Halaman 122

Pahala amal yang selalu mengalir setelah kematian

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda, jika seorang bani Adam meninggal dunia, maka pahala amalnya terputus, kecuali tiga yaitu: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya.

Ulama menjelaskan yang dimaksud dengan sedekah jariah misalnya adalah waqaf tanah untuk dipakai sebagai Masjid atau Pesantren dan sebagainya.
Telah dijelaskan pada kajian yang lalu, bahwa sebenarnya sedekah jariah bukan hanya wakaf tanah, contoh membuat sumur atau saluran air yang bermanfaat untuk masyarakat.

Ilmu dapat lebih lama bermanfaat jika ditulis

Sedang yang dimaksud ilmu yang bermanfaat adalah di antaranya adalah Kitab atau tulisan yang ditinggalkan, mengajar dan memberi fatwa. Namun yang lebih tepat dan lebih panjang masanya adalah menulis Kitab, seperti para Ulama yang Mushanif seperti Imam Nawawi dan Imam As Suyuti yang menulis banyak Kitab. Walaupun mereka sudah meninggal atau umurnya tidak panjang, namun ilmunya yang tertulis dalam Kitab masih dipelajari dan masih dapat memberi manfaat, setelah ratusan tahun mereka wafat, ini juga sebagai bukti akan keikhlasan mereka.
Kitab Matan Jurumiah karya Imam Al Sonhaji adalah Kitab yang dipelajari di semua Pesantren. Imam Al Sonhaji ketika menulis Kitab Al Jurumiah, beliau sangat khawatir kalau ketika menulisnya tidak terjaga keikhlasan hatinya. Sehingga setelah beliau selesai menulis, beliau membuang ke tengah laut, kemudian beliau berkata pada dirinya: Jika ketika aku menulis Kitab ini Ikhlas karena Allah, maka Kitab ini tidak akan basah.
Subhanallah, setelah dibuang, Kitab itu muncul lagi di permukaan air dan kembali kepadanya dalah keadaan kering.

Sedang Ulama yang hanya mengajar atau meberikan ceramah, maka manfaatnya hanya dapat dinikmati oleh orang yang mendengarnya langsung. Tetapi ketika Ulama itu wafat, orang tidak dapat lagi mendengarnya. Kecuali ada muridnya yang menjadi alim yang meneruskan mengajar, walaupun hanya satu orang.

Di setiap zaman manusia memerlukan Kitab yang sesuai dengan zamannya

Halaman 123

Suatu hari seseorang datang kepada seorang Ulama besar Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas. Orang itu bertanya, wahai Habib masih perlukah Ulama menulis Kitab di hari ini, sedang Kitab-Kitab sudah banyak, dan ilmu sudah lengkap ditulis. Salah yang hadir berkata, memang tidak ada perlunya menulis Kitab, semua sudah terpenuhi semua sudah dibahas.
Dijawab oleh Habib Umar, tentu saja Ulama tetapi perlu menulis Kitab, diumpamakan jika seseorang memanggil Fulan, dan Fulan itu tidak mendengar, tetapi ada orang lain mendengar. Kemudian orang ini meneruskan memanggil Fulan, dan akhirnya Fulan itu mendengar dan diberitahu bahwa dia sedang dipanggil. Maksudnya zaman dan keadaan berubah, maka Ulama di zaman itu mungkin perlu menulis Kitab yang walaupun ilmunya sama namun pendekatan dan penjelasannya baru, yang lebih sesuai dengan keadaan zaman dan keadaan di zaman dan di tempat itu.

Imam Nawawi telah menulis Kitab Minhaju Thalibin. Ini adalah Kitab Fikih Imam Syafei yang cukup tebal. Setelah Kitab ini tersebar di setiap toko buku, maka tidak lama kemudian, hampir semua penjaga toko menjadi faham bahkan ahli tentang ilmu fikih dari Kitab Minhaju Tholibin. Namun untuk zaman sekarang, tidak banyak orang membaca Kitab ini, termasuk penjaga toko yang menjual Kitab itu. Karena semangat dan kekuatan belajar orang terdahulu berbeda dengan orang zaman sekarang. Maka perlu ada Kitab lain yang lebih sederhana dari Kitab Minhaju Thalibin.

Imam Abdullah bin Alawi Al Haddad berkata: Allah mengirim Ulama yang dapat menjelaskan ilmu agama yang sesuai dengan keadaan manusia di zamannya. Di zaman Imam Nawawi, Ulama yang diutus adalah Imam Nawawi, demikian juga di zaman Imam Abdullah al Haddad diutuslah Ulama seperti Imam Abdullah Al Haddad. Di zaman kita sekarang ini, kebanyakan orang tidak mau susah mencari ilmu, semua ingin cepat memahami, Maka di zaman ini Allah utus Ulama yang sesuai dengan zaman ini. Maka sangat diperlukan Kitab yang sesuai dengan zamannya.

Imam Ghazali berkata, di zaman ini (zaman Imam Ghazali) Umat Islam sudah malas mempelajari ilmu. Maka Imam Ghazali menulis Kitab Mukhtashar (Ringkasan Kitab). Maka di zaman kita ini, perlu lebih meringkas Kitab dari ringkasan Kitab Ulama terdahulu.

Maka akan ada selalu peluang bagi Ulama untuk menulis Kitab yang akan dibaca oleh Umat sezamannya, dan akan terus bermanfaat dan akan menjadi amal yang terus mengalir padanya ketika Ulama itu sudah meninggal.

Para guru menganjurkan muridnya untuk menulis

Habib Abdullah bin Muhammad Baharun, guru dari Habib Zainal Abidin Alkaff dan Ustad Thalha selalu menasehati muridnya, Wahai anak-anakku, tulislah ilmu dalam Kitab, karena ia akan terus menolongmu setelah kematianmu nanti. Ilmu yang dihafal akan hilang jika dilupakan atau orang itu meninggal dunia, tetapi ilmu yang ditulis, dia akan kekal dalam buku, dan pata dipelajari oleh orang yang datang kemudian.
Kita dapat lihat Kitab-Kitab para Ulama terdahulu yang masih dipelajari hingga sekarang. Mereka sudah lama wafat, tetapi ilmunya masih terus membawa manfaat.

Oleh sebab itu perkara menulis Kitab perlu menjadi perhatian kita, terutama bagi mereka yang mempunyai ilmu. Apapun yang ditulis itu satu saat akan sampai. Maksudnya akan sampai di manapun hingga ke negara lain yang ada pembacanya, bahkan diterjemahkan agar difahami oleh orang setempat. Jadi walaupun di zaman ketika Kitab itu ditulis tidak atau sedikit dibaca orang, bukan mustahil Kitab itu akan dibaca setelah lewat beberapa generasi. Sehingga terus mengalir pahala, karena telah memberikan dan mengajarkan ilmu dengan Kitabnya itu. Bahkan dianggap sebagai orang yang berdakwah di jalan Allah, walaupun secara fisik sudah meninggal.

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam berkata: seseorang yang mengajarkan suatu ilmu kepada orang lain, dan orang lain itu mengamalkan ilmu itu, maka pahala amalan orang itu mengalir kepada orang yang mengajarkan, tanpa mengurangi pahala orang yang beramal. Termasuk orang yang megajarkan ilmu termasuk para Ulama yang menulis Kitab, yang isi Kitabnya diamalkan oleh orang yang membacanya.

Manfaat ilmu yang ditulis bagi penulis

Imam Nawawi berkata, bagi seseorang yang mampu menulis, maka hendaknya dia menulis. Di antara manfaatnya adalah

  • Penulis akan lebih memahami Ilmu yang ditulisnya. Karena dia akan memeras tenaga, membaca dan mendalami ilmu itu agar tulisannya diyakini mempunyai dalil dan keterangan yang kuat.
  • Dia akan menjadi orang yang teliti
  • Apa yang dia tulis akan lebih melekat di hatinya.
  • Orang yang menulis akan membaca Kitab-Kitab lain yang berkenaan dengan ilmu yang akan ditulisnya.
  • Orang itu akan murja’ah atau mengulang-ulang ilmu yang ditulisnya

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian