laisa kamitsli B, A berbeda dengan yang seperti yang mirip dengan B. Ini adalah tingkatan perbedaan yang lebih tinggi lagi dari pernyataan sebelumnya. A dengan yang seperti yang mirip B saja sudah berbeda, maka A dengan yang mirip B lebih jauh berbeda, dan A lebih jauh lagi perbedaannya dari B.

Inilah maksud berbedanya Allah dari makhlukNya dalam ayat di atas yang menjelaskan perbedaan mutlak antara Dzat Allah dari dzat makhlukNya. Maka kalau ada sifat Allah yang secara lafaz (bunyi) sama dengan sifat makhluk, misalnya sifat Wujud (Ada) bagi Allah, sedang makhluk juga mempunyai sifat ada. Ini adalah hanya sama dalam lafaz (bunyi), tetapi secara mutlak berbeda Sifat Wujud Allah yang tidak pernah tidak ada (Qidam) dan akan selalu ada (Baqa) dari sifat wujud dari makhluk, yang sebelumnya pernah tidak ada, kemudian menua dan akhirnya kembali tidak ada seperti yang Allah Menghendaki.
Demikian juga Sifat Ilmu bagi Allah dan sifat ilmu pada manusia. Sifat Ilmu Ini hanya sama dalam lafaz. Tetapi Sifat Ilmu bagi Allah berbeda secara mutlak dari sifat ilmu manusia. Ilmu Allah tetap, tidak bertambah dan tidak berkurang. Ilmu Allah tidak terikat oleh waktu. Allah Mengetahui masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Sedang ilmu manusia terikat waktu, dari tidak berilmu, kemudian dapat bertambah ilmu atau kemudian berkurang, atau akhirnya kembali tidak mengetahui sama sekali.

Baris 7

وَقَـائِمٌ غَـنِـيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ ۞ قَـادِرٌ مُـرِيـْدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu

Sifat Salbiyah : Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri, tidak tergantung dari selainNya)

Maksud dari Sifat ini adalah bahwa Dzat Allah tidak tergantung dari selainNya. Dzat Allah tidak memerlukan tempat atau ruang. Tempat mempunyai 2 makna.
1. Bermakna ukuran volume. Setiap benda pasti mempunyai ukuran volume yang sama dengan besarnya benda itu.
2. Bermakna tempat atau ruang dimana benda itu berada. Maka tempat atau ruang dimana benda itu berada mesti lebih besar dari volume benda itu.
Dua sifat ini hanya ada pada makhluk. Oleh sebab itu Allah bukan Dzat yang mempunyai ukuran dan menempati suatu tempat atau ruangan. Maka Allah tidak pula dapat dikatakan mempunyai arah.
Jika dikatakan Allahu Akbar (Allah Maha Besar), maka bukanlah bermakna ukuran dzat dan bukan bermakna volume yang besar. Tidak ada kaitan Sifat Allah dengan sifat-sifat jism (jasmani) makhluk.
Allah tidak terikat dengan tempat dan waktu. Oleh sebab itu pertanyaan “Dimana Allah?” dengan makna hakiki atau “Sejak kapan ada Allah” adalah pertanyaan yang keliru.
Maka jika dalam Qur’an ada ayat yang menyebutkan Sifat-Sifat Allah yang terkesan sebagai tempat atau arah, itu bukanlah bermakna zahir/hakiki. Contoh QS Taha ayat 5

اَلرَّحۡمٰنُ عَلَى الۡعَرۡشِ اسۡتَوٰى

(yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy.

Ayat ini bukanlah bermakna Allah bertempat di atas ‘Arsy (singgasana) dengan makna zahir/hakiki. Allah bukanlah jism. Hanya makhluk yang mempunyai jism. Akal yang sehat akan menolak jika ayat ini difahami dengan makna zahir/hakiki. Karena jika Allah bersemayam di atas ‘arsy (singgasana), maka singgasana itu mesti lebih besar dari Allah, dan ini adalah mustahil, karena Allah Yang Maha Besar, Allahu Akbar.

Ada sebuah hadits terkenal tentang seorang budak wanita:

ﻋَﻦْ ﻣُﻌَﺎﻭِﻳَﺔَ ﺑْﻦِ ﺍْﻟﺤَﻜَﻢِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﻤَّﺎ ﺟَﺎﺀَ ﺑِﺘِﻠْﻚَ ﺍْﻟﺠَﺎﺭِﻳَﺔِ ﺍﻟﺴَّﻮْﺩَﺍﺀَ ﻗﺎَﻝَ ﻟَﻬَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻳْﻦَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﻦْ ﺃَﻧَﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﺃَﻧْﺖَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻋْﺘِﻘْﻬَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣُﺆْﻣِﻨَﺔٌ

“Dari Mu’awiyah bin al-Hakam bahwasanya dia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa seorang budak wanita hitam. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya pada budak wanita tersebut: ’Di mana Allah?’ Budak itu menjawab, ’Di atas langit’. Rasul bertanya lagi, ’Siapakah aku?’ Budak itu menjawab, ’Engkau adalah utusan Allah’. Maka Rasul berkata: ’Merdekakanlah ia karena ia adalah mukminah (wanita beriman)’”

Hadits ini juga bukan bermakna bahwa Allah berada di atas langit secara makna hakiki. Hadits ini hanya menjelaskan bahwa budak wanita itu adalah seorang yang beriman. Dengan mengatakan Allah di atas, menunjukkan bahwa budak wanita itu tidak menyembah berhala yang ketika itu masih banyak di sekeliling Ka’bah, melainkan menyembah Allah.

Mengapa kita berdoa ke arah atas?

Mereka mengatakan bukti lain bahwa Allah berada di atas atau di langit adalah bahwa kalau kita berdoa, maka kita akan menghadapkan tangan kita ke atas. Ini adalah keyakinan yang keliru.
Kita berdoa dengan menghadapkan tangan ke atas adalah karena ini disuruh oleh Allah, karena arah kiblat berdoa adalah menghadap ke arah atas. Jadi kita berdoa dengan menengadahkan tangan ke atas adalah karena disyariatkan oleh Allah dan bukan berarti Allah berada di atas.
Hal ini dapat dijelaskan dengan arah kiblat sholat yaitu Ka’bah di Mekkah. Kita melakukan sholat mesti menghadap kiblat ke Ka’bah adalah karena disyariatkan oleh Allah dan bukan berarti Allah berada di dalam Ka’bah.

Allah tidak perlu tempat. Allah tidak perlu kepada selainNya. Sedang apa yang kita lihat dan kita dengar adalah makhluk yang memerlukan kepada yang lain, dan makhluk sangat memerlukan Allah.

Sifat Salbiyah : Wahdaniyah (Maha Esa)

Makna Esa bukan bermakna satu dalam urutan angka, tetapi tunggal. Tunggal bukanlah bagian dari urutan angka. Urutan angka adalah 1, 2, 3 dan seterusnya. Oleh sebab itu Sifat Allah disebut Maha Esa, karena tidak ada potensi menjadi lebih dari satu, mustahil Allah itu lebih dari satu.

Allah Maha Esa maksudnya tidak ada satupun yang mempunyai Sifat seperti Allah. Allah tidak mempunyai saingan atau sekutu. Keyakinan yang mengatakan Tuhan lebih dari satu disebut syirik.
Orang yang meyakini ada selain Allah yang mempunyai skill seperti Allah adalah syirik. Skill yang dimaksud adalah:
1. Hanya Allah Yang menciptakan makhluk tanpa ada sesuatupun sebelumnya. Allah mengadakan makhluk dari ketiadaan. Orang yang meyakini ada selain Allah yang mampu menciptakan sebagaimana Allah, dia adalah syirik.
2. Hanya Allah Yang KehendakNya Mutlak. Allah Maha Berkehendak. Setiap apa yang Allah Kehendaki pasti terjadi. Setiap yang Allah tidak Kehendaki pasti tidak terjadi. Sedang makhluk, kehendak dan keinginannya terbatas. Oleh sebab itu sifat diktator, yaitu sifat yang memerintah dengan memaksakan keinginannya sendiri tanpa peduli orang lain adalah sifat yang tercela bagi makhluk. Hanya Allah yang boleh melakukan apapun yang Allah Kehendaki.
3. Hanya Allah Yang berhak disembah. Tidak ada selain Allah yang berhak disembah. Orang yang menyembah selain Allah disebut syirik.

Orang yang berdoa dengan bertawasul dengan orang yang soleh, baik yang masih hidup, maupun yang sudah wafat, bukanlah termasuk syirik, karena ketika orang itu berdoa dengan bertawasul, orang itu tetap menyembah dan meminta hanya kepada Allah, bukan kepada orang yang soleh itu. Orang yang berdoa dengan bertawasul tetap berkeyakinan hanya Allah yang dapat mengabulkan permintaannya dengan Kehendak dan KuasaNya. Bertawasul melalui orang soleh adalah sunnat yang disyariatkan, agar doa lebih cepat terkabul.

(bersambung)

Text lengkap dan terjemah Aqidatul Awwam dalam dilihat di Kitab Aqidatul Awam Dan Terjemah [PDF] (terjemahkitab.com).


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian