Meyakini kenabian seorang nabi itu bergantung pada dalil, dan dalil atas kenabian Nabi kita ﷺ itu banyak, tidak terhitung. Yang paling nyata di antaranya adalah al-Qurān al-Karīm, yaitu kitab yang menjadi mukjizat, yang dengannya Allah menantang untuk mendatangkan sesuatu yang serupa dengannya, dan tidak ada seorang pun yang mampu untuk itu. Maka ketika terbukti bahwa makhluk itu lemah, terbuktilah bahwa dia (al-Quran) itu datang dari Sang Pencipta, Allah.
Seringkali orang tidak bisa membedakan antara keyakinan atas benarnya sesuatu dengan benar atau tidaknya sesuatu itu sendiri. Keyakinan itu bukanlah bukti atas kebenaran hal itu, karena kebenaran itu harus dibuktikan dengan dalil dana bukti yang dapat diuji, bukan sebatas keyakinan.
Yang menjadi inti dari dalil kenabian adalah adanya mukjizat. Terbukti mukjizatnya yang terlihat hingga sekarang, yaitu mukjizat al-Quran yang tidak tertandingi hingga akhir zaman. Mukjizat ada dua macam: mu’jizah ḥissiyyah (indriawi) dan mu’jizah ‘aqliyyah (rasional).
- Mukjizat yang bersifat indriawi itu bisa diverifikasi melalui indra yang dimiliki oleh umatnya, informasinya sampai kepada kita melalui kabar yang terpercaya, dalam hal ini wahyu. Contohnya Nabi Musa membelah laut, Nabi Ibrahim yang tidak terbakar api, dll.
- Mukjizat yang bersifat rasional itu yaitu al-Qur’an. Kenapa al-Quran ini adalah sebuah mukjizat, hal ini bisa dianalisa dan diketahui dengan akal. Mukjizat ini sepaket dengan ajarannya, sedangkan hal ini hanya terdapat pada mukjizat nabi Muhammad ﷺ.
Adapun Nabi ﷺ itu adalah orang yang ummiy, tidak membaca dan tidak menulis. Maka bagaimana bagi orang yang ummiy dia bisa mengarang sebuah kitab yang di dalamnya terdapat kisah orang-orang yang ada di zaman dahulu dan yang akan datang, dan mengabarkan kehidupan para nabi yang telah lalu, dan menjelaskan sifat-sifat Tuhan pencipta alam semesta, mengabarkan hal-hal gaib seperti akhirat, hari perhitungan amal, surga, neraka, dengan segala perinciannya, dan dia tidak pernah mempelajari kitab-kitab terdahulu sebelumnya? (Maka pastilah al-Quran datang dari Allah yang mengutusnya)
Al-Quran ini adalah dari Allah, karena dia bukanlah dari hasil membaca dan mengarang yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Nabi ﷺ tidak pernah memiliki buku sumber pengetahuan, dan tidak juga memiliki guru yang mengajarinya sesuatu tentang kitab suci. Dan sifat ummiy beliau bukanlah membatalkan sifat fatanah, karena fatanah beliau artinya kemampuan untuk memahami dan menyampaikan firman Allah, bukan terkait dengan literasi sebanyak apa buku yang pernah dibacanya. Maksud dari sifat ummiy adalah bahwa beliau tidak membaca literatur dari kitab suci terdahulu untuk mengetahui hal-hal terdahulu, dan tidak menuliskan al-Quran dengan tangan beliau sendiri, atau menyusun kalimat-kalimatnya dengan menuliskannya ke atas media tulis, melainkan Nabi ﷺ mendiktekan secara lisan kepada para sahabat. Firman Allah:
وَمَا كُنْتَ تَتْلُوْا مِنْ قَبْلِهٖ مِنْ كِتٰبٍ وَّلَا تَخُطُّهٗ بِيَمِيْنِكَ اِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُوْنَ
“Engkau (Nabi Muhammad ﷺ) tidak pernah membaca suatu kitab pun sebelumnya (Al-Qur’an) dan tidak (pula) menuliskannya dengan tangan kananmu. Sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis,) niscaya orang-orang yang mengingkarinya ragu (bahwa ia dari Allah).” (QS. Al-‘Ankabūt: 48)
Menceritakan kisah orang zaman dahulu itu mengharuskan kebisaan untuk membaca banyak literatur terdahulu. Sedangkan al-Quran menceritakan bahkan mengoreksi cerita para nabi terdahulu. Dikemukakan oleh para ahli sejarah bahwa belum ada terjemahan Kitab Taurat dan Injil ke dalam bahasa Arab pada abad ke-7, selain itu akses kepada kitab itu hanya eksklusif untuk para pendeta dan rahib saja, maka Nabi ﷺ tidak memiliki akses kepada literatur-literatur tersebut.
Di samping itu, beliau itu jujur dan terpercaya, dan telah masyhur kebaikan akhlaknya di antara masyarakat Arab sebelum diutusnya beliau maupun setelah pengangkatan beliau sebagai nabi. (Setelah bukti tersebut) beliau mengaku bahwa beliau adalah Rasulullah ﷺ , datang dengan mukjizat, dan semua orang yang mengaku membawa risalah kerasulan dan datang dengan mukjizat, maka dia adalah seorang nabi. Maka kesimpulannya: Baginda Muhammad ﷺ adalah seorang nabi, dan meyakini kenabiannya adalah keyakinan yang sesuai dengan kenyataan.
Seseorang yang diduga nabi valid sebagai nabi bila datang dengan dua hal:
1) Mengaku sebagai nabi;
2) Datang dengan mukjizat, atau dikabarkan oleh seorang nabi yang lain tentang kenabiannya.
(Muhammad Rayyan Makiatu),
Video (Playlist) di Youtube Channel Official Media KMIB.
0 Kommentare