Kitab Al Manhajus Sawi adalah karya Ulama kharismatis yang dikenal sangat alim dan wara, yaitu Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith. Beliau sekarang ini masih ada dan tinggal di kota Al Madinah Al Munawaroh. Semoga Allah panjangkan dan berkati usia beliau.

Manhaj artinya metode, Sawi artinya lurus. Jadi Al Manhajus Sawi artinya metode yang lurus. Buku ini membahas bagaimana cara beribadah dan bermuamalah yang lurus sesuai dengan Tariqah Alawiyah, yaitu Ulama Habaib dari keturunan Bani Alawi yang besar peranannya dalam berdakwah di Indonesia.

Para pendakwah dan Ulama Habaib dari Tariqat Alawiyah dalam berdakwah mengedepankan 5 rukun yaitu:

  1. Ilmu
  2. Amal
  3. Wara’
  4. Khauf
  5. Ikhlas

Jadi kalau ada yang bertanya apalah itu Tariqat Alawiyah? Ke lima hal inilah yang terpenting dalam amalan Tariqat Alawiyah.

Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith mensyarahkan ke 5 rukun atau asas dalam Tariqat Alawiyah itu di dalam Kitab Al Manhajus Sawi. Jadi Kitab ini membahas 5 hal tadi.

Setiap Tariqat mempunyai rukun dan amalan masing masing agar sampai kepada ma’rifat kepada Allah. Mereka mempunyai kendaraan amalan masing masing. Ada yang lebih banyak berdzikir dari pada mencari ilmu. Ada yang melakukan kombinasi dengan berdzkir dan mencari ilmu. Ada juga yang banyak mengamalkan sholawat kepada Nabi shallallahu alaihi wassalam, dan lain-lain.

Siapapun kita baik dari Bani Alawi ataupun bukan, dalam beramal mestilah sebelumnya mengetahui ilmu tentang amal tersebut. Orang yang beramal tanpa ilmu adalah sangat berbahaya, karena mungkin melakukan kesalahan yang tidak diketahuinya dalam beramal, ataupun merasa sudah benar dalam beramal, namun sebenarnya amalannya itu tidak benar atau bahkan melakukan maksiat tanpa diketahuinya.

Maka kita mesti mempelajari ilmu untuk beramal yang sesuai dengan Al Quran dan Sunnah, kita hendaknya tidak jauh dari Ulama yang istiqamah dan beramal soleh yang melaksanakan Al Quran dan Sunnah itu, insya Allah kita akan berada di jalan yang selamat dan semoga kita dipimpin untuk sampai kepada Allah, Amien ya Robbal ‘alamin.

Saadat (tokoh-tokoh) Tariqat Alawiyah

Inilah 5 rukun Tariqat Alawiyah sebagaimana dikatakan oleh Habib Ahmad bin Zein Al Habsyi, seorang Ulama yang alim luar biasa, sehingga guru beliau yaitu Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad, penyusun Ratibul Haddad, mengatakan saya mengira bahwa muridku Ibnu Zein Al Habsyi ini adalah Imam Syafei, ilmu zahirnya seperti ilmunya Imam Syafei. Karena Imam Ahmad bin Zein Al Habsyi ini ilmun fikihnya luar biasa.

Imam Ahmad bin Zein Habsyi tinggal di Hauthah, jaraknya sekitar 2 jam dengan mobil dari Tarim tempat gurunya tinggal. Maka dahulu di masa hidup Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad tentu lebih lama, masa perjalanannya, karena Imam Ahmad bin Zein Al Habsyi pergi ke rumah gurunya dengan Unta atau keledai. Dan setiap beliau datang ke Tarim beliau tidak mengetuk rumah gurunya itu, melainkan menunggu sampai gurunya keluar rumah, karena adab kepada gurunya, yaitu takut mengganggu gurunya. Imam Ahmad bin Zein Al Habsyi istiqomah selalu datang kepada gurunya itu. Tempat beliau menunggu di depan rumah gurunya sekarang masih ada.
Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad juga orang yang alim dan wara’ luar biasa. Semua sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah pernah dilaksanakan oleh beliau. Namun murid beliau tidak banyak, karena di masa itu belum ada medsos yang memviralkan. Seorang kawan Imam Ahmad bin Zein Al Habsyi, sesama murid Imam Al Haddad, berkata kepada Imam Ahmad Al Habsyi, guru kita ini (Imam Al Haddad) orang alim luar biasa, sehingga orang dari luar daerah kita ini datang kepada Imam Al Haddad. Namun tidak banyak orang di kota kita ini yang ingin belajar kepadanya.
Imam Ahmad Al Habyi kemudian berkata, diam, jangan kita bahas hal itu lagi. Karena kalau semua orang di sini tahu kedudukan Imam Al Haddad nanti kita tidak dapat lagi bertemu dan bersalam dengannya.
Ketika beliau hidup tidak banyak murid yang belajar dari beliau. Namun setelah beliau wafat, baru banyak orang yang belajar dari murid beliau, sehingga karenanya banyak orang yang mengenal beliau.

Sekarang hampir semua orang kenal dengan Imam Al Haddad, Kitabnya banyak dipelajari orang dan diterjemahkan ke berbagai bahasa. Ratibnya yaitu Ratibul Haddad di baca di mana-mana. Di Eropa, Amerika, Hongkong, Australia, New Zealan, Taiwan, Brunei, Thailand, Papua dan seluruh dunia. Ini menunjukkan keikhlasan orang yang menulis Kitab. Keikhlasan seseorang dapat dilihat dari bagaimana penerimaan manusia di dunia ini terhadap karyanya.
Berapa banyak orang yang berilmu, namun ilmunya tidak diterima oleh masyarakat, karena itu ilmunya tidak atau kurang bermanfaat kepada orang banyak.

Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad adalah murid dari Imam Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas. Beliau adalah seorang alim yang amat tawadhuk. Suatu hari Imam Abdullah Al Haddad ditanya, apakah doamu yang sering engkau panjatkan. Beliau menjawab, ya Allah kasihanilah aku dengan ketawadhukan guruku Habib Umar Al Attas.

Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad, Aqidahnya ditengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak kekurangan, maksudnya bukan 2 golongan ini:
1. Berlebihan seperti ada orang yang mencintai keluarga Nabi sampai meyakini bahwa keturunan Nabi itu ma’shum dan merendahkan Shahabat Nabi, dan
2. Berkurangan sebagaimana orang yang meyakini keturunan Nabi itu tidak ada dan tidak menghormati keturunan Nabi.

Imam Abdullah bin Alwi Al Haddad bertanya, manakah yang lebih baik antara dua golongan tersebut di atas? Beliau jawab keduan golongan ini seperti kotoran unta dipotong jadi 2, mana dari 2 potongan ini yang lebih baik. Tentu tidak ada, keduanya sama-sama tidak bagus sebagaimana kotoran unta.

Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith mendapatkan sanad ilmu tentang Tariqat Alawiyah ini bersambung melalui murid-murid Habib Ahmad bin Zein Al Habsyi dari Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dari Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas dan seterusnya ke atas dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Jadi insya Allah jika kita membahas Kitab Al Manhajus Sawi ini, maka kita akan mendapat keberkatan dari sanad penulis Kitab ini yang bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Semoga kita dapat istiqomah membahas Kitab ini untuk mengenali 5 rukun Tariqat Alawiyah.

https://archive.org/details/sehsy786_gmail_20160208_1459/page/n75/mode/2up

Keutamaan Ilmu

Ilmu sangat penting. Banyak orang berbicara tanpa ilmu, ini adalah sangat berbahaya. Namun tidak ada seorang pun yang menguasai semua ilmu, walaupun ribuan tahun dia belajar.
Imam Malik r.a. pernah ditanya 55 pertanyaan, beliau tidak menjawab, dan hanya menjawab 3 pertanyaan saja. Padahal beliau adalah Imam Mujtahid Mutlak. Ini menunjukkan tidak tahu adalah juga termasuk ilmu, yaitu mengetahui dirinya tidak tahu, sehingga ia akan belajar terus untuk menambah ilmu yang diketahuinya.
Maka bahaya sekali orang yang tidak mempunyai ilmu tetapi tidak tahu bahwa dia tidak mempunyai ilmu. Tentu dia tidak akan belajar lagi untuk menambah ilmunya. Seperti orang yang sakit tidak tahu dia itu sakit, maka dia tidak akan pergi berobat atu ke rumah sakit dan menyebabkan dia akan terus menderita sakit tanpa mengetahui dirinya sakit. Ini menunjukkan betapa bahayanya orang yang tidak tahu bahwa dia tidak tahu.

Mengajar dan belajar ilmu yang mendekatkan diri kita kepada Allah adalah amalan yang paling utama. Karena ilmu ini adalah wasilah untuk kita dapat mendekatkan diri kepada Allah.

Firman Allah mensifatkan Ilmu

Manusia mempunyai akal, tapi sifat akal tidak ada pada Allah. Sedangkan jika manusia mempunyai ilmu, Ilmu adalah salah satu Sifat Allah. Itu sebabnya ilmu lebih mulia dari pada akal. Al Aqil, adalah orang yang berakal, sedang Al Alim, adalah Asma dan Sifat Allah Yang Maha Mengetahui. Banyak bukti dan dalil yang menunjukkan kemuliaan orang yang berilmu. Allah berfirman dalam QS Ali Imran : 18

Surat Ali Imran Ayat 18

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Allah menyandingkan namaNya dengan Malaikat dan kemudian dengan orang yang berilmu. Jadi ini menunjukkan orang yang berilmu sangat dimuliakan oleh Allah sehingga disandingkan dengan NamaNya dan Malaikat. Dalam QS Al Mujadilah : 11, Allah berfirman

Surat Al-Mujadilah Ayat 11

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Disebutkan bahwa Allah meninggikan orang yang berilmu di atas orang yang tidak berilmu dengan beberapa derajat, tidak hanya satu derajat. Allah berfirman di QS Az-Zumar : 9

Surat Az-Zumar ayat 9

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Ini menunjukkan orang mengetahui tidak sama dengan orang yang tidak mengetahui. Diumpamakan orang yang tahu jalan dengan orang yang tidak tahu jalan dalam melakukan perjalanan menuju sesuatu, maka tentu berbeda antara keduanya. Orang yang mengetahui dan pernah berjalan menuju tempat itu tentu akan dengan mudah dan akan cepat sampai di sana. Sedang orang yang tidak tahu tentu akan selalu melihat peta atau bertanya kepada orang yang tahu, dan akan menempuh waktu yang lebih lama. Di dunia saja Allah sudah membedakan antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu. Maka lebih lebih Allah akan membedakan antara yang mengetahui dan yang tidak mengetahui perkara akhirat.

Sabda Nabi tentang keutamaan ilmu

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Allah mengangkat orang yang beriman dan berilmu di atas orang beriman lainnya sebanyak 700 derajat, dimana antara 1 derajat dengan derajat lainnya jaraknya 500 tahun. Jadi untuk naik dari satu derajat untuk mencapai satu derajat diatasnya diperlukan waktu berjalan 500 tahun.
Mengapa ini bisa terjadi? Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith berkata, sebab ilmu itu asas, asal usul ibadah. Orang tidak akan dapat beribadah dengan benar kecuali ia mesti mempunyai ilmu untuk dapat melakukan ibadah itu dengan benar. Demikian juga orang berilmu saja yang dapat mengetahui adanya maksiat sehingga dia dapat menghindarinya. Ini juga yang membedakan orang berilmu yang bermaksiat, dia tahu dia sedang atau telah berbuat maksiat, sehingga ada kemungkinan jika dia suatu saat sadar akan kembali meninggalkan maksiat dan kembali bertaubat kepada Allah. Inilah kelebihan orang yang punya ilmu. Sedangkan orang yang tidak berilmu, dia dapat menyangka, bahwa dia telah melakukan suatu kebaikan, padahal sebenarnya dia telah melakukan kemaksiatan, sehingga selamanya dia tidak dapat kembali bertaubat kepada Allah.

Imam Abdullah Al Haddad bercerita tentang suatu hadits riwayat Abu Hurairah dari kumpulan Hadits Imam Turmudzi mengatakan:
Semua apa-apa di dunia ini adalah terlaknat kecuali dzikrullah dan segala sesuatu yang membawa kepada dzikrullah. Maka termasuk melakukan kebaikan kepada orang Muslim atau non Muslim, berdakwah menjelaskan kepada manusia tentang agama yang benar, jadi semua perkara yang bermanfaat yang dapat menyampaikan orang mendekatkan diri kepada Allah, bukan hanya dengan berdzikir “Laa ilaaha illallahu”.
Rasulullah berdakwah bukan hanya mengajarkan dzikir Laa ilaaha illallahu, dengan ilmiah atau dengan nas saja tetapi berdakwah dengan muamalah yang baik, dengan berbagai cara agar risalah dakwah sampai kepada manusia, sesuai dengan kedaan manusia yang dihadapinya, baik orang kaya maupun miskin, baik orang tua, dewasa atau anak-anak, baik orang yang keras wataknya maupun orang yang lembut, dari berbagai bangsa dan lain sebagainya. Jadi Rasulullah shallallahu alaihi wassalam memperlakukan manusia dengan adil, sesuai dengan hak dan kewajibannya, tidak menyama-ratakan. Rasulullah shallallahu bersabda, kami diperintahkan untuk menempatkan manusia pada tempatnya.

Semua apa-apa di dunia ini adalah terlaknat kecuali dzikrullah dan segala sesuatu yang membawa kepada dzikrullah. Bisa juga bermaksud tempat dan alat termasuk smartphone yang canggih ini. Ianya juga tidak terlaknat jika dipakai untuk membawa kepada mendekatkan diri kepada Allah, dipakai oleh kita saling berkomunikasi walaupun kita berjauhan.
Yang termasuk manusia tidak dilaknat adalah adalah manusia yang mengajarkan dan belajar ilmu yang mendekatkan diri kepada Allah.

Ucapan Shahabat dan Ulama tentang keutamaan ilmu

Sayidina Ali bin Abi Thalib k.w berkata, tidak ada musuh yang lebih parah dari pada kebodohan. Manusia itu memusuhi apa yang tidak diketahuinya. Manusia menyangka apa yang tidak diketahuinya dikiranya tidak ada. Maka segala sesuatu yang kita tidak ketahui belum tentu itu tidak ada.

Misalnya ada seseorang tinggal di suatu kampung muslim, yang sholatnya tidak ada yang membaca doa Qunut. Dia mengira tidak ada sholat dengan doa Qunut. Maka ketika dia pergi ke daerah lain, dimana orang Islam di sana sholat Shubuh dengan doa Qunut, dia mengira bahwa sholat orang di daerah itu salah. Demikian jika sebaiknya.

Misalnya lagi yang sudah meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa 5+5 = 10 dan memang inilah ilmu yang benar. Maka jika ada orang datang mengatakan bahwa 5+5 = 11, tentu kita langsung berkata, ini keyakinan yang aneh dan pasti tidak benar. Demikianlah kalau kita sudah meyakini Aqidah yang benar, jika ada orang datang membawa Aqidah yang tidak benar, kita langsung mengetahui keyakinan orang ini aneh dan jelas tidak benar. Inilah pentingnya kita mengetahui ilmu yang benar.

Atau jika kita tidak tahu ilmu yang benar, kita mengira apa yang kita lakukan adalah benar, kemudian ada orang lain datang yang mengetahui perkara yang benar ingin memberitahkan kepada kita tentang kesalahan kita itu yang memang salah. Kalau kita tidah tahu juga bahwa ilmu yang ada kita itu salah tapi kita merasa benar, maka bagaimana mungkin kita mau berubah mengikuti ilmu yang benar.

Orang yang rugi yang berkaitan dengan ilmu

Dalam surat Al Kahfi yang penting untuk kita ingat,

18:103

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”

18:104

Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.

Allah menyebutkan orang yang paling rugi adalah orang yang melakukan kesalahan tetapu merasa dirinya benar, hingga akhir hayatnya. Kita berdoa agar kita dilindungi Allah dari termasuk golongan yang demikian. Hendaknya kita senantiasa berdoa:

ﺍﻟﻠﻬُﻢَّ ﺃَﺭِﻧَﺎ ﺍﻟﺤَﻖَّ ﺣَﻘّﺎً ﻭَﺍﺭْﺯُﻗْﻨَﺎ ﺍﻟﺘِﺒَﺎﻋَﺔَ ﻭَﺃَﺭِﻧَﺎ ﺍﻟﺒَﺎﻃِﻞَ ﺑَﺎﻃِﻼًﻭَﺍﺭْﺯُﻗْﻨَﺎ ﺍﺟْﺘِﻨَﺎﺑَﻪُ، ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴﻦَ 

Artinya :”Ya Allah Tunjukilah kami kebenaran dan berikan kami jalan untuk mengikutinya, dan tunjukanlah kami kebatilan dan berikan kami jalan untuk menjauhinya”

Sedikitnya ilmu lebih baik dari pada banyaknya ibadah (yang tanpa ilmu).

Dikisahkan ada orang ahli ibadah yang hidup menyendiri. Dia hidup hanya beribadah. Dia memelihara seekor keledai. Suatu ketika dia didatangi oleh Abdullah ibnu Mubarak yang meminta doa kepadanya. Dilihatnya ada seekor keledai yang dipelihara ahli ibadah itu. Kemudian ditanya kepadanya: “Untuk apa keledai ini?”.
Ahli ibadah itu berkata: “Saya melampiaskan nafsu saya dengan menggauil keledai saya ini, bukankan berzina itu jika antara laki-laki dan perempuan.”. Rupanya ahli ibadah itu tidak tahu bahwa selain berzina dengan binatang juga merupakan dosa besar. Begitulah bahayanya orang jahil yang gemar beribadah, tapi tidak mau belajar untuk menambah ilmunya. Na’udzu billah min dzalik.

Tanya-Jawab

Tanya: Ilmu apa yang disampaikan /dipelajari agar kita termasuk golongan yang selamat? Bagaimana dengan ilmu umum?
Jawab: Ilmu hal, yaitu Ilmu yang diperlukan oleh kita pada saat ini (untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah). Misalnya kewajiban kita yang mesti kita laksanakan, misalnya tentang Sholat. Untuk dapat sholat kita mesti mengetahui Ilmu tentang syarat Sholat (Thaharah, wudhu dll). Juga ilmu tentang Allah, tentang Rasul, tentang Akhirat dsb. Ada 3 Rukun agama yang wajib kita amalkan, yaitu Rukun Islam (ilmu Fikih), Rukun Iman (ilmu Aqidah) dan Ihsan (ilmu Tasawuf/akhlak).
Yang dimaksud sesuai keperluan, misalnya dalam rukun Islam, Ilmu yang mesti kita pelajari dahulu adalah ilmu Sholat yang sekarang kita perlukan, bukan ilmu tentang naik Haji. Ketika akan masuk bulan puasa, maka ilmu tentang puasa wajib kita ketahui. Demikian juga tentang Zakat yang wajib kita tunaikan. Ini disebut ilmu Fardhu ‘ain.
Adapun ilmu umum, misalnya Kedokteran, Teknik dsb, itu juga penting dipelajari, tetapi setelah ilmu Fardhu ‘ain telah dipelajari dan diamalkan. Kedepankan yang lebih penting dari pada yang penting. Jadi kita mesti buat prioritas mana yang lebih penting. Misalnya jika ingin menikah, maka kita mesti belajar tentang menikah, syaratnya, rukunnya dsb. Bukan kita pelajari ilmu Mantik yang penting juga tetapi untuk saat itu tidak diperlukan.

Tanya: Bagaimana cara berdakwah yang baik?
Jawab: Untuk kita dapat berdakwah, kita perlu ilmu. Inilah pentingnya ilmu. Dalam berdakwah, hakikatnya kita menyampaikan ilmu. Jika kita tidak mempunya ilmu ini, maka kita tidak dapat memberikan. Ada pepatah, siapa yang tidak punya, maka tidak dapat memberi.
Memang ada dakwah yang kita tidak perlu alim, misalnya mengajak orang Sholat, Puasa, Zakat dll. Bahayanya kalau orang ini dikenal sebagai pendakwah, kemudian ditanya tentang perkara yang dia tidak tahu, tetapi tidak sadar, akhirnya memberi jawaban yang keliru. Maka ini berbahaya.
Yang penting lagi selain ilmu adalah ikhlas.

Tanya: Mana yang didahulukan adab atau ilmu?
Jawab: Bagaimanapun ilmu yang mesti didahulukan. Karena untuk mengetahui adab kita mesti punya ilmunya. Intinya kita mesti mempelajari ilmu halm yaitu ilmu yang kita perlukan dengan keadaan kita, Misalnya ada suatu bencana yang memerlukan tenaga kesehatan. Ada orang yang sudah punya ilmu kesehatan namun perlu ditambah untuk menangangi bencana itu. Maka ilmu yang dipelajari olehnya adalah ilmu kesehatan yang diperlukan itu, bukan ilmu tajwid ata ilmu lain yang tidak diperlukan ketika itu.

Tanya: Bagaimana adab menuntut ilmu secara online?
Jawab: Mendengarkan dengan baik dan memahami. Kemudian mengamalkan ilmu yang sudah diberikan, Kemudian membagi ilmu itu ke orang lain. Tidak mengganggu jalannya ta’lim online, tidak sebagai sambilan yang membuat hilang atau terganggu konsentrasi. Bukan iseng saja karena mengisi waktu.

Tanya: Ada orang baru hijrah dan sudah berumur, bagaimana belajar ilmu yang diperlukan (Fardhu Ain)? Apakah dari Kitab yang aslinya atau cukup belajar ilmu yang sudah diringkas yang berisi intinya saja?
Jawab: Belajarlah cukup yang sudah diringkas yang berisi inti-intinya. Karena dia sudah harus melaksanakan ilmu Fardhu ain itu. Tidak perlu belajar dari awal dari Kitab aslinya, bagaimana gramatik Arabnya, mana yang perbedaan pendapat dll.
Kalau dia sudah selesai dengan ilmu Fardhu Ain dan sudah melaksanakannya. Jika dia ingin dan ada waktu lagi maka boleh dia menambah dengan ilmu dari Kitab aslinya,


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian