Al Jalil (الْجَلِيلُ)
Makna Al Jalil
Jalil berasal dari kata Jalal atau Jalla yang artinya wibawa. Makna Jalil berkaitan dengan sifat yang membuat orang segan dan hormat kepada orang memiliki sifat jalil. Sifat Jalil ada Sifat ‘Izzah, Kepemilikan, Kesucian, Keilmuan, Kekayaan, Kekuasaan. Maka Al Jalil dapat diartikan Yang Maha Berwibawa.
Jalil pada makhluk
Wibawa pada makhluk dapat disebabkan karena kecerdasan, kekuasaan dan kekayaan, yang membuat orang segan atau sungkan kepadanya.
Ada orang yang menjadi disegani dan dihormati karena pakaian atau tanda pangkat atau penampilannya. Kewibawaan juga dapat dilihat dari kendaraan, misalnya orang di Indonesia akan lebih segan kepada orang yang berkendaraan merk Eropa dari yang berkendaraan dengan merk Jepang.
Orang dapat berwibawa karena memakai pakaian yang relijius, seperti serban atau kopiah, atau memakai benda yang berharga, atau kendaraan mewah. Kalau polisi berwibawa karena berpakaian seragam atau memakai pangkat. Jika manusia perhatian pada penampilan yang demikian itu, maka dia menjadi sibuk membaguskan penampilan lahiriah untuk menjadikannya kelihatan berwibawa. Maka ada dai yang membaguskan penampilannya agar disebut Ustad. Orang kaya membaguskan rumahnya agar disebut kaya. Ada orang yang membaguskan kendaraannya agar disebut orang yang banyak harta. Ada yang mebaguskan wajahnya dan sebagainya.
Allah Pemilik Mutlak Sifat Al Jalil
Allah adalah Pemilik mutlak semua yang membuat makhlukNya menjadi segan, hormat, cinta dan takut kepadaNya. Karena disebut Pemilik Mutlak maka ditambah huruf alf lam menjadi disebut Al Jalil.
Sifat Jalil (wibawa) dan Jamil (indah) ada kemiripan. Sifat Jalil menjadikan wibawa seseorang membuat orang lain menjadi segan atau sungkan kepadanya. Sedang sifat Jamil menjadikan wibawa seseorang membuat orang menjadi cinta kepadanya. Kedua sifat ini ada pada Allah, Al Jalil Yang Maha Berwibawa dan Al Jamil Yang Maha Indah. Maka Allah juga bersifat Dzul Jalal (Pemilik Kewibawaan) dan Dzul Jamal (Pemilik Keindahan).
Kata Imam Ghozali, di dalam Sifat Al Jalil ada Sifat Al Jamil. Oleh sebab itu kewibawaan Allah membuat makhlukNya itu segan dan cinta kepada Allah. Maka cinta kepada Allah juga membuat kita segan kepada Allah.
Apa beda Al Jalil, Al Kabir dan Al Azhim?
Al Jalil adalah Kesempurnaan Sifat Allah, Al Kabir adalah Kesempurnaan Dzat Allah sedang Al ‘Azhim adalah Kesempurnaan Sifat dan Dzat Allah.
Jika Allah mengenalkan DiriNya dengan Sifat Al Jalil kepada hambaNya, maka hamba Allah itu akan mempunyai khasiyah (rasa khusyu’) kepada Allah.
Apa itu khasyiah atau rasa khusyu’
Khasyiah atau rasa khusyu’ mempunyai 2 cabang rasa yaitu rasa khauf (takut/cemas) dan rasa raja’ (harap). Kedua rasa ini seimbang pada hamba Allah yang mempunyai khasyiah atau rasa khusyu’. Orang yang khasyiah atau khusyu’ inilah yang di dalam Al Qur’an disebut Ulama. Allah Ta’ala berfirman dalam QS Surat Fathir: 28,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Hamba Allah yang mendapat cahaya Al Jalil
Yang Mempunyai Sifat Kewibawaan yang Sempurna hanyalah Allah. Hamba Allah yang mendapatkan cahaya Al Jalil, adalah hamba Allah yang mendapat kewibawaan karena merasa bahwa semua kelebihan yang ada padanya adalah pemberian Allah baik kelebihan materi maupun yang maknawi seperti ilmu. Dia tidak pernah merasa mempunyai itu semua. Apa yang dimilikinya adalah hanya pinjaman dari Allah. Maka jika dia diremehkan oleh orang, dia sama sekali tidak tersinggung, sebab dia mendapat semua itu dari Allah, dan semua yang dimiliknya itu dipergunakan untuk keredhoan Allah bukan karena manusia.
Al Karim (الْكَرِيمُ)
Makna Al Karim
Makna karim adalah yang sanggup untuk membalas dan menghancurkan musuhnya yang telah menyakitinya namun dia tidak melakukannya, dan bahkan memaafkannya. Yang jika berjanji akan menyempurnakan janjinya. Jika dia memberi, dia akan melebihkan pemberiannya dari yang diharapkan oleh orang yang diberi, tidak menghitung berapa yang diberi dan melihat siapa yang diberi. Jika dia disakiti, dia tidak tersinggung, kalaupun membalas, hanya sekedarnya dan tidak berlebihan. Jika ada orang mengadu kepadanya dia tidak akan mengabaikannya.
Hanya Allah Mempunyai Sifat Al Karim Yang Sempurna. Sifat Al Karim ini Mutlak hanya Allah yang Memilikinya.
Maka terjemahan Al Karim yang paling mudah adalah Maha Pemurah atau boleh juga disebut Maha Santai. Jika ada makhlukNya yang ingin menyakitinya dengan mensekutukanNya, Allah mampu menghancurkannya, Allah tidak bertindak segara, Allah membiarkannya dalam waktu yang sangat panjang, dan bahkan akan memaafkannya (jika hamba ini bertaubat).
Hamba yang mendapat cahaya Al Karim.
Orang yang dizhalimi, yang kemudian dia sanggup untuk membalas musuhnya itu, tetapi dia tidak membalasnya, dan bahkan memaafkannya, maka dia di sebut orang yang karim. Orang yang karim akan pemurah, mudah memberi, tidak menghitung pemberiannya dan tidak melihat siapa yang diberi. Jadi jika kita ingin mengetahui apakah cahaya Nama Allah Al Karim sudah masuk ke hati kita, lihatlah apakah kita ini sudah menjadi orang yang pemurah. Maka sering-seringlah kita berdzikir Ya Karim, Ya A’fuw, wahai Yang Maha pemurah, wahai Yang Maha Pemaaf. Agar nur Asma Allah. Al Karim dan Al ‘Afuw masuk ke dalam hati kita.
Karomah dari Nama Allah Al Karim
Di zaman Nabi ada buah yang namanya Karom, kemudian Rasulullah meminta mengganti nama, karena yang bersifat karom adalah manusia.
Setiap mukmin mempunyai cahaya karom dengan berbagai kadarnya. maka marilah kita berlatih untuk bersifat karim
Kata karomah sama asal katanya dengan Al Karim. Karomah berarti kemuliaan yang Allah berikan kepada hambaNya karena Kemurahan Allah, yang jika hamba Allah itu adalah Nabi maka disebut Mu’jizat seperti Nabi Ibrahim yang dilempar ke kobaran api, mendapatkan “Mujizat” yaitu Karomah (Kemuliaan karena Kemurahan Allah) berupa api yang menjadi dingin yang membuat Nabi Ibrahim tidak terbakar.
Allah memberi karomah kepada para wali Allah. Jika Allah memberikan rezeki kepada orang yang ingkar kepada Allah, tentu Allah lebih lagi memberikan rezeki kepada orang yang membela agamaNya dengan karomah. Maka karomah juga dapat disebut pembelaan dari Allah kepada orang-orang yang dikasihiNya.
Tidak mudah untuk dapat meniru akhlak Sifat Allah Al Karim ini, seperti
– dengan banyak memberi kepada orang lain,
– tidak mendendam kepada orang yang telah menyakitinya,
– tidak menghitung pemberian kepada orang lain,
– tidak melihat siapa yang diberi,
– memberi lebih banyak dari yang diharapkan orang yang meminta
Namun jika seorang hamba dapat melakukannya, maka akan terbuka hijab hati untuk lebih dekat kepada Allah. jadi Asmaul Husna ini adalah pintu pintu untuk seorang hamba mendekat kepada Allah, semakin banyak seorang hamba dapat meniru akhlak Allah, semakin terbuka hijab, semakin dekat hamba itu kepada Allah, semakin banyak pembelaan (karomah) dari Allah kepadanya.
Ar Raqiib (الرَّقِيبُ)
Makna Ar-Raqib
Ar-Raqib berasal dari kata raqoba, yang artinya mengawasi. Muroqobah adalah istilah dalam tasawuf untuk mengawasi terhadap hati dan amal diri dalam hubungan dengan Allah. Menurut Imam Ghazali, nama Allah Ar-Raqib bermakna Allah Yang Maha Mengetahui perihal hambaNya dan menjaganya.
Malaikat Raqib hanya mengawasi manusia yang mencatat amalnya, tetapi tidak menjaga manusia untuk selalu berbuat baik.
Pengawal atau “body guard” juga disebut roqib, yaitu yang menjaga seseorang dari yang membahayakan orang yang dijaganya. Termasuk juga tentara dalam suatu negara. Orang yang berolah raga bela diri adalah juga disebut roqib untuk menjaga dirinya.
Raqib juga dapat diartikan untuk menjaga akal dari perkara yang merusak akal.
Tidak ada sesuatupun di dunia kecuali Allah adalah Ar-Raqib Yang Maha Mengetahui perihalnya, Mengawasi dan Menjaganya, mulai dari yang benda yang kecil sampai yang terbesar. Termasuk organ tubuh kita, setiap jengkal tubuh kita dan setiap waktu.
Hamba Allah yang mendapat cahaya Ar-Raqib
Hamba Allah ini senantiasa mengawasi bahwa Allah senantiasa berada dalam qalbunya. Hatinya selalu menyebut dan mengingati Allah. Sehingga hamba Allah ini selalu berhati-hati dalam berkata dan bertindak, agar tidak melanggar perintah Allah. Hamba Allah ini selalu melakukan Muroqabah, mengawasi dirinya.
Mulai dari menjaga tubuhnya agar tetap sehat untuk dapat beribadah. Menjaga akalnya agar selalu mendapatkan masukan yang bermanfaat, dan menjauhkan dari yang merusakkan akal. Menjaga hati (qolbu) agar selalu ingat kepada Allah, menjaga Asma Allah dalam hatinya. Puncaknya menjaga ruhnya agar dapat musyahadah kepada Allah.
Bagi kita orang awam untuk mendapatkan cahaya Ar-Raqib adalah dengan cara terus merasa bahwa diri kita selalu diawasi oleh Allah Ar-Raqib, Yang Maha Mengawasi dan Menjaga. Karena Allah hanya memandang qolbu kita sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim yang berbunyi:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ ». رواه مسلم
Artinya: Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”. HR. Muslim.
Oleh sebab itu hendaklah kita selalu memperhatikan “rupa” bathin (hati) kita. Sebagaimana jika kita hendak pergi ke suatu pertemuan resmi, dimana rupa lahiriah kita diperhatikan, sehingga kita juga memperhatikan penampilan dan pakaian kita. Atau jika kita hendak melamar pekerjaan dimana penampilan kita menjadi perhatian yang dipandang oleh pihak yang mewawancara, tentu kita akan membaguskan penampilan kita.
Demikianlah jika kita tahu bahwa Allah adalah memandang hati kita, maka hendaklah kita terus memperhatikan “penampilan” hati kita agar pantas dipandang oleh Allah Ar-Raqib. Kita bersihkan hati kita dengan taubat dan istighfar, beri pakaian taqwa, tawakal, dzikrullah dan ikhlas. Puncaknya adalah untuk mendapatkan ma’rifatullah di dalam ruh kita.
Mujiib (الْمُجِيبُ)
Makna Al Mujib
Al Mujib artinya Yang Maha Menjawab, Yang Maha Menerima. Yaitu Dzat Yang Maha Mengabulkan permintaan hambaNya yang meminta, Dzat Yang Maha Memperhatikan hambaNya yang mempunyai keperluan yang mendesak.
Bahkan sebenarnya Allah sudah memberi nikmat kepada setiap hambaNya, sebelum hambaNya meminta kepadaNya. Allah sudah menjawab atau mengabulkan doa hambaNya yang berdoa. Namun Allah suka mendengar doa dan permintaan hambaNya. Allah suka hambaNya melakukan usaha atau sebab berdoa. Maka hendaklah kita senantiasa berdoa memohon kepada Allah apa yang ingin kita pinta dari gerak qolbu (hati) kita.
Berdoa tidak mesti dengan bahasa Arab. Pergunakan bahasa yang kita fahami, dan ketika kita berdoa, hendaknya gerak rasa qolbu kita itu terhubung dengan akal dan sejalan dengan lidah. Inilah yang disebut dengan qolbu yang sadar dan hadir ketika kita berdoa.
Hamba Allah yang mendapat cahaya Nama Allah Al Mujib
Hamba Allah yang mendapatkan cahaya Al Mujib, adalah hamba yang menerima apa-apa yang Allah meminta kepadanya. Yaitu hamba Allah ini menjawab dengan melaksanakan perintah Allah, dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah.
Kemudian hamba Allah ini juga menjawab permintaan hamba Allah yang meminta bantuan kepadanya. Baik meminta pertolongan tenaga, material atau ilmu yang dia mampu untuk membantunya.
Allah juga dapat menguji seorang hamba dengan menunda mengabulkan permintaan hamba, atau memberikan sebagian, untuk menguji apakah hamba ini siap menerima pemberian Allah atau permintaan hamba itu. Seorang hamba mesti berprasangka baik kepada Allah bahwa Allah hanya akan memberikan sesuatu kepada hamba ketika hamba memang sudah siap menerimanya.
Demikian juga hamba Allah yang berilmu boleh juga menguji hamba Allah yang lain dalam memberikan sesuatu, untuk melihat apakah orang itu amanah atas pemberian yang diberikan.
Maka Abdul Mujib adalah hamba Allah yang menjawab permintaan Allah dan juga menjawab permintaan hamba Allah yang lain sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Wallahu a’lam
0 Komentar