Ilmu Kalam adalah ilmu yang mencerahkan akal terhadap kebenaran Islam, Kebenaran Allah dan RasulNya

Ilmu Kalam adalah salah satu ilmu dalam Islam yang sangat penting, karena Ilmu ini menjelaskan kebenaran Islam yang beraqidah Ahlusunnah wal Jamaah dengan mencerahkan akal, Sehingga fitrah manusia yang sehat akalnya akan mengakui dan tunduk dengan kebenaran Islam. Akal manusia dengan fitrahnya juga menolak aqidah yang menyimpang.
Oleh sebab itu, Ilmu ini sering dimusuhi oleh golongan yang menyimpang dari Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. Mereka bahkan berusaha mendowngrade Ilmu Kalam dengan mengatakan Ilmu Kalam bukan dari Islam. Padahal ilmu Kalam adalah ilmu yang agung yang dengannya secara fitrah akal, manusia pasti mengakui kebenaran Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.
Sebenarnya ketika mereka berusaha mendowngrade Ilmu Kalam yang akan dijelaskan dalam kajian ini, mereka juga menggunakan Ilmu Kalam versi mereka. Yaitu ilmu Kalam yang tidak menggunakan kaidah Ilmu Mantiq yang benar, Oleh sebab itu mereka menolak juga Ilmu Mantiq, karena ketika mereka mempelajarinya,, ilmu ini akan membuka kelemahan ajaran mereka sendiri.
Maka munculnya aliran-aliran yang menyimpang itu adalah karena melemahnya Ilmu Kalam di kalangan umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

Apa itu Ilmu Kalam?

Ilmu Kalam adalah gabungan dari 3 perkara:
1. Ilmu itu adalah yang diyakini kebenarannya 100%. Jika kurang dari 100%, tidak dikatakan itu adalah ilmu. Oleh sebab itu ilmu Aqidah yang sangat penting untuk keselamatan kita di dunia dan akhirat, mesti 100% benar dan tidak ada keraguan sedikitpun.
2. Ilmu itu mesti jujur menjelaskan sesuai dengan realitas atau keadaan sebenarnya. Sesuatu yang diyakini 100 persen, belum tentu sesuai dengan kenyataan dan benar. Misalnya dikatakan bahwa Allah adalah Maha Esa. Kita yakin 100 persen bahwa Allah adalah Maha Esa. Pada realitasnya memang Allah adalah benar-benar Maha Esa. Tetapi ada orang yang berkeyakinan 100%, bahwa Tuhan lebih dari satu, padahal pada kenyataannya mustahil ada tuhan selain Allah.
3. Ilmu dan realitas itu mesti berdasarkan dalil dan bukti yang jelas. Dalil dalam Ilmu Fiqih dapat difahami dengan berbagai pemahaman, Ada juga dalil ilmu Fikih yang memang berbeda. Oleh sebab itu dalam perkara Fikih ada beberapa perbedaan dalam mengistinbat hukum. Sehingga ada 4 Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah sampai hari ini yang diakui, dan semuanya benar. Sedang dalil dalam ilmu Aqidah mesti dipastikan 100% benar dan dipastikan tidak ada potensi salah. Oleh sebab itu dalil dalam Ilmu Aqidah mesti berdasarkan dalil Naqli (dinukil dari wahyu) yang berupa Qur’an dan Hadits yang mutawatir serta berdasarkan dalil Aqli yang sehat, sesuai dengan fitrah manusia, sehingga manusia yang masih mempunyai akal yang sehat akan meyakininya secara fitrah, dengan suka rela dan tanpa paksaan.

Ilmu Kalam lebih luas dari Ilmu Aqidah. Ada banyak definisi tentang Ilmu Kalam. Imam Adh-dhuddin Al-Ij (abad 7 H) mendefinisikan Ilmu Kalam dalam Kitab Al Mawaqif sebagai berikut:
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membuktikan kebenaran Aqidah Islam dengan cara mendatangkan dalil yang membenarkan Aqidah itu, serta dapat menjelaskan dan membuktikannya kepada orang lain.

Tugas Ilmu Kalam

  1. Menjelaskan konsep Aqidah serta mendefinisikan semua istilah-istilah yang ada dalam ilmu Aqidah dan memahaminya.
  2. Membuktikan apa yang difahami pada point 1, tentang kebenaran dengan dalil Naqli dan juga dalil Aqli. Termasuk Ilmu pengetahuan tentang alam ini (ciptaan Allah). Karena Ilmu Pengetahuan akan mendukung Kebenaran agama Allah, dan tidak akan bertentangan dengan agama. Oleh sebab itu agama Islam diterima melalui akal secara fitrahnya dan diakui oleh hati dengan sukarela serta berserah diri.
  3. Menjelaskan kebenaran dengan bukti kepada orang lain yang menolak atau mereka yang aqidahnya menyimpang dari Aqidah Islam. Pada waktu menjelaskan biasanya akan timbul perdebatan. Sehingga ilmu Kalam ini sering dipandang oleh kebanyakan orang pada point ke-3 ini yaitu fokus pada perdebatan.

Dengan melihat definisi dan tugas Ilmu Kalam ini, kita melihat bahwa inilah sebenarnya tugas para Nabi. Jika kita mempelajari sejarah Nabi-Nabi seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihim wassalam, kita melihat bahwa para Nabi itu diutus Allah untuk menjelaskan kebenaran Aqidah agama Islam dan menjelaskan kekeliruan agama dan aqidah yang menyimpang, dengan mengajak kaumnya untuk menggunakan akal yang sehat.

Oleh sebab itu kita banyak menemukan seruan dalam Al Qur’an tentang pentingnya kita bertafakur, berfikir dan menggunakan akal dalam memperhatikan alam semesta sebagai ciptaan Allah. Al Qur’an sangat memuliakan akal dan tidak pernah mencela akal.

Manfaat Ilmu Kalam

Orang yang tidak faham ilmu Kalam, terutama yang Aqidahnya menyimpang dari Ahlussunnah wal Jamaah, sering merendahkan ilmu Kalam dengan mengatakan: Ilmu Kalam tidak bermanfaat, ilmu yang hanya banyak bicara, ilmu debat dan sebagainya. Padahal Ilmu Kalam sangat agung dan sangat bermanfaat, karena membicarakan tentang Sifat Allah dan RasulNya, sehingga seorang hamba dapat mengenal Allah yang disembahnya dengan sesungguhnya dan mengenal Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang menjadi suri tauladan.
Manfaat ilmu Kalam adalah
1. Menyelamatkan Aqidah kita, agar kita mengenal Allah dan RasulNya dengan sebenarnya, sehingga ibadahnya diterima oleh Allah. Oleh sebab itu, orang yang mengenal Allah secara hakiki, adalah hanya orang yang beraqidah Ahlussunnah wal Jamaah. Sebanyak-banyak orang beribadah, jika Aqidahnya tidak benar, maka mustahil dapat mengenal Allah dengan sebenarnya.
2. Menjadikan orang lebih mengenal dirinya sebagai hamba Allah, sehingga menjadi tawadhuk, selalu ingin memperbaiki akhlaknya, baik kepada Allah maupun kepada sesama hamba dan makhluk Allah.

Apa yang dibahas dalam ilmu Kalam?

Pada zaman dahulu, perkara yang dibahas dalam Ilmu Kalam terbatas tentang Allah dan RasulNya. Namun dikemudian hari, pembahasan Ilmu Kalam meluas pada perkara apapun, yang membuktikan Aqidah Islam. termasuk Ilmu Pengetahuan. Sehingga Ulama Ilmu Kalam banyak yang juga ahli dalam ilmu dunia, selain ilmu agama.

Allah berfirman dalam Qur’an Surat Fussilat Ayat 53

سَنُرِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ

Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa Allah akan memperlihatkan KekuasaanNya pada seluruh ciptaanNya termasuk pada diri manusia.

Diceritakan dalam Al Qur’an bagaimana Nabi Ibrahim alaihi salam menjelaskan bagaimana Sifat Tuhan yang semestinya, agar mudah diterima akal kepada umatnya. Yaitu dengan perumpamaan matahari, bintang dan bulan sebagai tuhan yang mereka sembah yang kadang muncul dan hilang. Maka mustahil tuhan bersifat muncul dan hilang (Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 76-78).
Kemudian dalam Al Qur’an Surat Al Anbiya ayat 58:64 diceritakan peristiwa hancurnya berhala dengan menyisakan satu berhala yang terbesar, yang ketika nabi Ibrahim ditanya siapa yang menghancurkan berhala-berhala ini? Nabi Ibrahim menjawab mengapa tidak ditanyakan kepada berhala yang terbesar yang tidak hancur? Maka kaum Nabi Ibrahim menjadi sadar akan kekeliruannya.
Demikian juga Nabi Musa berdebat dengan Fir’aun diceritakan dalam Al Quran Surat Asy-Syu’ara ayat 23-26), Bahwa Allah adalah Tuhan Pencipta alam dan Tuhan dari Fir’aun dan nenek moyangnya, yang membuat pengikut Fir’aun menjadi sadar akan kekeliruannya menjadikan Fir’aun sebagai tuhan.
Perdebatan Nabi Muhammad shallallahu alahi wassalam dengan pemuka agama Nasrani dan Yahudi diceritakan di dalam Al Qur’an Surat Ali Imran.

Ilmu Aqidah dan Ilmu Kalam adalah ilmu tujuan yang paling agung

Keagungan Ilmu Kalam adalah karena Ilmu ini bertujuan untuk mengetahui tentang Allah, Dzat Yang Maha Agung dan RasulNya sebagai fokus dalam ilmu Kalam. Oleh sebab itu ilmu Kalam adalah termasuk ilmu tujuan yaitu ilmu dipelajari untuk memahami ilmu Kalam itu sendiri. Berbeda dengan ilmu alat yang dipelajari untuk memahami ilmu lain sebagai tujuannya, seperti Ilmu Nahwu Sharaf (ilmu bahasa Arab), yang dipelajari sebagai salah satu ilmu alat yang bertujuan memahami Ilmu pokok agama, yaitu ilmu Fiqih, Ilmu Aqidah, Ilmu Tafsir Qur’an dan Ilmu Hadits.
Dari 4 Ilmu ini yang paling penting adalah Ilmu Aqidah. Karena Ilmu Fiqih, Ilmu Tafsir dan Ilmu Hadits dipelajari karena kita sudah beriman kepada Allah dan RasulNya. Ilmu-Ilmu itu diyakini benar karena berdasarkan keyakinan akan kebenaran Allah yang mempunyai Sifat Kalam yang disampaikan melalui utusanNya, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam yang dijelaskan dalam Ilmu Aqidah dan ilmu Kalam. Oleh sebab itu ilmu Kalam disebut juga dengan Ilmu Ushuluddin.

Ulama yang pertama memperkenalkan Ilmu Kalam

Ilmu dalam agama Islam berkembang sesuai dengan keperluan zamannya. Islam di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wassalam diajarkan secara langsung oleh Nabi. Ketika itu pembagian ilmu belum diperlukan, karena para Shahabat dapat memahami agama Islam secara langsung tanpa perlu memisahkan topik dalam Ilmu yang disampaikan oleh Nabi. Namun setelah Rasulullah wafat. Umat Islam memerlukan pendekatan pembelajaran ilmu yang berbeda, karena perkembangan zaman dan adanya masalah baru yang timbul di zamannya. Contoh Ilmu Nahwu/Sharaf adalah ilmu untuk mempelajari bahasa Arab perlu disusun, karena semakin banyaknya Umat Islam yang berasal dari bukan bangsa Arab.
Ilmu Tajwid diperlukan untuk mempelajari cara membaca Al Quran agar kita tidak keliru dalam membaca Al Qur’an. Ilmu Fikih disusun agar umat Islam dapat melakukan Ibadah dengan benar, sehingga sekarang ada 4 Mazhab Ilmu Fikih yang Mu’tabar yang diakui dalam Ahlussunnah wal Jamaah.

Penyimpangan Aqidah sudah ada di zaman Rasulullah dan Shahabat, dengan adanya kaum Khawarij dan kaum Syiah. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam sudah menyebutkan dalam suatu hadits bahwa Umat Islam akan terpecah menjadi 73 bagian. Perpecahan yang dimaksud adalah perpecahan di bidang Aqidah.

Di akhir abad ke 3 Hijriyah, masalah Aqidah yang menyimpang sudah semakin meluas terutama Aqidah Mu’tazilah yang menguasai pemerintahan. Pada saat itu ada Ulama besar yang fokus pada penyusunan Ilmu Aqidah dan Ilmu Kalam yaitu Imam Abul Hasan Al Asy’ari dari Bagdad (Iraq) untuk mempertahankan Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dan menjawab fitnah Aqidah dari kaum yang menyimpang dari Ahlussunnah wal Jamaah,
Beliau menyusun Ilmu Aqidah dan Ilmu Kalam untuk mempertahankan Ahlussunnah wal Jama’ah menghadapi Aqidah yang menyimpang seperti Jabariyah, Qodariyah (Mu’tazilah), Mujassimah, Khawarij dan sebagainya.
Ketika itu jika Imam Asy’ari mengetahui ada Ulama dari kaum Mu’tazilah yang ada di suatu tempat, Imam Asy’ari akan mendatanginya agar Ulama itu sadar dan tidak menyebarkan Aqidah Mu’tazilah. Akhirnya kaum Mu’tazilah semakin berkurang karena banyak yang sadar kembali dengan penjelasan dari Imam Asy’ari. Beliaulah Ulama yang dikenal begitu besar jasanya dalam membela Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dengan cara pendekatan beliau yang diterima oleh jumhur Ulama. oleh sebab itu para Ulama kemudian menamakan Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dengan Aqidah Asy’ariyah untuk mengenang jasanya yang menyelamatkan Aqidah Umat Islam.
Ajaran beliau kemudian diteruskan oleh murid-murid beliau dan terus berkembang dan diterima ke daerah Islam yang mayoritas berbahasa Arab. Penganut Mazhab Fikih Maliki dan Syafei mayoritas belajar Aqidah mengikuti pendekatan Ilmu Aqidah yang disusun oleh Imam Abul Hasan Al Asy’ari

Di daerah Islam yang mayoritas tidak berbahasa Arab juga ada Ulama yang juga dikenal membela Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu Imam Abu Mansur Al Maturidi dari Samarkand (Uzbekistan). Pendekatan Ilmu Aqidah yang disusun beliau juga diteruskan oleh murid-muridnya dan berkembang di daerah Islam yang mayoritas tidak berbahasa Arab, yaitu daerah yang disebut “Maa waraa’u nnahar”, yaitu daerah di belakang sungai Jaihan (Amu Darya). Penganut Mazhab Fikih Hanafi mayoritas belajar Aqidah mengkuti pendekatan Ilmu Aqidah yang disusun oleh Imam Abu Mansur Al Maturidi.

Selanjutnya Ulama-Ulama dari murid Imam Asy’ari bertemu dengan Ulama-Ulama dari murid Imam Maturidi. Mereka membandingkan pendekatan Ilmu Aqidah kedua Imam itu dan berkesimpulan bahwa secara garis besar pokok-pokok ajarannya sama. Sehingga Aqidah Ahlusunnnah wal Jama’ah kemudian dikenal dengan Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah Asy’ariyah Maturidiyah.

Di setiap zaman sebenarnya ada Ulama yang membela Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. termasuk Ulama-Ulama sebelum Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur Maturidi, seperti Imam Haris Al Muhasibi dan Imam Abdullah Ibnu Kullab. Namun Imam Asy’ari dan Imam Maturidi adalah dua Imam yang dikenal paling besar perjuangan dan pembelaannya.

Hukum mempelajari Ilmu Kalam

Sebagaimana Ilmu Fikih dan Tasawuf, hukum mempelajari Ilmu Kalam secara global adalah wajib bagi setiap muslim (fardhu ‘ain). Karena mempertahankan Iman adalah wajib bagi setiap muslim. Ilmu ini sangat penting, agar kita dapat memegang teguh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Oleh sebab itu bagi yang mampu, dianjurkan untuk selalu mempelajarinya untuk terus meningkatkan pemahaman dan keyakinan terhadap Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dan dapat membela dan memperjuangkannya.

Mempelajari Ilmu Kalam secara detail termasuk ilmu Fardhu Kifayah. Jika ada Ulama yang mempelajari Ilmu Kalam secara detail maka kewajiban itu gugur bagi masyarakat Islam di sekitarnya. Ulama Ilmu Kalam sangat penting dan diperlukan oleh masyarakat Islam. Agar ada Ulama yang membela Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah ketika ada umat Islam yang mulai menyimpang atau ada fitnah dari kaum yang menyimpang Aqidahnya.

Mengapa disebut Ilmu Kalam?

Ilmu ini disebut Ilmu Kalam karena 4 sebab:

  1. Pada zaman dahulu Sifat Kalam Allah adalah Sifat yang menjadi perdebatan Ulama yang menyebabkan banyak korban. Ini adalah akibat kaum Mu’tazilah yang ektrim yang ada di pemerintahan Islam waktu itu yang memaksa Ulama mengatakan Allah tidak mempunyai Sifat Kalam, sehingga mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluk Allah dan bukan Kalam Allah. Padahal kita tahu bahwa Allah mempunyai Sifat Kalam.
    Banyak Ulama waktu yang ditangkap dan disiksa. Di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hambal. Bahkan ada juga Ulama yang terbunuh oleh pemerintah waktu itu.
  2. Dalam mempelajari ilmu Kalam perlu ada dialog, diskusi dan berbicara (kalam). Karena ilmu ini memerlukan perbincangan dan tafakur yang membangkitkan daya fikir agar akal dapat memahaminya. Sehingga hati dapat menerima kebenaran Aqidah Islam secara fitrah dan sukarela.
  3. Ada ungkapan istilah dalam bahasa Arab untuk menyatakan jika suatu pendapat yang sangat bagus dan dapat diterima, dengan mengatakan: “haadza huwal kalam“, yang artinya “itu dia kalam (perkataan/pendapat) yang bagus dan dapat diterima”.
  4. Kalam juga dapat berasal dari kata kilam, yang artinya irisan luka pada kulit, sehingga meninggalkan bekas. Karena siapa yang mempelajari dan memahami ilmu Kalam secara benar akan membekas pada hatinya sehingga mengubah mindset nya terhadap Aqidah, agama Islam dan pandangan hidupnya, yang menjadikannya lebih serius dalam melaksanakan agama Islam, karena keyakinan dan kefahaman yang lebih mendalam. tapi bukan karena fanatik buta.
    Oleh sebab itu siapa yang faham akan Ilmu Kalam dengan sebenarnya akan bertambah hormat dan beradab terhadap Ulama yang mengajarkannya ilmu agama kepadanya. Karena dia akan melihat betapa cerdasnya Ulama Ulama itu dan dia menjadi berhutang budi kepada gurunya dan Ulama yang telah sangat berjasa kepadanya dalam mengenalkan Allah dan rasulNya serta agama Islam kepadanya.

Wallahu a’lam


0 Kommentare

Schreibe einen Kommentar

Deine E-Mail-Adresse wird nicht veröffentlicht. Erforderliche Felder sind mit * markiert.

de_DEGerman