Al Wakiil (الْوَكِيلُ)

Makna Al Wakiil

Al Wakil berasal dari wakala, yakilu, wikalan yang secara harfiah artinya yang mewakili. Wakil sudah menjadi kata dalam bahasa Indonesia yang artinya menggantikan/mewakili seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Misalnya wakil dari seorang raja atau kepala negara untuk melaksanakan tugas mewakilinya di negara lain disebut Duta Besar. Kedutaan adalah perwakilan suatu negara dalam urusannya di negara lain. Dalam makna mewakili ada makna kepercayaan dan menyerahkan urusan.
Allah Al Wakil adalah Yang Maha Mewakili dalam mengurus urusan semua makhlukNya

Hamba Allah yang telah mendapat cahaya Al Wakil

Nabi Ibrahim alaihi salam adalah contoh Nabi yang mendapat sirr cahaya Asma Allah Al Wakil. Ketika Nabi Ibrahim akan dilemparkan ke dalam api oleh Namrud, Malaikat Jibril mendatangi Nabi Ibrahim dan menanyakan apa yang perlu dibantu dalam menghadapi ujian dibakar oleh Namrud. Nabi Ibrahim menjawab bahwa beliau tidak memerlukan bantuan apapun dari Malaikat Jibril, kemudian mengatakan

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ 

Allah sudah cukup bagiku sebagai Al Wakil Terbaik Yang Maha Mengurus semua yang diperlukan.

Ini adalah kalimat terakhir sebelum Nabi Ibrahim dilempar ke dalam api. Beliau sudah bertawakal, menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah. Maksudnya adalah sebagai hamba Allah kita mesti berusaha dahulu sekuat tenaga dengan apa yang kita mampu. Setelah itu kita bertawakal, yaitu mewakilkan, memberi kepercayaan sepenuhnya dengan menyerahkan segala urusan kepada Allah Subhanallahi wa Ta’ala.

Jadi seseorang yang telah mendapat cahaya Al Wakil, adalah orang yang berusaha sekuat tenaga dengan lahiriahnya, setelah semua yang dapat dilakukan sudah dilaksanakan, maka seluruh urusan diserahkan kepada Allah. Ada yang menyerahkan urusan lahiriahnya, dzatnya (jasadnya), akalnya, qolbunya dan juga ruhnya kepada Allah.

Orang yang bertawakal disebut mutawakilin. Tawakal atau Tawakul (menyerahkan urusan kepada Allah) berbeda dengan takasul (bermalas-malasan). Tawakal adalah penyerahan urusan setelah kita berusaha dan berencana yang termampu dilakukan. Selebihnya urusan diserahkan kepada Allah. Berbeda dengan takasul, tidak berusaha, tidak berencana karena bermalas-malasan.

Al Qawiyyu (الْقَوِيُّ), Al Matiin (الْمَتِينُ)

Makna Al Qawiyyu (الْقَوِيُّ), Al Matiin (الْمَتِينُ)

Qawiyyu artnya kuat. Al Qawiyyu Yang Maha Kuat. Kuat yang Sempurna, maka Al Qawiyyu hanyalah Allah. Matiin artinya juga kuat, namun agak berbeda. Juga diartikan Syadidul Quwah, yang sangat kuat. Rahim ibu tempat bayi dikandung disebut Qororin Matin, tempat yang kokoh, karena rahim memang sangatlah kokoh. Maka Al Matiin diartinya juga dengan Yang Maha Kokoh.

Ada do’a dalam Ratibul Haddad yaitu:

Asma (Nama) Allah ini menunjukkan Sifat dari Dzat. Asma Allah Al Qawiyyu dan Al Matiin adalah uraian dari Sifat Qudrah Allah (Maka Kuasa). Dari satu Sifat ada banyak Nama yang menunjukkan Sifat Allah itu.

Sebagai hamba Allah hendaknya selalu meminta perlindungan kepada Allah Al Qawiyyu dan Al Matiin dari kezaliman orang yang zalim. Kezaliman yang pertama adalah syirik. Yang kedua adalah orang yang zalim. Maksudnya kita mendoakan pemimpin kita agar selalu mendapat hidayah dari Allah, agar dapat berbuat adil terhindar dari berbuat zalim, dan meminta perlindungan kepada Allah dari pemimpin atau orang yang zalim.

Wali Allah tidak hanya para Ulama yang ikhlas, tetapi juga Umara (pemerintah yang adil. Maka kita mendoakan agar diberi Umara (pemimpin) yang adil.

Al Waliyy (الْوَلِيُّ)

Makna Al Waliyy

Al Waliyy artinya Maha Menolong, Maha Mengayomi, Maha Mencintai, Maha Mengangkat kekasihNya. Allah akan menolong hamba yang dicintaiNya sejauh mana hamba Allah percaya dan mencintai kepada Allah. Jadi syarat untuk mendapatnya pertolongan Allah (wali Allah) adalah pertama percaya (beriman) kepada Allah dan mencintaiNya.

Hamba Allah yang mendapatkan cahaya Al Waliyy adalah hamba yang percaya (beriman) dan mencintai Allah, temasuk mencintai kekasih Allah. Untuk mencintai Allah, kita mesti mengenal Allah dahulu.
Bagaimana kiat dapat mengenal Allah, yaitu dengan mengenal kekasih (wali) Allah dan mengenal Asma dan Sifat Allah.

Ada wali Allah yang masyhur (terkenal) ada pula yang mastur (tersembunyi). Bagi kita tidak penting menjadi masyhur atau mastur. Yang penting adalah beriman dan mencintai Allah.

Dalam sebuah hadits Qudsi

“Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang terhadapnya dari-Ku. Tidak ada yang paling Aku cintai dari seorang hamba kecuali beribadah kepada-Ku dengan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadanya. Adapun jika hamba-Ku selalu melaksanakan perbuatan sunah, niscaya Aku akan mencintanya. Jika Aku telah mencintainya, maka (Aku) menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, (Aku) menjadi penglihatan yang dia melihat dengannya, menjadi tangan yang dia memukul dengannya, menjadi kaki yang dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni, dan jika dia minta perlindungan kepada-Ku, niscaya akan Aku lindungi.”

Namun wali Allah tetap makhluk Allah bukan kemudian dituhankan, karena banyaknya karomah padanya. Sebagaimana terjadi pada Nabi Isa yang mempunyai banyak Mu’jizat yang luar biasa, sehingga dikira oleh sebagian pengikutnya sebagai tuhan atau anak tuhan. Nabi Isa alaihi salam adalah tetap makhluk Allah. Beliau sangat dicintai Allah, sehingga mendapat pembelaan Allah berupa Mu’jizat untuk memperlihatkan kenabiannya. Mu’jizat yang diperlihatkan itu adalah dari Kuasa dan Kehendak Allah semata.

Sifat wali Allah

Seorang wali mempunyai sifat penolong dan sangat berkasih sayang. Wali jauh sekali dari sifat membenci dan permusuhan.
Jika wali itu seorang politisi maka wali itu akan menolong dunia politik agar tidak kotor. Jika wali itu seorang pemimpin, wali itu memerintah dengan adil dan berusaha memberantas ketidakadilan. Jika wali itu seorang Ulama, maka wali itu akan menolong umat dengan mengeluarkannya dari kejahilan kepada ilmu pengetahuan. Jika wali itu seorang arsitek, maka wali itu akan bekerja jujur dan membangun negeri. Jika wali itu orang kaya, maka wali itu akan menolong dengan hartanya. Mereka semua melakukan itu dengan landasan kasih sayang kepada makhluk Allah. Saling menganjurkan kasih sayang dan jauh dari sifat membenci dan petrmusuhan.

Wallahu a’lam


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian