Allah (اللَّهُ)

Nama Allah adalah nama Allah yang paling Agung, karena yang paling lengkap, yang mencakup semua Sifat Allah. Semua Asma dan Sifat Allah tertuju kepada nama Allah. Kalau disebut siapakah “Ar-Rahman”, maka itulah Allah. Demikian juga Asma Allah “Ar-Rahim”. Karena Asma Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” adalah bagian dari Allah. Tetapi Nama Allah bukan bagian dari Ar-Rahman atau Ar-Rahim, tetapi mencakup semua Asma dan Sifat Allah. Oleh sebab itu dzikir yang paling tinggi adalah menyebut nama Allah.
Para Wali Allah yang mempunyai makam yang tinggi mempunyai wirid dzikir “Allah”. Jika seseorang diangkat menjadi Wali Allah, dia akan berpayung pada satu dari Asmaul Husna. Jika dia mendapat cahaya dari Asma Allah Ar-Rahman, maka dia menjadi orang yang mengasihi semua makhluk Allah tanpa kecuali. Jika dia mendapat cahaya dari Asma Allah Ar-Rahim, maka dia akan mencintai orang mukmin dan muslim lebih dari yang lain.

Allah adalah Nama yang paling lengkap yang mencakup semua Asma Allah. Semua Asma Allah itu adalah Maha Sempurna. Mengapa Dia (Allah) menyebut diriNya “Allah” kepada hambaNya? Ini adalah nama yang paling Allah sukai ketika mengenalkan dirinya kepada Nabi Musa alaihi salam, sebagaimana yang disebutkan dalam QS Thaha:14

20:14

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Allah mengajak Nabi Musa berdialog dengan mengenalkan diriNya dengan Nama Allah. Orang yang mengenal Allah dengan nama Allah berarti dia sedang mewarisi kerohanian Nabi Musa alaihi sholatu wassalam. Kata Syeikh Abdul Qadir Jaelani dalam Kitab Al Fathurrobani dalam satu bab (majelis) di tahap tertentu, jika orang itu beruntung setelah istiqomah bermujahadah melakukan dzikir “Allah” dengan bimbingan guru yang bersanad sampai kepada salafus salih. Shahabat dan Nabi Muhammad shallallahu alaih wassalam, maka ia dapat merasakan seperti yang dirasakan oleh Nabi Musa. Pada QS Thaha:12 Allah memperkenalkan diriNya kepada Nabi Musa sebagai “Robb” (Tuhan).

20:12

Sesungguhnya Aku inilah Robb (Tuhan) mu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa.

Allah memperkenalkan diriNya kepada Nabi Musa, Aku adalah Robb yaitu Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi Rezeki, Maha Pengatur segala-galanya tentang dirimu, wahai Musa.
Jadi 2 Nama ini yaitu Allah dan Robb adalah nama Allah yang Agung diperkenalkan pertama kepada Nabi Musa alaihi salam. Kemudian Allah menyebut tidak ada Ilah (Tuhan yang hak) selain Aku,

Kata Allah berasal dari kata Ilah yang artinya Yang membuat orang merasa heran dan merasa kagum. juga merasa bingung melihat KeagunganNya, sehingga pikirannya dan semangatnya tertuju kepadaNya.
Ada yang mengatakan kata Allah berasal dari kata Willah yang artinya tempat orang mengadu, dan memang salah satu Asma Allah adalah Shomad Shomad, artnya Allah tempat kita mengadu dan bergantung.

Jadi berdzikir Asma “Allah” adalah dziki yang mempunyai makna yang sangat Agung. Dzikir ini sanadnya bersambung dan dilakukan oleh para Imam dan Wali besar dari zaman salafus salih, seperti Imam Junaid Al Baghdadi, Imam Abu Yazid Al Bustami, Imam Sibli, Syeikh Abdul Qodir Jaelani, Imam As-Suhrawardi murid Syeikh Abdul Qadir Jaelani, Imam Ahli Hadits Al Hakim Tarmizi, Imam Al Ghazali, Imam Ibnu Atthoilah, Imam As-Subki dan banyak lagi.

Jadi Allah memperkenalkan dirinya kepada Nabi Musa. Demikian juga para wali yang beruntung akan dapat merasakam bahwa Allah mengenalkan dirinya kepada hambaNya itu. Allah mempunyai sebutan dengan Asma (nama) dan dengan Sifat. Sebutan Allah adalah sebutan Asma dan Sifat. Allah terpuji dengan Asma dan SifatNya, ada yang kita diberitahu dan ada pula yang tidak kita ketahui.
Allah memberikan nama kepada seluruh makhlukNya, baik yang di bumi, di langit, manusia, hewan dan lain-lain. Dengan nama yang diberikan itulah makhluk itu dapat bertahan wujudnya.
Allah sebagai Pencipta semua itu mengenalkan dirinya sebagai Rabbul ‘alamin, Maha Pencipta alam semesta. Allah yang memberikan pancaran dari Sifat hayat (hidup) kepada makhlukNya sesuai dengan ketentuanNya. Jadi seluruh makhluk Allah yang hidup ini mendapat kehidupan dari Allah. Ketika orang tidur atau pingsan Allah sedang ambil ruh kita, dan jika Allah kembalikan, orang itu akan terbangun. Namun jika Allah tidak kembalikan, maka orang itu tidak bangun (hidup) lagi.

Sebelum ini terjadi, yakni ruh diambil selamanya oleh Allah, atau pindah alam dai alam dunia ke alam akhirat, ruh tadi perlu tiket agar bisa selamat, tiket itu adalah Asma Allah yang selalu dijaga (أَحْصَا) oleh ruh itu. Satu saja Asma Allah dijaga, maka ruh itu sudah bisa tembus bahkan langsung ke syurga. Inilah yang dimaksud dengan hadits :

 إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 Nama, barang siapa yang mengihsho (menjaga) nya maka pasti masuk surga”.[ HR. Bukhori  dan Muslim].

Jadi satu saja Nama Allah yang dijaga yakni difahami, dihayati, sering disebut, sering berdzikir denganNya akan masuk surga. Jadi sebenarnya mudah syarat untuk masuk surga. Namun masalahnya, karena mudahnya ini, kita sering meremehkan perkara ini. Padahal bagi kekasih Allah (Wali Allah), perkara yang sering diremehkan ini adalah perkara yang paling diambil berat dan penting oleh para Wali Allah.

Allah adalah Nama Yang Agung. Kata Imam Ghazali, Allah adalah Nama Yang Maha Ada dan Adanya adalah Maha Benar (Al Haq). Menurut Filosof Muhammad Iqbal dari Pakistan, Al Haq juga berarti The Real, Yang Maha Nyata. Nyata tidak mesti nampak.
Nama Allah mengandung keseluruhan Asma wa Sifat dari Allah. Untuk memudahkan dan membantu kita mempelajari Asma dan Sifat Allah itu, Ulama Ahlussunnah wal Jamaah mengajarkan dengan ajaran Sifat 20. Namun ada orang-orang yang tidak faham ajaran Sifat 20 ini, tidak menerimanya bahkan dalam ketidak-tahuannya itu bertanya mengapa Sifat Allah hanya 20? Bahkan ada yang menuduh mengapa Sifat Allah hanya 7? (maksudnya 7 Sifat Ma’ani). Imam Ghazali mengatakan seseorang itu akan memusuhi perkara yang tidak diketahuinya.
Imam Ghazali menjelaskan Sifat Ada dari Allah. Apa yang membedakan dengan Adanya Allah dengan adanya kita?
Adanya Allah adalah Ada dengan Dirinya sendiri (bi Dzatihi) tanpa memerlukan dengan yang selainNya, inilah yang dimaksud Sifat Al Haqq (Maha Benar AdaNya), yang disebut tadi. Sedang adanya kita (makhluk) adalah karena diadakan oleh Yang Maha Ada. Inilah nikmat pertama yang disebut oleh Ibnu Atthoilah, yaitu nikmat Ijad (diwujudkan) oleh Allah dapat kita rasakan. Itu sebabnya orang yang bunuh diri disebut kufur nikmat dan ini adalah dosa besar. Kalau dia seorang yang dikenal sebagai muslim dan tidak mengatakan perkara yang membuatnya murtad, dia tetap berhak disolatkan. Namun bagi Nabi atau para wali yang diberi kasyaf, tidak tahan untuk melakukannya, karena tidak tega melihat apa yang terjadi pada ruh orang yang bunuh diri tadi. Walaupun Nabi tetap menyuruh Shahabat menyolatkannya.

Jadi wujud kita ini diwujudkan dan dipinjamkan oleh Allah Ta’ala. Maka untuk mengenal Allah, pintunya adalah diri kita sendiri, yaitu ruh kita yang membuat diri kita hidup yang ditiupkan oleh Allah yang Maha Hidup. Inilah diantara makna Allah. Jadi setiap kehidupan yang ada pada diri kita, yaitu darah yang mengalir, jantung yang berdetak, organ tubuh kita yang lain yang berfungsi adalah kehidupan dari Allah. Inilah yang dimaksud dalam QS Qaf:16

Surat Qaaf ayat 16

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat leher (nadi) nya,

Imam Ghazali mengatakan sifat wujud kita ini adalah diambil dari kelimpahan dari Sifat Wujud Allah. Inilah satu kehormatan dalam diri kita dan satu amanah yang besar sekali yang kita terima dari Allah dan mesti kita jaga. tapi satu saat wujud hidup kita ini akan diambil lagi olehNya, sebagaimana firman Allah:

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ

Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah. (QS. Al-Qashash : 88)

Jadi untuk mengenal Allah, jalannya adalah diri kita sendiri. Diri kita ini dibagi dua yaitu nafsiyah dan ruh (ruhaniyah).
Nafsiyah adalah akal fikiran dan nafsu yang mempunyai tingkatan, ammarah, lawwamah, mulhamah dan muthmainah. Pusatnya disebut Qolbu, yang mempunyai 2 saluran yaitu lahiriah (akal) dan bathiniah (ruh). Qolbu ini hanya menjadi tenang dan bahagia jika disebut satu Nama yaitu Allah, sebagaimana firman Allah:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat, menyebut) Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir (mengingat, menyebut) Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Ayat ini adalah mengingatkan orang yang lupa dengan menyebut objeknya terlebih dahulu, untuk menjelaskan pentingnya perkara tersebut, yaitu hanya dengan mengingat atau menyebut nama Allah. Qolbu (hati) menjadi tenang.

Ada orang yang ingin menenangkan hatinya dengan menyebut nama Allah, tetapi fokusnya pada jumlah angka berapa kali nama Allah disebut, bukan pada penghayatan makna nama Allah, sehingga tidak mendapatkan hasil yang baik. Maka perlu pengalihkan fokus lebih kepada makna Asma Allah.
Dalam beberapa Tariqat yang bersanad (Mu’tabarat) dan tentu dari Ahlussunnah wal Jamaah (Asy’ariyah/Maturidiyah), seperti Tariqat Naqsyabandiyah, talqin dzikir yang paling sering adalah Asma “Allah” dan ucapan “Laa ilaaha illallah”.
Semua methoda talqin dzikir adalah sama, yang berbeda adalah guru yang mentalqinkannya. Diumpamakan seperti kurikulum 2013 di sekolah seluruh Indonesia adalah sama, yang membedakan adalah bagaimana gurunya yang mengajarkan kurikulum itu. Demikian juga ilmu Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah tentang Sifat 20 adalah sama Kitabnya. Gurunya juga mempunyai ijazah yang sama. yang membedakan adalah apakah guru itu masih mendalami ilmu itu atau tidak dan bagaimana pengalaman guru itu mengajarkan.

Pengajaran ilmu memerlukan latihan atau amal dan pertemuan antara guru dan murid. Seperti orang belajar Silat, apakah mungkin guru mengajarkan hanya melalui online? Tentu murid akan merasa bosan karena tidak dapat bertemu langsung dengan gurunya.
Demikianlah belajar ilmu agama dan belajar berdzikir dengan talqin. Mesti ada pertemuan lahiriyah dan juga pertemuan ruhaniyah antara guru dan murid, disitulah proses talqin itu berjalan, sehingga getaran dzikir Allah itu masuk ke dalam Qolbu dan menemukan jalan mengingati Allah secara sempurna.
Jadi kajian online ini bukan segala-galanya, kita harus juga mencari pertemuan lahiriah. Namun kajian online bukan tidak ada manfaatnya sama sekali. Ada juga murid yang bersungguh-sungguh dapat belajar melalui online, tetapi jarang sekali.
Manfaat umum dari kajian online ini adalah paling sedikit menambah ilmu aqliyah dan mempertahankan amal dari ilmu yang sudah dipelajari secara istiqamah.

Imam Ghazali kelebihan Asma Allah adalah Nama yang paling Agung dan yang mencakup semua Asma Allah.
Bagaimana kita menghubungkan ruhani kita dengan Allah dan membangun hubungan itu melalui Asma Allah?
Misalnya kita memaknai satu saja Asma Allah, misalnya:
Allah Engkau adalah yang menjadi tempat hambaMu mengadu dan menggantungkan segalanya. Wahai Allah hanya Engkau satu-satunya aku bergantung dan mengabdikan diri. Wahai jiwaku yang pasti kepada Allah akan kembali.
Kalau kita berdzikir dengan memahami Allah yang demikian lambat laun hati kita akan tersambung kepada Allah, dan hati kita akan tenggelam dengan Nama Allah itu, sudah asyik masyuk, maka hati kita sudah terhubung dengan Allah. Inilah puncak dzikir qolbu.
Ayat Kursi dimulai dengan Asma Allah. Ini adalah itsbat yaitu penetapan, Allah adalah Nama yang diperkenalkan, sebagaimana diperkenalkan kepada Nabi Musa dalam QS Thaha:14 yang disebut di atas.
Imam Ghazali berkata cara seorang hamba menghubungkan dirinya kepada Allah dengan menyebut Asma Allah adalah dengan ta-alluh dua hal yaitu
1. Merendahkan dirinya dengan serendah-rendahnya kepad Allah dan mengabdi hanya kepada Allah
2. Dia rasakan dirinya adalah lemah selemah-lemahnya disisi Allah, dan mengadu segala keluhannya hanya kepada Allah.
Orang yang demikian sangat sedikit berkeluh kesah, dan berkeluh kesah hanya kepada Allah. Begitulah yang ada pada para wali Allah, seperti Syeikh Abdul Qadir Jaelani, Syeikh Bahauddin Naqshahbandi, Abul Hasan Al Syadzili, mereka tidak lagi berminat dengan manusia dan raja-raja di dunia, melainkan hanya berminat kepada Allah.
Bagi wali Allah, tidak berbeda baginya apakah orang yang mendengar kajiannya itu raja atau orang biasa, semua sama saja, apakah orang yang datang sama pegangan agamanya atau berbeda alirannya, tidak berpengaruh padanya. Karena hatinya hanya terpaut kepada Allah semata.
Jika ada seorang Ustad ketika menyampaikan kajiannya berubah karena khawatir dicerca oleh manusia, maka hakikatnya Asma Allah sudah tidak lagi berada dalam hatinya. Hatinya sudah tidak terpaut lagi dengan Allah, karena sudah mencari muka kepada manusia. Ini adalah penyakit Qolbu.
Rahasia dari berdzikir Asma Allah adalah dapat merontokkan penyakit Qolbu. Penyakit yang paling berbahaya adalah syirik khafi (syirik yang tersembunyi) yaitu riya dan kibbir (sombong). Dua sifat ini sangat berhubungan sebagimana adik dan kakak.
Imam Ghazali mengatakan kibbir itu adalah ru’yatunnafs (melihat diri sendiri lebih dari orang lain), sedang riya adalah ru’yatufi’il (melihat dirinya sudah berbuat). Semoga kita terbebas dari dua penyakit Qolbu ini.
Cirinya adalah diri mudah tersinggung jika dicerca oleh orang lain, ini sangat merugikan terutama bagi orang yang memperjuangkan kebenaran Ahlusunnah wal Jamaah. Oleh sebab itu kita mesti membuang pengakit qolbu ini dengan berdzikir dan juga bersholawat. Berdzikir dengan menyebut nama Allah, bahkan ketika kita bersholawat pun kita menyebut nama Allah terlebih dahulu, karena ketika kita bersholawat kita mesti memohon kepada Allah agar melimpahkan sholawat kepada Baginda, dengan ucapan Allahumma sholli ‘alaa Muhammad atau Shollallahu ‘alaa Muhammad (lihat juga kajian Maulid Simthuddurror).

Orang yang istiqomah melakukan dzikir kepada Allah dan terbiasa dengan dzikir, lama-lama penyakit Qolbu akan hilang. Penyakit kibbir inilah yang dipunyai iblis, sehingga dia melihat dirinya lebih baik dari Nabi Adam, tidak mau menundukkan dirinya kepada makhluk Allah yang lain.
Namun kita mesti bersabar, penyakit Qolbu ini tidak dapat hilang dengan cepat, tetapi melalui perjuangan yang panjang. Sebagaimana penyakit lahiriah yang berat seperti TBC memerlukan waktu yang lama dan disiplin mengikuti petunjuk dokter dalam proses pengobatannya.
Oleh sebab itu carilah guru yang ahli dalam mentalqin dan membimbing kita dalam berdzikir agar penyakit qolbu kita dapat diobati.
Kadang ada guru yang ahli mentalqin yang bukan ulama, tetapi tentzu sudah menguasai ilmu fardhu ain sehingga dapat melaksanakan syariatnya dengan baik.
Jadi kalau kita sudah memulai istiqomah berdzikir, maka kita akan dapat merasakan keajaiban-keajaiban bagaimana dzikir itu merontokkan penyakit-penyakit qolbu dari hati kita. Namun virus-virus qolbu itu juga datang setiap hari, oleh sebab itu kita tidak boleh berhenti melakukan dzikir untuk terus membersihkan penyakit dan virus qolbu kita.
Suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam sedang bergotong royong dengan para shahabat, beliau bersyair yang menggambarkan isi qolbu beliau: ketahuilah segala sesuatu selain Allah itu bathil, maksud bathil disini adalah sia-sia, tidak ada manfaatnya. Jadi apapun yang dilakukan jika untuk selain Allah adalah sia-sia.
Dalam QS Thaha:14 Allah berfirman:

20:14

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Ayat ini menyuruh kita yang pertama dilakukan sebenarnya adalah berdzikir (mengingat, menyebut) Nama Siapa yang disembah, baru kemudian diajarkan bacaan dan gerakan sholat. Ini diajarkan kepada orang yang sudah baligh (dewasa). Tapi kalau untuk anak kecil adalah sebaliknya, kita mengajarkan mereka hafal bacaan dan gerakan sholat terlebih dahulu, baru setelah mereka faham, diajarkan tentang Allah secara lebih mendalam.
Bagi mualaf mereka berhak untuk dikenalkan siapakah Allah yang kita sembah terlebih dahulu. Karena dengan ini mereka menjadi sadar dan perlunya menyembah Allah. Jangan terlalu diberatkan dengan syariat dalam keadaan mereka belum kenal dan faham benar tentang perlunya kita menyembah Allah.
Kembali ketika Nabi bersyair di depan para Shahabat: semua yang selain Allah itu bathil, kelihatan Nabi sedang asyik masyuk terhadap Allah.
Orang yang cinta terhadap sesuatu, akan terus menyebut yang dicintainya itu, Nama yang dicintainya itu keluar lirih dari qolbunya, bahkan ketika bernafas, kemudian tercium suatu parfum yang sama dengan yang pernah dipakai yang dicintainya, akan teringat dengan yang dicintainya.
Sedang semua yang kita lihat dan yang kita temui di alam semesta ini adalah pasti menemukan jejak jejak yang mendapat nikmat pemberian ijad (diwujudkan) oleh Allah. Jadi semua itu adalah makhluk yang diciptakan dan ada hubungannya dengan Allah. Maka orang yang mencintai Allah akan selalu teringat kepada Allah ketika melihat alam semesta ini. Firman Allah dalam QS Adz-Dzariat:50

Surat Adz-Dzariyat ayat 50

Maka berlarilah (bersegeralah kembali) kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.
Di sini kita diperintahkan untuk bersegera kembali kepada Allah yaitu taat dan berdzikir (menyebut/mengingati) Allah.
Dalam dalam QS Adz-Dzariat:21

Surat Adz-Dzariyat ayat 21

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Apakah dalam qolbu kita ada sesuatu yang lebih besar dari Asma Allah? Sedang dalam QS Al Ankabut:45 disebutkan:

وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (dari apapun yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Mari kita tanyakan pada diri sendiri apakah yang kita rasakan ketika mengucapkan Takbiratul Ihram (Allahu Akbar ketika mulai sholat)? Apakah kita merasakan Allah yang terbesar, yang terpenting dalam hidup kita ini, dari apapun selain Allah? Apakah semua yang selain Allah itu adalah kecil dan tidak ada apa-apanya dibanding dengan Asma Allah?, termasuk jika ketika kita telah telah berbuat taat atau telah tergelincir dalam dosa?

(Wallahu a’lam)



0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian