Sanad Guru Ilmu Asmaul Husna dari Imam Ghazali

Kitab ini dibagi menjadi 2 bagian besar, yang pertama berisi pembahasan Ulama ahli Aqidah yang sering disebut dengan ilmu Kalam atau ilmu Tauhid. Pembahasan ini kurang bermanfaat bagi kita sekarang, namun akan juga dibahas nanti perkara-perkara yang penting saja.
Kita sekarang akan membahas bagian kedua mengenai Hadits Asmaul Husna, Sebagai pengantar, Imam Ghazali belajar tentang Asmaul Husna dari gurunya Imam Abu Ali Al Farmadi. Sanad beliau akan bertemu dengan Tariqat Naqshabandiyah. Tarikat ini sangat dikenal di Turki dan mempunyai banyak cabang sanad (gurunya). Ada yang cabangnya melalui Syeikh Haqqani yang membolehkan tarian Sufi. Ada yang melalui Syeikh Mahmud Effendi yang tidak membolehkan tarian Sufi. Guru yang dari cabang Syeikh Mahmud Effendi ke atas adalah Ahlul Hadits.
Dalam sanad Tarikat Naqshahbandiyah akan bertemu dengan Imam Abu Ali Al Farmadi, guru ilmu tentang Asmaul Husna dari Imam Ghazali.
Imam Abu Ali Al Farmadi mempunyai banyak guru, diantaranya adalah Imam Al Kharkani dan Imam Al Qusyairi. Imam Qusyairi juga menulis tentang Syarah Asmaul Husna. Jadi Imam Ghazali mendapat ilmu tentang Asmaul Husna melalui sanad Imam Ali Al Farmadi kemudian Imam Al Qusyairi. Setelah dilihat dan dipelajari, isi Kitab tulisan Imam Al Ghazali banyak persamaan Kitab Imam Al Qusyairi.
Namun Imam Ghazali telah banyak berkelana dan belajar banyak ilmu lain seperti ilmu Falsafah, Ilmu Mantik dan lain-lain. Oleh sebab itu karya Imam Ghazali lebih sistematis. Disinilah kelebihan Imam Ghazali. Kitab karyanya tidak ditulis sembarangan. Kitab tulisan beliau selalu tersusun dengan ada pengantar, isi dan penutup. Bahkan lebih baik dari tulisan Professor zaman sekarang. Di zaman ini, karya tulis perlu dicek ulang berkali-kali, kadang dicoret dan diganti teks berkali-kali, sampai mencapai hasil akhir.
Imam Ghazali menulis Kitab langsung tanpa banyak mengulang atau memikirkan terlalu panjang apa yang akan ditulis. Imam Ibnu Al Jauzi yang mengagumi dan mengkritik Karya Imam Ghazali, berkata: “Imam Ghazali itu sangat memahami dan menguasai ilmu apapun yang diajarkan dan ditulisnya”. Misalnya ketika Imam Ghazali mengajar ilmu Mantiq, beliau tidak memerlukan Kitab, karena ilmunya itu sudah ada pada dirinya. Demikian juga ketika beliau mengajar tentang Asmaul Husna, beliau sampaikan tanpa melihat Kitab lagi. Karena semua ilmu yang diajarkan itu sudah ada pada dirinya dan diamalkannya.
Kitab tentang Asmaul Husna ini (topik Aqidah) yang berbahasa Arab hanya sekitar 180 dampai 200 halaman (tergantung percetakan). Untuk penjelasan Aqidah Imam Ghazali tidak panjang pembahasannya dibanding Kitab Fikih (seperti Kitab Al Wajiz) dan Tasawuf (seperti Ihya Ulumuddin) yang ditulis beliau dengan berjilid-jilid.
Seorang yang sangat alim sekelas Imam Ghozali saja berguru dalam mempelajari Asmaul Husna, maka sudah sepatutnya kita juga berguru dalam mempelajari Asmaul Husna. Beliau belajar tentang Asmaul Husna dengan guru ini setelah beliau sudah menjabat sebagai Syeikhul Islam atau Hujjatul Islam di Baghdad, artinya beliau sudah sangat alim. Kalau di zaman sekarang seperti sudah mendapat gelar Professor Doktor.

Seorang Hujjatul Islam seperti Imam Ghazali masih berguru kepada Imam Ali Al Farmadi. Dan Imam Ali Al Farmadi berguru kepada Imam Al Kharkani dan Imam Al Qusyairi. Imam Al Kharkani yang mengajarkan dzikir Qolbu Asma Allah itu. Sedang Imam Al Qusyairi yang mengajarkan makna dari dzikir tersebut kepada Imam Ghazali. Jadi ilmu-ilmu ini saling melengkapi. Imam Al Kharkani ke atas akan bertemu dengan Imam Abu Yazid Al Bustami. Imam Al Qusyairi ke atas akan bertemu dengan Imam Junaid Al Baghdadi. Dari keduanya akan bersambung ke atas ke Imam Ja’far Siddiq dan seterusnya ke Sahabat Nabi yaitu Sayidina Abu Bakar Siddiq dan Sayidina Ali bin Abi Thalib. Jadi semua silsilah Sufi, pasti akan bersambung sanadnya ke Shahabat Nabi dan terus ke Nabi shallallahu alaihi wassalam.

Pentingnya belajar Asmaul Husna

Kitab Al Maqshad Al Asna ini Kitab untuk kita dapat mengamalkan Aqidah dan digabungkan dengan Ilmu Tasawuf. Jadi jika kita ingin mengamalkan Aqidah dan Tasawuf belajarlah Asmaul Husna, karena kita belajar bagaimana berdzikir dan memahami maknanya.

Apa perlunya belajar Asmaul Husna?

Imam Al Qusyairi berkata kesempurnaan dan kebahagian seorang hamba adalah sejauh mana dia dapat memahami dan mengamalkan Asma Allah. Makin banyak dan mendalam seorang hamba memahami dan menghayati Asma Allah dalam kehidupannya, maka makin bahagialah hamba itu. Jadi jika kita ingin bahagia, pelajarilah Asmaul Husna, sebut namaNya sebanyak-banyaknya, fahami dan hayati sehingga dapat menjiwai kehidupan kita. Begitulah hebatnya Ulama terdahulu. Dengan berdzikir menyebut Asma Allah, mereka sudah mendapat kebahagiaan, mendapat ketenangan. Ada Ulama yang hanya menghayati 2 Asma Allah, seperti Ya Rahman ya Rahim, atau Ya Hayyu Ya Qoyyum, dan Asma Allah ini selalu disebut-sebutnya dan dihayati seumur hidupnya. Hal ini telah membuat orang-orang yang sezaman dengannya ingin dapat kepadanya ingin meminta doa, karena ketenangan dan kebahagiaan yang dirasakan ketika berada dekat dengannya.
Ada pula seorang Syeikh yang tidak begitu alim. Beliau selalu mengamalkan 3 ayat terakhir dari QS Al Hasyr. Para raja dunia mendatanginya untuk meminta doa darinya dan berkah melaluinya. Maka Syeikh itulah yang raja sebenarnya, yaitu raja yang menguasai Qolbu manusia.
Imam Al Qusyairi berkata: “Siapa yang mengenal Nama Allah di dunia, maka Allah akan mengangkat namanya di dunia dan akhirat, Allah akan muliakan namanya di dunia dan di akhirat.
Jadi kalau ada orang yang berkata, apalah artinya nama, itu keliru. Karena nama dan maknanya adalah sangat penting bagi kita.
Jika kita bertanya, mengapa saya sudah belajar Asma Allah, tetapi hati saya tidak tenang. Jawabnya adalah sebab kita belum menghayati Asma Allah itu. Kita banyak belajar Asma Allah itu, tetapi kita tidak berusaha menghayatinya satu persatu. Cobalah kita duduk di sajadah dan berdzikir satu Nama Allah yang telah kita pelajari itu. Jangan kita belajar banyak tetapi tidak mendalami makna dan tidak berdzikir dengan NamaNya.

Berdzikir dengan ditalqin (dibimbing membaca)

Dalam Quran surat Al Alaq 1, yaitu surat yang pertama diturunkan Allah kepada Nabi shallallahu alaihi wassalam

Surat Al-'Alaq Ayat 1

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,

Sebagian orang memahami ayat ini sebagai perintah membaca ilmu pengetahuan dengan Nama Robbmu yang menciptakan. Padahal makna bi (dalam Bismi Robbika) adalah penekanan perintah apa yang dibaca dalam ayat ini. Yaitu “Nama Robbmu”. yaitu membaca dengan sebenar-benar membaca dan memahami “Nama Allah”. Jadi bukan membaca alam ini, seperti yang difahami ilmuwan yang mentafsirkan ayat itu. Tetapi tidak salah ditafsirkan seperti ini. Namun kalau kita perhatikan dengan seksama, ayat itu tidak menyebutkan ilmu pengetahuan sama sekali, melainkan bacalah “Nama Robbmu” dengan sebenar benar baca. Siapakah Nama Tuhan kita Yang Menciptakan kita, itulah Allah.
Jadi ketika di dalam gua Hira itu, Rasulullah shallallahu alaih wassalam, senantiasa membaca “Allah, Allah, Allah ..” dengan bacaan yang menghujam kedalam hatinya, membaca dengan sebenar-benar membaca.
Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wassalam mendengar arahan Malaikat Jibril “Iqro” (bacalah), Rasulullah shallallahu alaihi wassalam menjawab: “Maa ana bi qori” yang dapat diartikan dengan 2 makna yaitu
1. Saya tidak dapat membaca
2. Apa yang mesti saya baca
Maksudnya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam tidak dapat membaca kecuali jika ditalqin (dibimbing dalam membaca) oleh Malaikat Jibril.
Inti dari kisah ini adalah, agar Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam dapat membaca dan menyebut “Allah” dengan ditalqin. Jadi kalau manusia setingkat Nabi saja perlu ditalqin (dibimbing untuk membaca dan berdzikir), maka apalagi kita yang orang biasa, lebih pantas dan perlu lagi untuk ditalqin (dibimbing membaca) dalam berdzikir kepada Allah agar kita dapat benar-benar membaca dengan sebenar-benar membaca, yaitu menghayati Asma Allah.

Dalam suatu Hadits, Nabi bersabda: “Talqinkan orang yang meninggal diantara kamu dengan Laa ilaaha Illallahu.” Kemudian Shahabat bertanya: “Bagaimana dengan orang yang masih hidup?” Rasulullah shallallahu alaihi wassalam menjawab: “Lebih-lebih lagi untuk yang masih hidup perlu ditalqin dengan Laa ilaaha illallahu“.
Jadi manusia seperti kita ini lebih utama untuk ditalqinkan dalam berdzikir. Jika kita punya kesempatan bertemu dengan seorang guru yang mempunyai sanad talqin dzikir, maka mintalah untuk ditalqin, agar kita mendapatkan sanad talqin dzikir yang bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Siapa yang ingin dimuliakan Allah, muliakanlah Allah dalam hatimu

Jadi perintah pertama untuk Nabi adalah membaca Nama Allah. Baru datang perintah lain. Sampai pada surat Al Muzzammil : 8,

Surat Al-Muzzammil ayat 8

Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam mendapat perintah yang lebib spesifik yaitu berdzikir Nama Allah. Sedang dalam Surat Al A’raf: 205

7:205

Dan sebutlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.

Dalam ayat ini Rasulullahu shallallahu alaihi wassalam diperintahkan untuk berdzikir dengan langsung menyebut Dzat Allah bukan dengan NamaNya lagi. Begitulah kedudukan mulia Nabi shallallahu alaihi wassalam. Kita tidak akan dapat mencapai kedudukan ini.

Demikianlah pentingnya Nama Allah dan demikian juga sebuah nama kita dalam agama Islam, nama yang kita dapat dari orang tua kita, atau nama yang kita berikan kepada anak kita. Bahkan dalam suatu agama lain, orang akan mendapat nama ketika dibaptis.

Allah pun memberi nama kepada ruh kita sebagaimana Allah firmankan di dalam Al Quran seperti dalam Surat Al Ahzab 35

Surat Al Ahzab Ayat 35

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Inilah nama-nama yang Allah berikan kepada hambaNya sesuai dengan sifat-sifat yang disebut dalam nama nama itu. Hakikatnya itulah nama dari ruh dari hamba Allah itu. Jadi Nama adalah penting sebagai identitas. Nama mempunyai 2 fungsi:
1. Untuk memuliakan yang memiliki nama.
2. Untuk pembeda (identitas)
Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu alaihi wassalam mengganti nama-nama Shahabat Nabi yang tidak baik artinya dengan nama yang baik dan mulia.
Dalam Kitab Dalailul Khairat, Kitab yang berisi kumpulan Shalawat Nabi, disebutkan ada lebih dari 200 Nama Nabi, yang semuanya memuliakan Nabi. Mengapa Nabi begitu dimuliakan oleh Allah? Jawabnya adalah karena Nabi sangat memuliakan Asma Allah dalam qalbunya.
Imam Al Qusyairi dam Kitab Al Qusyairiyah ada menulis, jika ada yang bertanya apakah aku mulia di sisi Allah?
Maka jawabnya adalah: “Apakah Allah dimuliakan di dalam hatimu? Jika engkau memuliakan Allah dalam hatimu, maka Allah aka memuliakanmu. Diceritakan ada seseorang Imam bernama Imam Wasithi sedang berjalan melihat sebuah kertas bertuliskan Allah. Kemudian beliau memungutnya, dan membersihkannya. Malamnya ketika tertidur, beliau bermimpi mendapatkan kabar bahwa Allah telah meredhoinya karena perbuatannya menghormati Nama Allah yang ditulis di kertas. Jadi walaupun benda itu hanya kertas yang ditulis dengan tinta, namun jika dituliskan Nama Allah kita tidak boleh sembarangan memperlakukannya, sebagai memuliakan Nama Allah. Oleh sebab itu jika kita hendak membuang kertas yang bertuliskan nama Allah atau Al Quran, sebaiknya kita menghapus atau menghilangkan tulisan itu dengan merobek atau dibakar sebelum membuangnya, agar tulisan itu tidak terinjak atau jatuh ketempat yang tidak pantas yang merendahkan Nama Allah.

Apa saja Asma Allah?

99 Asmaul Husna ada disebutkan dalam satu hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwa Rasullulah shallallahu alaihi wassalam bersabda,

 إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 Nama, barang siapa yang mengihsho (menjaga) nya maka pasti masuk surga”.[ HR. Bukhori  dan Muslim].

Yang dimaksud “mengihsho (menjaga)” disini adalah menghitung, menyebut berulang-ulang (berdzikir) atau menghafal, memahami, mewiridkan dan memuliakan dalam qolbu kita. Barang siapa yang dapat menjaga Asma Allah itu pasti masuk surga. yaitu memuliakan dalam qolbu kita. Jadi masuk surga itu sebenarnya mudah dengan rahmat Allah, yaitu dengan menjaga Asma Allah sebagaimana yang disebut hadits ini. Asma Allah sebenarnya lebih dari 99 jumlahnya, diantaranya ada sebuah Hadits yang berbunyi:

إن الله وتر يحب الوتر فأوتروا يا أهل القرآن

“Sesungguhnya Allah itu witir. Allah menyukai witir. Maka, kerjakanlah shalat witir, wahai Ahlul Quran (kaum mukmin)” (HR. Tirmidzi).

Allah adalah witir (bilangan ganjil) maksudnya adalah Allah itu Esa. Menyukai witir, maksudnya suka dengan amalan Sholat Witir. Maka amalan sholat Witr ini sangat disukai oleh Rasulullah shallallhu alaihi wassalam, sehingga Rasulullahu tidak pernah meninggalkannya kecuali mengqodhonya. Maka bagi Mazhab Hanafi, sholat Witr adalah wajib hukumnya. tetapi bukan fardhu sebagaimana sholat 5 waktu. Maka pengikut Mazhab Hanafi selalu Sholat Witr, dan mengqodhonya jika terlewat. Dalam melakukan Thaharoh, Nabi melakukannya dengan jumlah yang ganjil yaitu 3, 5 atau 7 dan seterusnya. Demikian juga dalam melakukan wirid, jumlahnya juga witir seperti 33x, 99x, dan 101x (lihat bagian 2).

Kembali ke hadits tentang 99 Asmaul Husna di atas, kalau kita hanya mengenal 1 saja dari 99 Asmaul Husna itu, namun kita menjaga, memahami, menghayati dan selalu berdzikir dengan Nama itu atau mewiridkannya, maka akan Allah masukan surgaNya. Ini adalah penyemangat kita untuk kita mempunyai harapan yang besar kepada rahmat Allah untuk dapat masuk surga. Selain juga kita khawatir bahwa masuk neraka juga mudah.

Kemudian tambahan matan hadits yang disebut di dalam riwayat Imam Tirmidzi adalah :

« إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدَةٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ »

“Sesungguhnya hanya milik Allah 99 nama (yang husna, pent.). Barangsiapa yang ihsho terhadap nama tersebut maka pasti akan masuk surga. “Huwa, (Dia)” adalah : Allah yang tiada ilah yang benar disembah kecuali “Huwa (Dia)”Al Malik, Al Quddus, As Salam, Al Mu’min, Al Muhaimin, Al Aziz, Al Jabbar, Al Mutakabbir, Al Kholiq, Al Baari’, Al Mushowwiru, Al Ghoffar, Al Qohhaar, Al Wahaab, Ar Rozzaaq, Al Fattaah, Al ‘Alim, Al Qoobidh, Al Baasith, Al Khoofidh, Ar Roofi’, Al Mu’izzu, Al Mudzillu, As Samii’, Al Bashiir, Al Hakam, Al ‘Adlu, Al Lathiif, Al Khobiir, Al Haliim, Al ‘Adzim, Al Ghofuur, Asy Syakuur, Al ‘Aliyu, Al Kabiir, Al Hafidz, Al Muqiit, Al Hasiib, Al Jaliil, Al Kariim, Ar Roqiib, Al Mujiib, Al Wasi’, Al Hakiim, Al Waduud, Al Majiid, Al Baa’its, Asy Syahiid, Al Haqq, Al Wakiil, Al Qowiyy, Al Matiin, Al Waliy, Al Hamiid, Al Muhshi, Al Mubdi’u, Al Mu’iid, Al Muhyi, Al Mumiit, Al Hayyu, Al Qoyyum, Al Waajid, Al Maajid, Al Waahid, Ash Shomad, Al Qoodir, Al Muqtadir, Al Muqoddim, Al Muakhir, Al Awwal, Al Akhir, Adh Dhoohir, Al Baathin, Al Waaliy, Al Muta’aliy, Al Birr, At Tawwaab, Al Muntaqimu, Al Afuwwu, Ar Ro’uuf, Maalik, Al Mulk, Dzul Dzalali wal Ikrom, Al Muqsith, Al Jaami’, Al Ghoniy, Al Maani’u, Adh Dhorru, An Naafi’, An Nuur, Al Haadi, Al Badii’u, Al Baqii, Al Warits, Ar Rosyiid, Ash Shobru”. [HR. Tirmidzi no. 3849, Abu ‘Isa At Tirmidzi t mengatakan bahwa hadits ini Ghorib, berkata Syaikh Al Albani t dalam Shohih wa Dhoif Sunan At Tirmidzi : “Dhoif jika dengan menceritakan asma’ Allah”].[Alhijroh.com]

Dia (هُوَ)

Dalam Hadits di atas, Nama Allah dimulai dengan Huwa (Dia). Huwa adalah kata ganti yang sebenarnya juga Nama Allah. Kita akan membahas memulai dari Nama “Huwa (Dia)” ini, sebelum Nama Allah dan Nama yang lain. Jadi apa makna “Huwa (Dia)”?
Panggilan Huwa (Dia) bagi Allah adalah satu pemuliaan, satu panggilan yang memuliakan. Sehingga ada dzikir atau wirid dengan menyebut
هُوَ) هُ ), Hu(wa).
Dalam Al Qur’an kalimat “Laa ilaaha illa Huwa” (لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ) jauh lebih banyak (lebih dari 20x) daripada kalimat “Laa ilaaha illallah” (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ) (hanya 2x atau 3x).
Perumpamaan kata “dia” dalam bahasa Indonesia untuk orang yang dimuliakan sering disebut “beliau”.

Allah (اللَّهُ)

Nama Allah adalah nama yang paling sempurna secara susunan huruf bagaimana Nama Allah itu ditulis. Berikut ini tulisan Allah jika huruf dikurangi satu per satu, menjadi:

اللَّهُ , للَّهُ , لَهُ , هُ

Yang artinya: Dia, untukNya, milikNya, Allah

Jadi setelah dikurangi satu per satu huriuf dan tinggal satu huruf pun, masih ada makna. Begitulah Nama Allah yang paling agung diantara nama yang Agung. Maka jika kita berdoa dengan menyebut nama Allah yang Agung ini sudah pasti akan dikabulkan.

Jika kita telah mendapat talqin atau ijazah untuk berdzikir Asma Allah dari seorang guru yang bersambung sanad hingga Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, kemudian kita mengamalkan dzikir itu, maka kita akan mendapat getaran dalam hati kita, seperti listrik yang mendapat supply dari gardu listrik. Sanad itu seperti gardu listrik yang menyambungkan kita kepada Rasulullah. Maka jika dalam berdzikir kita tidak mendapat getaran, jangan salahkan guru kita yang mengajarkan talqin, karena mungkin saja diri kita yang bermasalah, agar kita bertaubat dan dapat memperbaiki diri.

Begitulah yang dimaksud pada QS Al Anfal ayat 2

Surat Al Anfaal

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal

Jiwa yang bergetar ketike disebut nama Allah, berbeda dengan
ketika mendengar Allahu Akbar dalam Adzan. Ketika kita mendengar Adzan hati kita akan terpanggil untuk malakukan sholat.

Tanya Jawab

Tanya: Apakah dzikir Allah menjadi wasilah kita untuk dapat sholat dengan khusyu
Jawab: Ya, sebenarnya bisa kita mempersiapkan dengan melakukan dzkir agar dapat melakukan khusyu dalam sholat. Khusyu itu ada beberapa peringkat.
1. Khusyu menyebut Nama (Allah)
2. Khusyu mengingat Yang punya Nama
3. Khusyu mengingat Sifat Yang punya Nama, ini sudah khusyu yang tinggi, dan ini masih bisa diikhtiyarkan dengan bimbingan guru.
4. Khusyu al ihsan, yaitu seperti berdialog langsung dengan Allah. Khusyu tingkat ini, tidak dapat diikhtiyarkan melainkan karena pemberian Allah.

Kita tidak khusyu itu penyebab sebenarnya adalah adanya fikirannya yang masuk ke dalam diri atau hati kita. Fikiran itulah yang membawa nama-nama yang duniawi, yang melalaikan kita dari Allah yang masuk ke dalam hati kita. Maka dengan melakukan dzikir kepada Allah, fikiran dan nama-nama duniawi yang masuk akan dipangkas dan dibuang dari hati kita, sehingga yang masuk ke dalam hati kita, hanya Allah saja yang diingat dan disebut. Jadi sebelum sholat boleh kita berdzikir, sebaiknya dilakukan antara sholat sunnat dan sholat fardhu. Sebelum berdzikir dianjurkan kita menghadiahkan bacaan Al-Fatihah untuk Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, keluarganya, shahabatnya serta guru-guru kita.
Jika dzikir kita ini didapat dengan ditalqin oleh guru ahli dzikir, maka kita akan dibimbing untuk melakukannya, dan lebih mudah untuk mencapainya

Tanya: Tadi disebut bahwa kita ada “nama lahiriah” yang didapat dari “orang tua lahiriah” kita. Sedang Allah juga memberikan nama untuk kita. Apakah ada “orang tua ruh” kita yang memberi “nama ruh” kepada kita?
Jawab: Orang tua ruh kita semua adalah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Beliau adaalah Abul Arwah (ayah dari ruh-ruh). Jadi nama ruh kita semua ada pada beliau shallallahu alaihi wassalam. Beliau sudah berada di alam yang berbeda dengan alam kita hidup sekarang, sehingga kita tidak dapat bertemu. Namun di akhir zaman ini sesuai sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam akan datang seorang pemimpin yang akan memenuhi dunia ini dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dunia dipenuhi dengan kezaliman, beliau adalah Imam Mahdi, dan keturunan dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Beliaulah ulama pewaris Nabi shallallahu alaihi wassalam. Nama ruh kita ada pada beliau. Semoga kita dapat bertemu dengan beliau.
Kalau kita tidak bertemu beliau, mudah-mudahan kita bertemu dengan muridnya yang memberikan nama ruh itu kepada kita. Nama ruh Nabi Muhammad ketika di zaman Azali, adalah Ahmad. Ini disebut dalam QS Ash-Shaf : 6

Surat Ash-Shaff Ayat 6

Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”.

Kita sebenarnya punya 3 nama, yaitu nama di dunia, nama di alam barzakh dan nama diakhirat. Jadi nanti di surga, penduduk surga akan mencari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang menjadi wasilah kita semua, seperti yang kita sebut dalam doa setelah mendengar adzan. Kalau kita tidak bertemu Rasulullah shallalhu alaihi wasalam, kita akan mencari guru kita yang mengajarkan kita tentang Rasulullahu shallallahu alaihi wassalam. Kalau guru kita itu mendapat izin dari Rasulullah akan menyampaikankan nama itu kepada kita, atau kita akan diantar untuk bertemu dengan Rasulullah.
Ilmu ini sudah lama. Ulama ulama yang soleh dahulu melakukan ibadah bermujahadah untuk mendapatkan nama ruh ini.

Tanya: Apa makna dzikir “Yaa Allah”?
Jawab: Makna “Yaa” adalah kita memanggil Allah. Jadi ada dzikir yang selain mengingat juga memanggil Allah. Ada yang menyebut hanya sekali di awal saja, Ya Allah, Allah, Allah…..
Makna Allah adalah makna yang paling lengkap dari Asma Allah. Karena dalam Nama “Allah” itu mencakup seluruh Sifat-Sifat Sempurna dari Allah. Sebelum kita melakukan dzikir manapun, Tariqat manapun, Tasawwuf manapun kita mesti faham dan yakin. Kalau kita belum faham, sebaiknya kita pelajari dahulu dan tentu dari guru yang ahli tentang dzikir itu, sehingga kita yakin bahwa dzikir yang kita amalkan ini benar bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, sehingga kita mantap dan tenang mengamalkannya

Tanya: Apa syarat yang kita lakukan sebelum berdzikir?
Jawab: Syarat sebelum kita berdzikir.
1. Pertama adalah Taubat, seperti jika kita hendak berdzikir untuk mengisi hati kita, maka kita perlu membersihkan dahulu wadah kita yaitu badan lahiriah dan hati (bathin) kita, sebelum kita mengisi wadah kita itu. Yaitu dengan membersihkan lahiriah badan, pakaian dan tempat. Membersihkan badan, tangan, kaki, mata, telinga, lisam kita dari dosa-dosa dari anggota badan kita itu. Juga berusaha membersihkan hati kit dari sifat buruk, terutamanya sifat sombong, sok pintar dan sifat lalai. yang menyebabkan penyakit hati lainnya. Kita baca istighfar atas dosa-dosa kita itu.
2. Bersyukur kepada Allah, kepada Nabi dan kepada guru-guru kita yang berjasa,
3. Mengirim bacaan Al-Fatihah untuk Nabi dan guru-guru kita yang berjasa. Kemudian baca Sholawat, membaca Surat Al Ikhlas.
Kemudian mulai berdzikir dengan membaca Allah Anta Maqshudi (Allah, Engkau yang aku maksudkan), membaca dzikir.
Jika kita berdzikir tetapi tidak merasa lezat, itu disebabkan wadahnya yaitu hati dan badan kita tidak dibersihkan terlebih dahulu, sehingga kita tidak merasa nyaman, sebagai mana pring yang kotor berisi makanan yang lezat, tentu kita akan jijik dan tidak berminat untuk memakannya.

Tanya: Saya mendapatkan dzikir seperti yang Ustad ajarkan tadi dari ibu ketika saya masih kecil. Apakah dzikir saya itu termasuk bersanad?
Jawab: Iya betul. Itu artinya sanad berdzikir yang didapat adalah dari Ibu . maka ketika akan berdzikir kita hadiahkan bacaan untuk Rasulullah dan kepada Ibu, kemudian lakukan dzikir itu. Nanti jika bertemu guru yang lebih ahli boleh meminta talqin dzikir untuk menyempurnakan dzikir itu. Agar ada peningkatan dan monitoringnya.

Tanya: Allah mempunyai banyak Asma. Apakah jika kita sedang berdoa untuk keperluan tertentu, kita menyebut Asma Allah yang berkaitan dengan keperluan kita itu? Misalnya ketika kita minta rezeki, kita memanggil Allah dengan Ya Rozaq. Ketika kita memohon ampun kita menyebut Ya Ghofar, dan seterusnya.
Jawab: Ya memang benar, kita dianjurkan kita memanggil Nama Allah yang sesuai dengan permintaan kita. Misalnya ketika sakit, kita panggil Allah dengan Ya Syafi (Yang Maha menyembuhkan). Walaupun Syafi bukanlah termasuk dalam 99 Asmaul Husna, tetapi ada dalam Hadits Bukhari dan Muslim.

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Allahumma rabbannaasi adzhibil ba’sa isyfihi wa antas syafi laa syifaa’a illa syifaauka syifaa’an laa yughadiru saqaman”

“Ya Allah Rabb manusia, dzat yang menghilangkan rasa sakit, sembuhkanlah sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha menyembuhkan, tidak ada kesembuhan melainkan dari kesembuhan-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit.” (HR. Bukhari)

Tapi kita mesti perhatikan adab kepada Allah, bahwa berdoa bukanlah memberitahu Allah tentang keadaan kita atau memberitahu apa yang kita perlukan. Berdoa adalah kita berkeluh kesah mengadu kepada Allah sebagai hamba, bermanja-manja seorang hamba kepada Tuhannya. Jadi jauhi dari rasa ingin memberitahu apalagi ingin memaksa Allah.

Tanya: Saya dahulu pernah mendapat talqin dzikir dari seorang guru, dan katanya berdzikir itu ada ada bertingkat dan bertahap sehingga nanti hati kita akan bergetar, sehingga detak jantung kita akan selalu mengucap lafaz Allah Yang Maha Sempurna, apakah ini dapat dicapai oleh seorang salik dan bagamana caranya?
Jawab: Iya benar, ini ada dalam Kitab Imam Ghazali Kimiyatu Sa’adah yang sduah diterjemahkan ke berbagai bahasa. (bhs Indonesia: Kimia Kebahagiaan). Silakan baca, ini adalah Kitab yang wajib kita baca jika kita mengaku Ahlussunnah wal Jamaah. Imam Ghazali adalah salah satu Imam Tasawwufnya. Memang dzikir itu bertahap dan bertingkat, dan itu bukan hanya untuk para Rasul dan Nabi saja. Tetapi semua manusia dan jin yang mempunyai ruh juga dapat mencapai tingkatan tertentu. Itu sebabnya kita mesti berguru. Tariqat itu sebenarnya seperti sekolah untuk berdzikir, dimana ada guru, ada latihan, ada ujian dan naik kelas. Jadi kalau kita ingin berdzikir dengan benar dan naik tingkat tidak mungkin kita capai tanpa guru.
Jadi kalau sudah punya guru jangan kita tinggalkan. Kalau guru kita sudah wafat, kita perlu cari guru lagi, atau kalau kita bertemu guru lain yang lebih ahli dari kita, kita dapat berguru dengannya tanpa merendahkan guru kita yang lama. Memang sebaiknya kita belajar dan berguru terus sampai akhir hayat kita.

Tanya: Ketika seseorang berdzikir ada yang hatinya bergetar sehingga badannya kejang-kejang histeris. Bagaimana ini Ustad
Jawab: Ibnu Taimiyah ada menulis dalam Kitabnya tentang hal ini. Ini memang bisa terjadi, tergantung keadaan hati orang itu. Ada yang orang yang hatinya keras, ketika mendapatkan rasa bergetar, berbeda dengan orang yang hatinya lembut. Untuk kita dapat faham, kita dapat lihat para penonton suatu konsert, kita pernah lihat bagaimana penonton itu teriak-teriak histeris tidak terkendali. Sedang itu hanyalah makhluk yang begitu dicintai oleh penggemarnya. Bagaimana jika yang dicintai dan dikagumi itu adalah Allah, Yang Maha Pencipta, tentu lebih hebat lagi getaran hati orang yang mencintainya. Di zaman Sahabat radhiallahu anhu, ada Shahabat yang pingsan bahkan meninggal dunia, karena hatinya bergetar karena disebut nama Allah. Orang yang sudah dapat mengendalikan rasa bergetar ini dapat menjadi guru.

Tanya: Pertanyaan fikih, tadi disebutkan bahwa kita boleh mengqodho sholat witir. Bagaimanakah caranya?
Jawab: Caranya sama dengan sholat witir biasa, jumlah rakaatnya ganjil. Hanya sebaiknya tidak dilakukan di Mesjid, khawatir menimbulkan fitnah bagi orang yang tidak faham. Jadi lakukan saja di rumah


1 Komentar

Iskandar koto · 4. Desember 2021 pada 7:56

Alhamdulillahiroobil’alamin. Ya Allah, Bimbingan mu kpd diri yg hina ini,Engkau tunjukan jalan jalan ilmu Mu melalui Nya. YA Allah limpahkan Rahmat, Taufik, Hidayah, dan keberkahan kpd Guru guru kami, dan kami yg membutuhkan ilmu Mu, untuk dapat sampai kepada Mu Ya Robbi. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian