Jenis Khawariqul ‘Adat

Di dalam hukum adat (kebiasaan), perkara yang biasa terjadi secara berulang-ulang, menjadikan suatu kesimpulan hubungan antara sebab dan akibat. Sehingga manusia dapat merancang suatu produk dan merencanakan suatu projek. Hukum adat ini Allah jadikan adalah atas rahmat Allah untuk memudahkan kehidupan manusia. Manusia dapat merancang kendaraan, dapat merencanakan pertanian atau peternakan dan sebagainya, sehingga mendapatkan hasil yang terbaik.
Namun kadang-kadang ada kejadian yang terjadi diluar kebiasaan atau menyalahi adat sehingga disebut peristiwa itu dengan Khawariqul ‘adat. Namun tidak semua khawariqul ‘adat menunjukkan ketaqwaan sesorang, karena dapat saja terjadi juga pada orang yang durhaka. Oleh sebab itu Ulama membagi khawariqul ‘adat dilihat dari pelaku yang terlibat dalam perkara itu sebagai berikut:

  1. Mu’jizat: kejadian luar biasa yang terjadi pada Nabi dan Rasul. Mu’jizat menambah rasa syukur dan tawadhu` para Nabi dan Rasul, karena mereka sadar sekali bahwa itu semua adalah atas Kehendak dan Kuasa Allah, tidak sama sekali atas kemampuan mereka. Jauh sekali dari rasa sombong atas mu’jizat itu. Mu’jizat menambahkan tinggi derajat mereka di sisi Allah dan mengukuhkan kedudukan Nabi dan Rasul di hadapan hamba-hamba Allah yang lain, sehingga – sesuai dengan maknanya – Mu’jizat membuat mereka menjadi lemah, tunduk dan beriman kepada Allah dan Nabi/RasulNya.
  2. Karamah: kejadian luar biasa yang terjadi pada wali atau orang yang sangat dekat dengan Allah. Sebagaimana Mu’jizat yang terjadi pada Nabi dan Rasul, karamah menjadikan pada wali Allah tersebut menambahkan rasa syukur dan tawadhu’ kepada Allah. Jauh dari membangga-banggakan peristiwa luar biasa itu untuk menyombongkan diri. Karamah berarti kemuliaan, maksudnya peristiwa itu Allah menjadikan bertambah kemulian wali Allah di sisiNya dan mengukuhkan kedudukan waliullah itu dihadapan hambaNya yang lain.
  3. Irhasy: adalah kejadian luar biasa yang terjadi pada Nabi dan Rasul sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul.
  4. Ma’unah: adalah kejadian luar biasa yang terjadi pada orang biasa, yang tidak menjadikan orang itu lupa kepada Allah. Bahkan orang itu menjadi semakin bersyukur dan semakin dekat kepada Allah. Ma’unah yang berlaku pada orang yang bukan Islam akan membawa keyakinan orang itu akan kebenaran Islam sehingga menjadikannya suatu ketika memeluk agama Islam.
  5. Istidraj: adalah kejadian luar biasa yang terjadi pada orang fasiq atau kafir  yang menjadikannya semakin jauh dari Allah. Mereka menjadi lalai dan membangga-banggakan peristiwa luar biasa itu untuk kepentingan dunia. Contoh: Fir’aun dan orang besarnya yaitu Hamman dan Samiriy. Mereka diberi keistimewaan yaitu kepandaian dan kekuatan. Namun kepandaian dan keistimewaannya justru menjadikannya lalai dan menyombongkan diri untuk kepentingan dunia mereka.
  6. Sihir: adalah kejadian luar biasa yang dipelajari oleh orang fasiq dan kafir dengan bantuan makhluk gaib (jin). Dalam hukum syariat mempelajari sihir adalah haram, karena untuk mempelajarinya mesti meyakini adanya kekuatan lain selain Allah untuk menjalankan sihirnya yang menjurus kepada syirik.

Jadi khawariqul ‘adat tidak menunjukkan orang yang terlibat adalah orang yang bertaqwa. Yang berlaku adalah sebaliknya, kita mesti kenali dulu adalah orang itu bertaqwa atau tidak, baru kita dapat mengetahui apakah perkara yang di luar kebiasaan itu mu’jizat, karamah, irhasy, ma’unah, istidraj atau sihir.
Apa yang menunjukkan seseorang itu bertaqwa atau tidak? Yaitu dengan melihat sikap orang itu terhadap hukum yang diwahyukan. Disinilah kita lihat pentingnya belajar ilmu agama, baik ilmu aqidah, ilmu fikih dan ilmu tasawuf untuk mengetahui sikap diri kita terhadap hukum yang diwahyukan.

Diantara hikmah kita mengetahui hukum akal, hukum adat dan hukum yang diwahyukan berkaitan dengan Khawariqul Adat:

  1. Tidak tertukar antara hukum adat dan hukum akal bahwa sesuatu yang tidak biasa terjadi atau diluar kebiasaan bukanlah perkara yang mustahil bagi akal.
  2. Dapat melihat Kuasa dan Kehendak Allah atas segala suatu perkara Jaiz yang dapat Allah lakukan, yang menjadi hak Allah sepenuhnya, selain perkara yang Wajib dan Mustahil bagi Allah. Sehingga kita tidak mudah menolak karomah yang terjadi pada para wali, sehingga secara tidak langsung kita menolak Kuasa Allah yang dikaruniakan kepada para waliNya.
  3. Suatu peristiwa yang menyalahi adat atau peristiwa luar biasa, bukanlah menunjukkan seseorang itu bertaqwa atau orang itu dekat dengan Allah. Sehingga tidak pula mudah kita terpukau karena peristiwa yang luar biasa dari sembarang orang, sehingga kita tidak langsung mengatakan perkara yang luar biasa itu adalah karamah, sebelum kita mengenal orang itu dengan sebenarnya. Karena orang yang bertaqwa atau orang yang dekat dengan Allah dapat dikenali dengan sikapnya kepada hukum yang diwahyukan. Jadi kita mesti mengenali orang yang terlibat dalam perkara luar biasa itu baru kita dapat mengetahu apakah peristiwa yang luar biasa itu karamah atau istidraj.

Beberapa contoh ayat-ayat Quran (hukum yang diwahyukan) yang menceritakan hukum akal dan hukum adat (kebiasaan):

Hukum Akal

Wajib Allah Maha Esa dan Mustahil ada tuhan yang lain

Allah berfirman dalam  Qur´an surat Al Anbiya ayat 22:

لَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ

Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.

Di sini disebutkan bahwa akal hanya menerima bahwa Allah Wajib bersifat Maha Esa, Mustahil ada tuhan selain Allah.
Sifat Jaiz Allah disebutkan dalam ayat tentang hukum Adat sbb

Hukum Adat (kebiasaan)

Orang beriman cukup dengan kehebatan ciptaan Allah dan beramal untuk beribadah kepada Allah semata-mata.

Allah berfirman dalam  Qur´an surat Ali Imran ayat 190-191:

Surat Ali Imran Ayat 190

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

Surat Ali Imran Ayat 191

(yaitu) orang-orang yang mengingati Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Perhatikan dalam ayat di atas bahwa terhadap Dzat Allah kita tidak disuruh memikirkan (Dzat) Allah melainkan kita disuruh untuk selalu mengingati atau berdzikir dan menyebut Asma Allah. Sedangkan dalam berfikir, kita disuruh memikirkan ciptaan Allah. Itulah yang dijelaskan dalam ayat tersebut sebagai orang yang berakal.
Termasuk dalam ciptaan Allah adalah diri kita sendiri, sebagaimana firman Allah dalam QS Adz-Dzariyaat: 20-21:

Surat Adz-Dzariyat ayat 20

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.

Surat Adz-Dzariyat ayat 21

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Raja Namrud faham dengan hukum akal dan hukum adat

Dalam Quran Surat Al Baqarah ayat 258 Allah berfirman:

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Disini Al Quran menjelaskan tentang hukum akal yang difahami juga oleh orang kafir. Dalam ayat diatas disebutkan bahwa orang kafir yang berdebat dengan Nabi Ibrahim (Raja Namrud) terdiam setelah mendengar hujjah dari Nabi Ibrahim, bahwa Allah menerbitkan matahari dari timur ke barat, kemudian bertanya apakah Namrud dapat menerbitkannya dari barat ke timur. Ini menunjukkan bahwa Raja Namrud faham bahwa secara hukum akal, mungkin saja matahari terbut dari barat ke timur jika ada yang berkuasa melakukannya. Disini Namrud terdiam karena dia tidak berkuasa, tapi Allah Tuhan dari Nabi Ibrahim adalah Maha Kuasa.

Wallahu a’lam



0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian