Al Jabbar (ٱلْجَبَّارُ)

Makna Al Jabbar

Makna Al Jabbar ada yang mengatakan Yang Maha merubah secara paksa. Ada yang mengartikan dengan Yang Maha Memaksa Memberi Kebaikan untuk segala sesuatu kepada siapa saja. Imam Ghazali memaknai dengan Yang Mewujudkan KehendakNya dalam bentuk pemaksaan pada segala sesuatu dan pada setiap orang yang dikehendaki. Mau tidak mau makhluk pasti mendapatkan apa yang telah dikehendaki Allah. Jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang dapat menolaknya atau mengganggunya.

Orang yang telah mendapat cahaya Al Jabbar tidak dapat terpengaruh oleh orang lain.

Jika cahaya Ismu Al Jabbar ini menyinari hati seorang hamba, maka hamba Allah itu tidak akan dapat dipengaruhi oleh siapapun, kecuali oleh Allah, atau oleh orang yang mendapat cahaya yang mempunyai frekuensi yang sama dari Allah Al Jabbar.

Orang yang belum mendapat cahaya Al Jabbar

Jika ada orang yang mudah terpengaruh oleh lingkungan, walapun dia dikenal sebagai “influencer” karena terkenal dan banyak follower, termasuk juga di kalangan Ustad. Ini desebabkan karena cahaya Ismu Al Jabbar belum menyinari qolbunya. Orang yang mudah terpengaruh oleh lingkungannya disebut majbur. Jika kita merasa bahwa diri kita ini masih majbur, maka kita mesti ingat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam ﷺ :

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama seseorang tergantung dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian memerhatikan, siapa yang dia jadikan teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Jadi kita mesti memperhatikan siapa yang menjadi kawan dekat kita. Kita cari kawan yang baik agamanya, agar kita terpengaruh dengan kebaikan agamanya. Keadaan majbur, mudah terpengaruh ini adalah disebabkan karena cahaya Ismu Allah Al Jabbar belum menyinari hati atau qalbu kita, belum menjadi Abdul Jabbar, hamba dari Allah, Al Jabbar.

Rasulullah adalah Abdul Jabbar yang terbaik

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam adalah hamba Allah, Al Jabbar yang terbaik. Ketika beliau lahir dan hidup di tengah tengah masyarakat jahiliyah yang mayoritas menyembah berhala yang jumlahnya lebih dari 360 buah dengan bebagai nama, dengan tradisi syirik yang kental di masyarakat jahiliyah.
Namun Rasulullah shallallahu alaihi wassalam tidak terpengaruh sama sekali oleh lingkungan jahiliah itu, sehingga ada seorang orientalis Arthur Jeffrey yang menuduh bahwa Nabi Muhammad terpengaruh oleh ajaran Nasrani yang Monotheis. Mereka tidak bahwa Rasullah shallallahu alahi wasalam tidak terpengaruh oleh lingkungan jahiliyah itu sebab di hati beliau sudah disinari cahaya seluruh Asma Allah, sejak lahir bahkan sejak beliau belum dilahirkan, yaitu dalam dzat yang disebut Nur Muhammad. Bahkan ketika beliau masih kecil berumur sekitar 5 tahun, beliau shallallahu alaihi wassalam didatangi oleh Malaikat Jibril dan Mikail untuk dibedah dadanya dan dimasukkan Nur iman dan Hikmah. Salah satu dari Nur Iman dan Hikmah itu adalah cahaya Asmaul Husna yang memperkuat cahaya yang sebelumnya sudah ada.

Cara mendapatkan cahaya Al Jabbar

Karena kita tidak dilahirkan seperti Nabi, maka kita wajib belajar dan berikhtiyar untuk memasukkan cahaya Asmaul Husna itu ke dalam hati atau qolbu kita. Diantaranya adalah membaca Asmaul Husna itu setiap hari. Kalau tidak keseluruhan Asmaul Husna, minimal satu kali dari Ismu Allah dari Asmaul Husna itu. Yang paling afdhol adalah membaca keseluruhan Asmaul Husna itu setiap pagi dan petang, boleh juga satu kali di pagi hari atau petang hari saja. Semoga setelah istiqomah membaca Asmaul Husna itu terus menerus, mudah-mudahan Allah masukkan cahaya AsmaNya “menetes” ke dalam hati kita. Inilah hadits yang diriwayatkan oleh ahli dzikir khafi (dzikir dengan hati) seperti Imam Baihaqi dan Imam Thabrani. Rasulullah bersabda

خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيُّ

“Sebaik-baik zikir adalah zikir khafī (rahasia)” . Yaitu dzikir yang tempatnya di dalam qolbu, dzikir dengan hati yang samar (halus).

Di dalam jiwa kita ada satu wilayah yang disebut titik latifah al-khafi, yang merupakan cabang dari qolbu yang memancarkan cahaya dari qolbu kita.

Pemimpin yang telah mendapatkan cahaya Al Jabbar

Jika Allah sudah memancarkan cahaya Al Jabbar ke hati seorang hamba, maka hamba Allah itu menjadi matang dan dewasa. Orang inilah yang dapat memimpin umat. Karena orang ini tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun. Namun bukan berarti keras kepala, bahkan sangat terbuka fikirannya. Contohnya adalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam, yang tidak taklid dengan keadaan masyarakat jahiliyah. Karena di dalam qolbunya ada nur (cahaya). Beliau terbuka terhadap informasi lain yang beliau dapat. Sayidatina Aisyah bercerita, sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wassalam suka pergi ke gua Hira, beliau bermimpi melihat cahaya yang datang kepadanya. Itulah cahaya Asmaul Husna, yang setelah Nabi melihatnya masuk kedalam diri beliau, beliau menjadi suka berkhalwat beribadah di gua Hira, karena hati beliau tidak suka melihat masyarakatnya menyembah berhala.

Kemudian setelah beliau mulai berdakwah beliau mendapatkan ujian berupa penawaran duniawi oleh kaum Quraisy, mulai dari harta, wanita dan pengikut yang banyak. Namun beliau menolak semuanya, inilah tanda seorang hamba dari Allah Al Jabbar, yang tidak terpengaruh oleh lingkungan dan godaan duniawi. Beginilah tauladan seorang yang ingin memimpin masyarakat, agar mencari cahaya Al Jabbar agar tidak mudah terpengaruh oleh godaan duniawi, yaitu harta, wanita dan pengikut (popularitas). Tumbuhan yang ditaruh di dalam rumah, dahan dan rantingnya selalu tumbuh mengikuti cahaya matahari. Itu sebabnya beberapa kepercayaan seperti di Jepang yang melihat cahaya fisik ini, berkeyakinan matahari adalah tuhannya. Oleh sebab itu mereka menyembah ke timur arah dari mana matahari terbit. Hati kita juga hendaknya mencari cahaya ruhani, itulah cahaya Asmaul Husna yang Allah pancarkan ke hati-hati manusia. Allah pemilik cahaya langit dan bumi.

Jika seseorang mendapat cahaya Al Jabbar kata-katanya berkesan

Jika cahaya Ismu Al Jabbar itu telah menyinari hati seseorang maka hati orang itupun bercahaya. Kata-katanya berkesan di hati manusia. Itulah yang ada pada Imam Athoilah Assakandari yang kitab Hikamnya terus dibaca dan dipelajari orang dan mempengaruhi banyak orang.
Ini juga terjadi pada Imam Ghazali. Beliau mulai mencari cahaya Asmaul Husna ketika beliau memutuskan untuk meninggalkan jabatan sebagai guru besar di Universitas Nizamiah di Bagdad yang terkenal ketika itu. Beliau kemudian berkhalwat di Damaskus untuk mendapatkan cahaya Asmaul Husna untuk belajar dari gurunya Abu Ali Al Farmadi salah satu wali Qutub di zaman itu dengan berdzikir Asmaul Husna.
Puncak cahaya Al Jabbar ada pada diri Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Nabi bersabda tentang Nabi Musa: Nabi SAW telah bersabda, “Demi Allah, andaikata Musa masih hidup, tentu ia akan mengikuti aku.” (HR Ahmad, dari Jabir bin Abdullah). Ini dikatakan Nabi untuk memberitahu kedudukan beliau, bukan karena sombong. Hanya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang pantas dan berhak berkata demikian,
Juga perkataan Rasulullah: “Aku adalah Sayyid (Pemimpin) dari bani Adam, (aku berkata demikian) bukan karena sombong.
Jadi kalau kita tidak tahu kedudukan kita disisi Allah, kita tidak berhak berkata tentang diri kita. Maka kita hendaknya berusaha menjadi Waliullah. yaitu hamba Allah yang sebenar-benarnya, yang hamba yang punya hubungan kuat dengan Asma Allah. Dengan 1 Nama atau 2 atau 3 NamaNya, maka jadilah kita ‘abd (hamba) dari Allah dengan NamaNya, seperti Abdur Rahman, Abdur Rahim, Abdul Jabbar yaitu hamba Allah yang telanh mendapat pancaran cahaya Asma Allah itu. Semakin banyak kita terhubung dengan Asma Allah itu, semakin banyak pancaran cahaya Asma Allah itu. Maka kalau orang memandang hamba Allah itu akan mengingatkan kita kepada Allah. Kita akan mudah memahami dan mendapatkan pancaran cahaya Asma Allah melaluinya. Jika memandangnya saja mengingatkan kita kepada Allah, apalagi kalau kita dapat bertemu dengannya. mengaji dengannya, apalagi bersuhbat (bersama) dengannya. Begitulah Nabi kita Sayidina Muhammad Rasulullah shallalahu alaihi wassalam yang mendapat pancara cahaya keseluruhan Asma Allah, itu sebabnya orang Islam yang pernah bertemu disebut Shahabat Nabi (yang bersama dengan Nabi).
Di akhir zaman ini akan ada keturunan Nabi yang akan membawa pancaran cahaya Asma Allah yang disebut Imam Mahdi yang namanya sama dengan nama Nabi dan nama ayahnya sama dengan nama ayah Nabi. Pemimpin ini juga akan mendapat pancaran cahaya Asma Allah seluruhnya.
Orang ini sangat tawadhu, tidak terpengaruh dengan pujian, tidak sombong, dan mempunyai segala akhlak baik lainnya. Dialah hamba Allah yang sebenarnya. Kalaupun dia bercerita tentang kedudukannya, bukan karena sombong, tetapi atas dasar perintah Allah untuk memberitahu manusia. Jadi wali Allah adalah orang yang telah benar-benar menjadi hamba Allah yang terhubung kuat dengan AsmaNya, karena mendapat pancaran cahaya Asma Allah itu.
Hamba Allah yang telah mendapat cahaya pancaran Al Jabbar, maka orang-orang akan datang mengikutinya. Inilah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dan para pewarisnya.

Al Mutakabbir (ٱلْمُتَكَبِّرُ)

Mutakabbir berasal dari kata Takabara, Kibr, yang artinya besar, kemuliaanya besar, yang merasa dirinya besar. Sifat hanya boleh dimiliki oleh Allah. Kita selalu mengucapkan bahwa Allah adalah Maha Besar (Allahu Akbar), artinya kita membesarkan Allah, memandang Allah adalah Maha Besar.
Orang yang Takabur (sombong) adalah orang menganggap orang lain rendah (meremehkan). Hanya Allah yang berhak mempunyai Sifat ini. Inilah yang dimaksud dengan Hadits Qudsi: “Al Kibr (Kesombongan) adalah SelendangKu (kain Rida)”. Jadi kalau ada orang yang mencoba mengambil kain Rida Allah, maka jadilah dia pengikut Iblis, yang jaduh dari rahmat Allah.

Orang yang mendapat cahaya Asma Al Mutakabbir akan mempunyai Sifat Zuhud

Hamba Allah yang mendapat cahaya Asma Al Mutakabbir, maka hamba Allah ini akan menjadi zuhud. Imam Syafei pernah berdoa agar dilindungi dari orang zalim yang memberi hadiah kepadanya. Karena jika seseorang sudah menerima hadiah dari orang zalim, dia tidak akan dapat lagi menegur kesalahan orang zalim itu. Maka orang yang bekerja pada orang zalim akan susah untuk menegur atau mengkritik kezalimannya.
Orang yang bekerja dengan orang yang zalim tetapi tidak takut untuk menegurnya, maka dalam hatinya telah mendapatkan cahaya Asma Al Jabbar. sehingga tidak terpengaruh dengan kebaikan dari orang zalim itu terhadapnya.
Di zaman Nabi ada sahabat yang disusupkan ke tengah-tengah orang munafik untuk strategi melawannya, yaitu Sayidina Ibnu Malik radhiallahu anhu dalam peristiwa Mesjid Dirrar yang didirikan orang munafik untuk memecah belah umat Islam waktu itu. Shahabat Nabi itu disusupkan untuk mengetahui rencana busuk orang munafik itu dan akhinya dapat membakar Mesjid Dirrar mengalahkannya dengan mengelabuinya.
Di setiap zaman akan ada semacam Mesjid Dirrar. Namun Allah mempunyai hamba yang menjadi Waliullah yang akan menyelesaikan masalah ini. Inilah yang dimaksud dengan Quran Surat Ali ‘Imran Ayat 54

وَمَكَرُوا۟ وَمَكَرَ ٱللَّهُ ۖ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلْمَٰكِرِينَ

Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya

Abdul Mutakabbir adalah hamba Allah yang zuhud. Pada suatu hari Rasulullah mengajak sahabat ke tempat penampungan sampah. Semua shahabat merasa jijik dan bahkan menutup hidungnya agar tidak terbau sampah. Kemudian Rasulullah menunjuk ke sampah dan bersabda: ” inilah dunia, mengapa kamu mengejarnya”. Begitulah seorang yang zuhud memandang dunia ini tidak ada harganya. Baginda Rasulullah adalah Abdul Mutakabbir yang menjadi tauladan kita.
Zuhud itu ada dua macam, yaitu zuhud dari dunia dan zuhud dari akhirat.
Di dalam diri kita ada hawa nafsu dan syahwat yang tugasnya menjaga kita. Imam Ghazali menyebutnya tentara dalam hati kita. Semua ini adalah perangkat/alat dari Allah. Jika seseorang sudah mendapat cahaya Ismu Al Mutakabbir, maka dia akan dapat mengendalikan nafsu syahwatnya, dan dapat menjadikannya alat untuk menjaga dirinya agar dapat beribadah kepada Allah. Kalau hamba Allah ini tergelincir karena tergoda oleh hawa nafsunya, dia akan segera kembali dan bertaubat kepada Allah, dan kita berniat untuk menggantinya dengan perbuatan baik.

Manfaat berdzikir dengan Asma Allah Al Jabbar dan Al Mutakabbir

Jadi cahaya Asma Al Jabbar dan Al Mutakabbir sangat erat hubungannya. Jika kita punya anak yang susah dididik, maka berdzikir dengan menyebut Nama Al Jabbar, agar anak dapat mudah dididik. Jika kita rasa lemah tidak bersemangat dalam beribadah atau ada godaan dunia, maka hendaklah kita berdzikir denghan menyebut Al Mutakabbir.
Contoh dalam berdzikir Asma Allah ini adalah membaca Al Fatihah dan Ayat Kursiy sebanyak 7x kemudian membaca Al Jabbar dengan jumlah yang beragam.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian