Pendahuluan
Sanad ilmu yang bertemu dengan Ulama Nusantara
Maulid Simthudduror ditulis oleh Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi. Beliau beraqidah Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah/Maturidiyah, fikihnya bermazhab Syafei dan bertasawuf mengikuti Imam Ghazali dan Imam Junaid Al Baghdadi, demikian juga Imam Abdullah bin Alawi Al Haddad. Guru beliau mempunyai sanad yang juga bersambung dengan guru dari Ulama besar Nusantara, misalnya Syeikhuna Kholil Al Bangkalani, KH Hasyim Asy’ari dan Syeikh Mahfuz Termas yang berguru kepada Habib Husein bin Muhammad Al Habsyi, Mufti Mazhab Syafei Mekkah ketika itu yang menggantikan ayahnya Habib Muhammad Al Habsyi, ayah dari Habib Ali Al Habsyi.
Habib Husein Al Habsyi adalah kakak kandung dari Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi. Oleh sebab itu tidak aneh jika Maulid Simthuddurror ini diterima dengan sebaik-baiknya di Nusantara, karena sanad ilmu yang bersambung itu.
Kisah istimewa masa kecil Habib Ali
Sejak kecil Habib Ali sudah punya tanda-tanda istimewa. Ayah beliau sering keluar berdakwah, sehingga Habib Ali jarang bertemu ayahnya. Ketika masih kecil Habib Ali pergi ke Mesjid, kemudian beliau menggantungkan jubahnya pada sebuah paku di tiang dalam Mesjid. Kemudian beliau pergi bermain. Setelah ini beliau langsung pulang dan baru teringat akan jubahnya yang digantung di Mesjid. Kemudian ibunya mengantar Habib Ali kecil ke Mesjid untuk mengambil jubahnya. Ternyata jubahnya sudah tidak ada di tiang Mesjid. Tak lama kemudian dari tiang itu ada sesosok manusia yang bercahaya yang datang kepadanya dan memberikan jubahnya, sambil berkata: “Ini jubahmu, tadi aku simpankan”. Setelah itu Habib Ali menemui ibunya dan menceritakan kisah itu.
Ibunya bertanya: “Apakah engkau tadi merasa takut?”.
Beliau jawab: “Tidak, saya tidak takut” .
Ibu Habib Ali: “Benar engkau tidak takut?”.
Habib Ali: “Benar Ibu, aku tidak takut”.
Kemudian ibunya berkata: “Kalau begitu, engkau nanti akan menjadi orang istimewa. Semoga Allah selalu menguatkan hatimu”.
Kisah ditulisnya Maulid Simthudduror
Simthu artinya untaian. Ad-Durror artinya mutiara. Simthuddurror artinya untaian mutiara. Simthudduror digubah oleh Habib Ali di masa tua beliau lebih kurang 4 atau 6 tahun sebelum beliau wafat.
Beliau dikenal pandai menulis syair. Syair memuji gurunya dan syair memuji Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dalam Kitab Al Manhaju Sawi, oleh Ulama di generasi setelah beliau disebutkan bahwa Habib Ali Al Habsyi mendapat gelar “Pembawa Bendera Cinta Rasulullah shallallahu alaihi wassalam”. Karena sepanjang hidupnya beliau dikenal selalu mengajak orang mencintai dan merindui Rasulullah shallallahu alahi wassalam. Karena sebaik-baik orang beriman adalah orang yang sangat mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.
Kitab Maulid Simthuddurror ditulis di bulan Safar, bulan sebelum bulan Maulid Rabi’ul Awwal. Pada suatu dari beliau panggil anaknya yang bernama Abdullah atau Muhammad untuk menulis apa yang akan diucapkannya. Maka keluarlah lafaz Maulid Simthuddurror mengalir dari lisannya, dan kemudian ditulis oleh anaknya itu. Jadi Simthuddurror bukanlah karangan tulisan yang dikarang dengan berfikir menimbang-nimbang misalnya “kalimat apa sebaiknya setelah kalimat ini?”. Melainkan mengalir begitu saja dari hati beliau, karena hatinya yang selalu terpaut kepada Rasulullah shallallahu alahi wassalam, karena terlalu sangat mencintainya. Seluruh Kitab Maulid Simtuddirror selesai ditulis masih di bulan Safar. Pada bulan Rabi’ul Awwal Maulid Simmthuddurror kemudian mulai di baca pada perayaan Maulid Nabi. Sebelum menulis Maulid Simthudduror, Habib Ali membaca Maulid Diba’i.
Tersebarnya Maulid Simthudduror
Di Bulan Rabi’ul Awwal itu Maulid Simthuddurror selalu dibaca di rumah murid-murid Habib. Lama lama semakin banyak yang mambaca dan mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Orang yang hadir mendengar Maulid itu menangis terharu karena cinta dan rindu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Banyak cerita-cerita karamah dari orang-orang yang mengamalkannya
Salah satu muridnya yaitu Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi menghadap Habib Ali Al Habsyi memohon izin untuk membaca Maulid Simthuddurror di makam Nabi shallallhu alaihi wassalam. Maka pergilah Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi ke Mesjid Nabawi dan membaca Maulid di sana. Kemudian beliau bermimpi bertemu Rasulullahu shallallahu alaihi wassalam dengan mimpi bisyarah. Kemudian dari peristiwa itu Habib Ali Habsyi mengatakan, kalau begitu Maulid Simthuddurror ini boleh disebarkan. Habib Muhammad bin Idrus kemudian hijrah ke Indonesia membawa Maulid Simthuddurror. Beliau datang ke Betawi (Jakarta), kemudian ke Indramayu, Cirebon dan akhirnya Maulid Simthuddurror itu menjadi amalan rutin di hari Kamis terakhir di bulan Rabi’ul Awwal di Majelis Kwitang Jakarta sama dengan di Majelis Habib Ali. Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi wafat di Indonesia dan dimakamkan di Ampel Gubah.
Ada juga Ulama besar yaitu Sayyid Soleh Jamaullail dari Afrika yang membawa Maulid Simthuddurror di kediamannya. Kemudian menyebarlah Maulid Simthuddurror ke banyak pelosok di dunia.
Sholawat Maulid Simthuddurror
Sholawat pertama (dibaca di bulan Maulid (Rabi’ul Awwal))
Sholawat ke dua (dibaca di selain bulan Rabi’ul Awwal)
Keistimewaan dzikir sholawat kepada Nabi
Sholawat adalah termasuk jenis dzikir. Selain itu ada dzikir membaca tahlil (Laa ilaaha illallah), membaca tahmid (Alhamdulillah), Tasbih (Subhanallahu) atau membaca istighfar (Astaghfirullah). Semua dzkir adalah baik dan dianjurkan untuk selalu melakukannya.
Sholawat itu dzikir yang unik, karena Allah juga melakukannya. Malaikatpun selalu melakukannya, dan ketika kita bersholawat, kita akan selalu melibatkan Allah untuk bersholawat. Kita tidak dapat melakukannya sendiri karena kita terlalu dhoif sedang Rasulullah terlalu mulia, sehingga kita tidak akan sanggup melakukan dengan selayaknya, sehingga kita mesti memohon kepada Allah untuk bersholawat. Maka ketika kita membaca sholawat kita tidak berkata “sholaitu” (aku telah bersholawat) melainkan
“Allahumma sholli ‘alaa Sayidina Muhammad“, (ya Allah aku memohon limpahkanlah sholawat ka atas Baginda Muhammad).
“Shallallahu alahi wassalam” (Semoga Allah selalu melimpahkan sholawat dan salam ke atasnya).
Ketika Malaikat melakukan sholawat, Ulama mengatakan Malaikat beristighafar memohonkan ampun untuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Namun jangan diartikan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam melakukan dosa. Rasul adalah ma’shum tidak pernah berbuat dosa. Maksud Malaikat memohonkan ampun adalah memohon kepada Allah untuk menaikan derajat yang tinggi bagi Rasulullah.
Untuk dapat memahami bagaimana istighfar bukan berarti seseorang sudah berbuat dosa. Misalnya, seorang yang baru belajar Sholat. Ketika sholat pertama ia menutup aurat dengan hanya memakai sarung tanpa baju. Sholatnya sah, dan dia tidak berdosa karena demikian.
Setelah belajar lagi, dia mulai memakai celana, sarung, baju dan peci. Ketika itu ia merasa bersalah bahwa kemarin hanya memakai sarung. Dalam keadaan ini derajat imannya lebih tinggi dari sebelumnya ketika sholat hanya memakai sarung. Demikian seterusnya.
Sedangkan sholawat dari kita adalah bermakna kita mendoakan Nabi kita dengan memohon agar Allah melimpah sholawat kepada Nabi, yaitu memohon kepada Allah untuk melimpahkan sholawat kepada Nabi adalah sangat dalam maknanya, yaitu kita memohon kepada Allah untuk
– melimpahkan rahmat kepada Nabi
– mengagungkan derajat Nabi di dunia
– dengan selalu meninggikan sebutan nama Nabi Muhammad
– dengan selalu menampilkan syiar dakwahnya
– dengan selalu mengekalkan syariatnya
– mengagungkan derajat Nabi di akhirat
– dengan memberi kemampuan Nabi memberi syafaat kepada umatnya
– besarkan balasan pahalanya atas jasanya berdakwah di dunia
– tunjukkanlah kepada semua makhluk ketinggian dan keutamaan maqam (kedudukan) Nabi sebagai sebaik-baik makhluk, serta keunggulan Nabi di atas makhluk makhluk yang istimewa.
Jadi ucapan sholawat “Ya Robbi sholli ‘alaa Muhammad” adalah ucapan yang agung dan dalam maknanya. Ucapan yang kelihatannya ringan sangat besar maknanya.
Suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam sedang sujud lama sekali. Para Shahabat sempat khawatir karena dikira Allah sudah menjemput Nabi. Ketika Rasulullahu shallallahu alaihi wassalam bangun dari sujud, wajah beliau kelihatan ceria berseri-seri menunjukkan kegembiraan yang luar biasa. Para Sahabat kemudian bertanya: “Wahai Rasulullah apa yang membuatmu begitu gembira?”
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam menjawab: “Baru saja, Malaikat Jibril datang kepadaku yang mengatakan, barang siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah akan membalas dengan sholawat sepuluh kali kepadanya.”
Jadi inilah yang membuat Rasulullahu bergembira luar biasa. Jadi seharusnya kita yang telah mendengar ini, hendaknya bergembira sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bergembira, yaitu bergembira dan bersemangat ketika kita bersholawat dari hati kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wassalam, karena dengan itu Allah membalas sholawat kepada kita sepuluh kali.
Kita mungkin sudah berkali-kali mendengar hadits tentang balasan sholawat kepada Nabi, namun kita kurang merasakan keagungannya. Seharusnya kita juga gembira mengamalkannya. Rasulullah shallallahu alaihi wassalam tidak perlu dengan sholawat kita, karena Allah sudah selalu bersholawat tanpa kita bersholawat. Namun Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bergembira sekali bahwa Allah membalas bersholawat untuk kita 10x karena kita bersholawat 1x. Mudah-mudahan setelah ini kita lebih dapat merasakan besarnya dzikir sholawat dan lebih bergembira ketika bersholawat.
Jika seseorang selalu membaca sholawat kepada Nabi maka kebaikan dan kebaikan akan datang kepada orang tersebut. Semoga sholawat kita kepada Nabi dibalas dengan kebaikan oleha Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan jika kita menulis sholawat kepada Nabi, maka selama tulisan itu ada Allah akan memberikan ganjaran kepadanya. Maka tradisi ulama ketika menulis kitab selalu menuliskan sholawat di kitabnya.
Ucapan salam kepada Nabi
Rasulullahu shallallahu alaihi wassalam bersabda, tidak ada seorangpun yang memberi salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruhku ke jasadku sehingga aku dapat membalas salam kepadanya. Ini adalah penghargaan yang besar kepada orang yang memberi salam kepada Nabi, walaupun setelah Nabi wafat. Semoga Allah mudahkan kita untuk selalu mengucapkan salam dan sholawat kepada Nabi shallallahu alaihi wassalam.
Ada satu kisah dari Habib Ali Al Habsyi. Dahulu ada pedagang permen ketika menawarkan dagangannya selalu bersholawat. Ucapannya kira-kira: ” Dijual permen, permen, Allahumma sholli alaa Sasyidina Muhammad wa ‘alaa aali Sayidina Muhammad”. Seorang ulama mendengarnya dan menganggap perbuatan itu berlebihan, kemudian menegurnya.
Suatu ketika Ulama itu berziarah ke makam Nabi. Di dekat makam Nabi shallallahu alaihi wassalam beliau mendengar suara tukang permen itu bersholawat. Maka ulama itu terkejut karena mengetahui bahwa sholawat tukang permen itu memang ternyata sampai kepada Nabi dan dibalas oleh Nabi shallallahu alaihi wassalam.
Kalau kita perhatikan betapa Allah tinggikan derajat Nabi kita sekarang ini, yaitu tidak ada waktu yang kosong dari salam dan sholawat yang disampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, karena di setiap tempat selalu ada saja orang yang memberi salam dan sholawat kepada Nabi. Jika di satu tempat sedang malam masa istirahat, maka di tempat lain adalah waktu pagi, siang atau sore, di mana orang sedang beraktivitas dan tentunya ada yang sedang mengucapkapkan salam dan sholawat kepada Nabi shallallahu alaihi wassalam.
Keindahan Rasulullah digambarkan sebagai Bulan Purnama
Hadits hadits yang menceritakan sifat keindahan fisik Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, diriwayatkan oleh shahabat Rasulullah yang masih kecil. Sedang Shahabat Rasulullah yang sudah dewasa yang melihat keindahan cahaya pada Rasulullah sangat terang sehingga menyilaukan pandangannya. Ketika mereka ini ditanya oleh Tabi’in, bagaimana cahaya wajah Rasulullah, apakah seperti silaunya pedang, dijawab oleh mereka keindahan cahaya Rasulullah seperti cahaya bulan purnama atau dikatakan cahanya seperti cahaya matahari terbit. Adalagi yang mengatakan wajah Nabi bercahaya seperti bulan purnama yang terindah yang tak pernah dilihat sebelum dan setelahnya.
Abu Hurairah ditanya bagaimana wajah Nabi? Dijawab seakan-akan matahari itu berjalan di wajahnya. Oleh sebab itu ketika Rasulullah datang pertama ke Madinah dalam perjalanan hijrah, para Shahabat mendendangkan lagu “Thola’al badru alaina”, “telah terbit Bulan Purnama ke atas kami”.
Tanya-Jawab
- Tanya: Apakah Maulid Simthuddurror ini dapat dijadikan semacam bahtera Dzuriat Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dalam kita menjalani kehidupan kita dan untuk dakwah.
- Jawab: Bisa sekali. Habib Ali Al Habsyi mengatakan umat Islam akhir zaman ini sangat kurang sekali dibanding umat terdahulu. Maka untuk Maulid Simthuddurror ini jika rutin diamalkan, akan menutupi kekurangan amal itu di akhir zaman. Karena di akhir zaman ini amal kita sangat kurangm baik dari jumlah dan dari sempurna. Dengan menumbuhkan cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, melalui membaca Maulid Simthuddurror.
Dikisahkan, di suatu daerah yang minoritas Islam, seorang mencoba berdakwah. Setelah beberapa cara dicoba, tidak banyak yang datang. Namun setelah secara rutin dibacakan Maulid Simthuddurror, terbukalah pintu dakwah, sehingga banyak orang yang datang.
Ada pertanyaan, bagaimana orang yang tidak faham, tetapi membaca Maulid Simthuddurror, apakah mendapat manfaatnya?
Ini sama dengan orang yang makan jeruk yang tidak tahu bahwa dalam jeruk itu ada vitamin C, apakah orang yang makan itu mendapat manfaat dari vitamin C itu?, tentu orang yang makan akan mendapat manfaat vitamin C walaupun tidak faham ada vitamin C di dalam jeruk. - Tanya: Bolehkah kami meminta Ijazah membaca Maulid Simthuddurror dari Habib?
- Jawab: Maulid Simthuddurror boleh diamalkan tanpa Ijazah. Tetapi kalau menginginkan, jadi silakan hadir di Solo. Di sana masih ada sesepuh dari dzuriat Habib Ali Al Habsyi yang dapat memberi Ijazah.
0 Komentar