Sifat at-Tabligh (Menyampaikan)
Sifat ini maknanya bahwa Nabi itu menyampaikan dari Allah semua hal yang mereka diperintahkan untuk disampaikan kepada makhluk-Nya. Adapun lawannya berarti menyembunyikan (al-kitmān), dan telah lewat penjelasan tentang tetapnya sifat amanah bagi nabi, maka mustahil nabi berbuat maksiat, sedangkan penyembunyian itu adalah bagian dari dosa. Manakala mustahil sifat menyembuyikan itu maka tetaplan sifat tablig dan itulah yang dicari. Allah berfirman: “Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika engkau tidak melakukan (apa yang diperintahkan itu), berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.” (QS. Al-Mā`idah: 67)
Sifat al-Faṭānah (Cerdas, Bijaksana)
Sifat al-Faṭānah artinya bahwa Nabi disifati dengan kecerdasan, karena statusnya sebagai pembawa risalah ilahi yang agung, dan bahwa dia dibebani untuk menyampaikan bukti-bukti kebenaran di hadapan orang-orang yang menentang ajarannya, dan membungkam perkataan orang-orang kafir dan orang-orang yang angkuh. Kalau nabi tidak cerdas, maka dia disifati dengan kebalikannya, yaitu kebodohan. Bagaimana mungkin sedangkan dia adalah utusan Allah? Adapun utusan yang sejati tidak akan bisa memahami maksud dari yang mengutusnya dan menyampaikan risalahnya dengan sebaik mungkin kecuali kalau dia paham dengan pemahaman yang mantap dan bisa menyampaikan pesan itu, dan semua ini meniscayakan sifat kecerdasan.
Beberapa ulama tidak menyebutkan sifat fatanah, karena hal ini sangatlah jelas, seperti disebutkan oleh Imam Sanusi. Imam Razi berpendapat para nabi datang sebagai dokter yang mengobati penyakit, yaitu penyakit hati dan hawa nafsu manusia.
Sifat al-Jāiz bagi Nabi ﷺ
Kemudian tersisalah sifat yang jaiz (boleh) bagi para rasul – semoga ṣalawāt dan salam tercurah atas mereka – yaitu berlakunya sifat-sifat kemanusiaan yang normal, seperti rasa lelah, sakit, lapar, haus, sedih, dan selain itu dari sifat-sifat kemanusiaan yang biasa. Dan perbuatan para nabi berkisar antara hal yang sunnah atau yang wajib.
Nabi mungkin merasakan sedih, kecewa, atau pusing, tapi pada kadar yang wajar. Oleh karena itu para ulama menolak cerita Nabi Ayyub ‘alaihissalam yang dikatakan memiliki penyakit yang menjijikkan, cerita ini dianggap bagian dari isrāiliyyāt. Perbuatan nabi adalah hanya berkisar antara yang baik
(Muhammad Rayyan Makiatu),
Video (Playlist) di Youtube Channel Official Media KMIB.
0 Kommentare