Ar-Rahman (الرحمان), Ar-Rahim (الرحيم)

Keistimewaan Ismu Ar-Rahman

Selalu digandengkan dengan Nama Allah

Ar-Rahman adalah Ismu Allah yang banyak disebut dalam Al-Quran, yaitu ada lebih dari 150 kali. Ar-Rahman adalah Ismu yang amat penting sekali dan selalu digandengkan dengan nama Allah, seperti dalam bacaan Basmalah di setiap awal surat, kecuali Surat Al Baraah (At-Taubah). Allah berfirman dalam QS Al Isra: 110

قُلِ ادۡعُوا اللّٰهَ اَوِ ادۡعُوا الرَّحۡمٰنَ‌ ؕ اَ يًّا مَّا تَدۡعُوۡا فَلَهُ الۡاَسۡمَآءُ الۡحُسۡنٰ

Katakanlah (Muhammad), “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asmaul Husna)

Mengapa kita disuruh memanggil dengan Ismu Ar Rahman, bukan dengan Asma Allah yang lain. Berkata Imam Ghazali dan Imam Zarruq, bahwa Ar-Rahman juga Ismu Jalalah, nama yang Agung. Jadi Ismu Jalalah, selain Nama “Allah”, juga Nama “Ar-Rahman”. Dalam Surat Thaha ayat 5 Allah berfirman:

Surat Thaahaa 20:5

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy.

Ini menunjukan keistimewaan nama Ar-Rahman di antara Asma Allah yang lain. Allah menampakkan Sifat Rahmah (Kasih SayangNya) kepada makhlukNya. Ar-Rahman diambil dari kata rahmat (kasih sayang).

Allah menetapkan Sifat Rahmat (Kasih Sayang) pada diriNya

Ditegaskan lagi dalam QS Al An’am 54 ayat Allah menetapkan Sifat Rahmah (Kasih Sayang) berfirman:

وَاِذَا جَآءَكَ الَّذِيۡنَ يُؤۡمِنُوۡنَ بِاٰيٰتِنَا فَقُلۡ سَلَمٌ عَلَيۡكُمۡ‌ كَتَبَ رَبُّكُمۡ عَلٰى نَفۡسِهِ الرَّحۡمَةَ

Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu, maka katakanlah, “Salamun ‘alaikum (selamat sejahtera untuk kamu).” Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya,..

Rasulullah bersabda, Allah mempunyai 100 rahmat. 1 rahmat Allah berikan di dunia kepada alam semesta ini dari pertama diciptakan alam dunia ini. Sedang 99 rahmat diberikan Allah di akhirat.

Rasulullah diutus sebagai rahmat untuk seluruh alam

Allah berfirman dalam QS 21:107

21:107

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah rahmat (kasih sayang) untuk seluruh makhluk. Jadi untuk kita dapat memahami Sifat rahmat Allah ini, maka kita perlu melihat diri Nabi kita Muhammad shallallahu alaih wassalam. Bagaimana kehidupan Nabi dari lahir hingga wafatnya, bahkan dari sebelum lahirnya atau sebelum alam ini diciptakan.
Kita ambil contoh perilaku Nabi yaitu ketika seorang badui datang memasuki Mesjid Nabawi dan buang air di dalam Mesjid,, sedang ketika itu Nabi dan Shahabat sedang berada di Mesjid. Para Shahabat hendak marah, tetapi Nabi mencegahnya, bahkan membiarkan orang Badui itu menyelesaikan hajatnya. Dan masalah selesai dengan kebaikan untuk semuanya.
Demikian kisah Nabi ketika datang ke Thoif, kemudian diusir dan dilempari batu. Ketika Malaikat menawarkan Nabi untuk menghukum kaum Thoif dengan menimpakan gunung ke atas Thoif. Nabi tidak menghendaki kaum Thoif itu dihukum, bahkan meminta Allah mengampuni mereka dan mengharapkan keturunan kaum Thoif itu menjadi orang beriman di kemudian hari.
Di sini Nabi mengajarkan kepada kita agar selalu membalas perbuatan buruk orang lain dengan hal yang lebih baik.

Kaitan Isra’ Miraj dengan QS Thaha ayat 5

Kembali pada QS Thaha:5 tadi, Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy. menunjukkan istimewanya Ismu Ar-Rahman. Hakikat Sifat rahmaniyah Allah ini disebutkan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dibersihkan dadanya dan kemudian dizinkan Allah untuk bermunajat kepada Allah di maqam ‘Arsy. Tapi bukan berarti Allah berada secara zahir di atas ‘Arsy. Ini menunjukkan derajat Nabi adalah derajat yang tertinggi dari seluruh makhluk Allah, yang disebut Maqoman Mahmudah atau Maqom Wasilah, sehingga ketika nanti di akhirat, ketika seluruh Nabi dimintai Syafaat oleh umat manusia, tidak ada yang menyanggupi. Dan hanya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam yang menyanggupi untuk memberikan syafaat.
Jadi ‘Arsy itu adalah simbol maqam ruhaniah tertinggi dari seorang hamba yang dapat dicapai atas izin Allah, yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Namun ketika mencapai maqam tertinggi, di dalam Quran Surat Al Isra: 1 sebagai hambaNya (‘abdihi).

Surat Al-Israa'  17:1

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Demikian juga ketika Nabi sedang beribadah disebut dengan hamba Allah (‘Abdullah).

Surat Al-Jin Ayat 19

Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.

Beda Ar-Rahim (الرحيم) dengan Ar-Rahman (الرحمان)

Apa beda Rahman dan Rahim? Menurut Imam Fakhrurrozi. Secara harfiah, asal kata Rahman dan Rahim adalah sama yaitu terdiri dari huruf رح م . Kata Rahman ditambah dengan 2 huruf ن dan ا menjadi رحمان sedang kata Rahim ditambah hanya dengan 1 huruf yaitu huruf ي menjadi رحيم.
Dalam kaidah bahasa Arab disebutkan, bertambah rangkaian hurufnya suatu kata maka bertambah pula maknanya. Rahman bertambah 2 huruf dan Rahim hanya bertambah 1 huruf maka makna Rahman adalah lebih luas dari makna Rahim. Rahim Allah adalah rahmat yang diberikan hanya kepada orang yang beriman kepada Allah. Rahman Allah adalah rahmat yang mutlak diberikan kepada seluruh makhluk baik orang yang beriman maupun kepada orang yang tidak beriman. Bahkan mencakup seluruh makhluk, baik manusia, jin, hewan, tanaman, batu dan sebagainya. Allah tidak kekurangan apapun dengan memberikan rahmah kepada makhluk.

Wali Allah diberikan Sifat Allah yang sesuai dengan namanya.

Oleh sebab itu nama Rahman tidak boleh dipakai oleh makhluk, tetapi mesti ditambah dengan Abdurrahman. Artinya hamba dari yang Maha Pemberi Rahmat, Hamba yang diberikan oleh Allah Sifat Abdurrahman ini, menjadikannya orang yang amat berkasih sayang kepada semua orang baik yang beriman maupun orang yang tidak beriman, sehingga kadang orang yang tidak faham menuduhnya pluralis. Seorang Wali yang diberi Sifat Abdulqahar, dia menjadi orang yang berani dan kuat, seperti Sayidina Umar bin Khattab. Dan seterusnya dengan hamba dengan nama Abdu (hamba) dari Asma dan Sifat Allah yang lain mempunyai sifat yang menonjol yang sesuai dengan Asma dan Sifat Allah itu.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam makhluk pertama diciptakan, yang paling dicintai Allah dan tauladan bagaimana Allah menyayangi makhlukNya

Hamba Allah yang diberikan sifat hamba dari seluruh Asma dan Sifat Allah hanyalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Jadi 100 bagian rahmat Allah yang disebut di atas tadi hakikatnya Allah tumpahkan pada diri Nabi Muhammad, sehingga terpancarlah sifat rahmat Allah itu dari diri Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam untuk seluruh makhlukNya.
Jadi jika ingin mengetahui bagaimana Allah menyayangi makhlukNya, maka lihatlah bagaimana Nabi menyayangi makhluk Allah. Kalau kita lihat bagaimana Nabi memperlakukan orang atau bahkan satu kaum yang telah menyakitinya, bukan hanya menyakiti secara lisan tetapi juga menyakiti fisik Nabi, tetapi Nabi tidak membalasnya. Mengapa? Karena seluruh alam ini adalah cahaya rahmat Allah yang terpancar dari diri Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Sehingga boleh dikatakan Nabi Muhammad adalah “Induk” dari alam semesta

Allah menegaskan: ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang paling Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bi haqqihi (dengan berkah kebenarannya), engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau tidak Aku ciptakan’. (HR. al-Hakim, at-Thabrani dan al-Baihaqi).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah Al Qalam.” (HR. At Tirmidzi). Al Qalam yang dimaksud disini adalah Nur Nabi Muhammad. Sebagaimana disebut dalam QS Al Qalam: 1 di Tafsir Isyari.

Surat Al-Qalam Ayat 1

Nun, demi Al Qalam dan apa yang mereka tulis,

Jika Nabi kita adalah “Induk” dari seluruh makhluk Allah ini, maka tentulah tidak akan membiarkan “anak”nya yakni makhluk Allah ini celaka. Tentu Nabi ingin kebaikan dan keselamatan untuk seluruh “anak-anak”nya, sebagaimana ibu mengasihi anaknya. Bahkan melebih kasih sayang ibu kepada anak kandungnya. Jadi kita semua adalah “anak-anak” dari pancaran rahmat Nur Nabi Muhammad, yang dipancarkan dari Sifat rahmat Allah.
Ar-Rahman adalah Sifat Allah yang mutlak, maksudnya Allah tidak akan berkekurangan sedikit karena melimpahkan rahmatNya kepada makhlukNya. Sedangkan rahmat (kasih sayang) yang ada pada makhluk yang diberikan kepada makhluk lain akan menjadikan ada yang berkurang dari makhluk yang memberikan rahmat itu.

Berdzikir dengan Asma Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahim untuk menyerap sifat rahmat Allah dalam ruhani kita

Kembali pada QS Al Isra: 110

قُلِ ادۡعُوا اللّٰهَ اَوِ ادۡعُوا الرَّحۡمٰنَ‌ ؕ اَ يًّا مَّا تَدۡعُوۡا فَلَهُ الۡاَسۡمَآءُ الۡحُسۡنٰ

Katakanlah (Muhammad), “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asmaul Husna)

Ini adalah dalil bahwa kita boleh berdzikir dengan menyebut Ismu Allah dan Ar-Rahman. Jadi jika ada yang melarang berdzikir dengan Asma Allah ini adalah tidak berdasar. Jadi kita perlu menyampaikan dalil tentang dibolehkannya dzikir dengan Asma Allah ini.

Bagaimana agar Asma dan Sifat Allah ini dapat terserap ke dalam ruhani kita dan terus têrpantul dalam diri kita. Cara seorang hamba agar dapat menyerap pancaran Sifat Rahmat Allah ini adalah dengan menyayangi dan empati kepada hamba Allah yang terkena musibah, terutama musibah ruhani, yaitu musibah telah lalai kepada Allah, sehingga melakukan dosa. Setelah kasihan dan empati, kemudian berusaha menarik atau mengangkat hamba yang telah lalai itu agar naik menjadi kembali ingat kepada Allah.
Caranya bagaimana? Tidak semua orang dapat berubah dengan langsung ikut bertasawuf, berdzikir kepada Allah atau membaca Quran. Sebaiknya mereka diajak saja untuk mengaji atau mendengarkan dahulu, itupun sudah cukup.
Nabi ketika mengajar para Shahabatnya tidak sama caranya. Ada yang dibolehkan beribadah seperti puasa sunat atau membaca Quran yang banyak. Namun ada pula yang justru dilarang untuk melakukannya, atau melakukan dengan secukupnya saja, tergantung dari kecepatan dan kemampuan ruhani para Shahabat.
Jadi bagaimana caranya mereka untuk kembali mengingat Allah, adalah dengan cara menasihati dengan lembut, dengan niat agar mereka yang dinasihati mendapatkan percikan rahmat Allah. Sehingga mereka menjadi berubah kepada kebaikan dan bertambah dekat kepada Allah, dan bukan justru berkata kasar kepada mereka yang justru menjauhkan mereka dari Allah.
Demikian Allah dengan Sifat RahmatNya. Dan memang kalau kita membaca Sifat-Sifat Allah ini, akan kita dapat Sifat yang menggambarkan Kasih Sayang Allah lebih banyak dari Sifat yang menggambarkan Sifat Ketegasan Allah seperti Maha Menyiksa, Maha Menghukum dan Maha Membalas.
Jika seseorang mengenal Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam, tentu dia akan mengambarkan Nabi adalah seorang yang amat berkasih sayang dan bukan orang yang ganas atau kasar.
Jadi kalau kita diperlakukan kasar oleh orang lain, atau ada orang jahil menggambar Nabi, jangan kita membalas dengan memaki atau berbuat kasar, seperti mereka.

Hadits tentang penghukuman orang atas perbuatan yang melampaui batas, adalah disebabkan adanya Qadhi (Hakim) yang ditunjuk negara yang sudah diadili dan memutuskan bahwa orang itu sudah layak untuk dihukum. Bukan sembarang orang dapat melakukannya. Kalau kita belum mempunyainya, maka kita doakan agar dia mendapat hidayah, atau kita berusaha menemuinya untuk menegurnya atau berdialog sesuai kemampuan kita. Kita juga bermuhasabah, jangan-jangan ada kontribusi kita, karena tidak membawa nama Nabi dan Islam menjadi berwibawa, maka orang lain jadi meremehkannya.
Kita juga mesti melihat jika seseorang telah melakukan maksiat, hakikatnya orang itu telah kena musibah buruk yang menimpa dirinya sendiri. Jika kita mudah kasihan karena orang terkena musibah lahir, semestinya kita juga kasihan kepada mereka yang tertimpa musibah ruhani yang membuatnya celaka.
Musibah ruhani ini jauh lebih berbahaya daripada musibah fisik. Karena musibah fisik hanya menderita di dunia, sedang musibah ruhani menderita di dunia dan akhirat.
Maka kita mesti prihatin dan kasihan kepada mereka yang terkena musibah ruhani.
Sifat Rohim Nabi Muhammad adalah Sifat rahmat Nabi kepada orang beriman sehingga Nabi ingin sekali membantu orang beriman sehingga dapat membantu orang beriman itu dari penderitaan musibah ruhani sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Taubah: 128.

9:128

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.

Mari kita coba amalkan sifat rahmat dan rohim ini kepada diri diri sendiri dengan menciptakan pandangan kita yang luas. Kita tidak perlu emosi mendengarkan orang berkata kasar tentang Nabi. Dalam riwayat Imam Tarmizi, Ar Barra bin Azib ditanya oleh rekannya: “apakah wajah Nabi itu seperti pedang?”. Pedang itu simbol dari tajam, tegang dan menakutkan. Beliau tidak marah dan justru dijawab dengan tenang: “Tidak, wajah Nabi seperti rembulan yang menyejukan”
Cara mendekat kepada Allah melalui Ismu Ar-Rahman.
1. Kita memandang luasnya rahmat Allah. Jika orang tidak beriman saja Allah beri rezeki walaupun orang itu durhaka kepada Allah, tentulah orang beriman juga diberi rezeki oleh Allah
2. Untuk mendapatkan curahan rahmat Allah, bertaubat dan kembalilah kepada Allah atas kesalahan/dosa , jangan pernah putus asa kepada rahmat Allah, walaupun kita masih tidak dapat menghindari dari kesalahan yang sama. Teruslah dan jangan berhenti untuk bertaubat dan kembali kepada Allah yaitu kembali berbuat baik. Allah tidak pernah bosan untuk menerima taubat dan mengampuni dosa. Jangan menunggu bertaubat setelah kita mampu berhenti mengulangi dosa atau maksiat itu. Kita fokuskan pada taubat kepada Allah bukan kepada dosa yang tidak dapat dihindari. Kita mengingati Surat An’am: 54, bahwa Allah telah mewajibkan dirinya untuk mencurahkan rahmat kepada makhlukNya.
3. Memandang semua orang dengan pandangan kasih sayang. Mudah memberi maaf dan mendoakan orang lain untuk kebaikan.
Wallahu a’lam



1 Komentar

Andri Permana · 13. September 2021 pada 5:36

Assallamuallaikum Wr. Wb.
Terima kasih atas materi kajian ini, sangat menambah wawasan cakrawala berpikir saya.

Hormat dan salam saya buat Buya Arrazy, dan tim Kmibremen..

Wasalamuallaikum wr.wb

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian