Hadits dari Sayidina Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu
Kisah Sayidina Mu’adz bin Jabal r.a.
Anshar yang masuk Islam ketika remaja
Beliau adalah dari kaum Anshar, orang Madinah yang membantu dan menerima Muhajirin Mekkah Hijrah di Madinah. Beliau masuk Islam masih remaja sebelum tumbuh kumis dan jenggotnya, yaitu ketika Rasulullah masih tinggal di Mekkah di waktu perjanjian Aqabah yang kedua, sebelum Hijrah ke Madinah. Beliau wafat di Jordania pada tahun 18 Hijrah, karena penyakit Tho’un mewabah di negeri Syam. Ketika itu beliau masih berusia 33 tahun. Jordania adalah pintu negeri Syam.
Utusan Rasulullah untuk berdakwah dan mengajar ke berbagai tempat
Muaz bin Jabal adalah Ulama dari kalangan Shahabat, yang diutus Rasulullah untuk berdakwah mengajar ke berbagai tempat.
Teguran Rasulullah untuk Sayidina Mu’adz bin Jabal
Suatu kali pernah di suatu kampung beliau diadukan oleh penduduk kampung itu, karena beliau menjadi Imam sholat membaca surat yang terlalu panjang, sehingga Rasulullah merah wajahnya dan marah kepada beliau agak keras dengan kata “apakah engkau membawa fitnah dalam agama ini yang Muaz?”. Ini mengajarkan kepada kita agar kita senantiasa muhasabah cara dakwah kita yang mungkin justru membawa fitnah, karena Shahabat yang Ulamapun pernah ditegur Rasulullah sedemikian rupa, apalagi kita. Maka sudah lebih pantas bagi kita untuk menegur diri kita sendiri dan senantiasa muhasabah tentang cara dakwah kita.
Perpisahan dengan Rasulullah (saw)
Sayidina Muaz terkenal dengan ke alimannya dalam perkara halal dan haram. Termasuk Ulama besar yang masih muda di kalangan shahabat Rasulullah shallallahu alaih wassalam. Beliau termasuk ahli Badar dan beberapa peperangan lain bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam.
Ketika beliau diutus ke Yaman, Rasulullah mengantar sampai ke pintu gerbang Madinah dan berkata: “Wahai Muaz, bisa jadi setelah ini ketika engkau kembali ke Madinah engkau tidak berjumpa denganku lagi”. Dan memang benar ketika beliau kembali datang dari Yaman ke Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam sudah wafat.
Sabda Rasulullah (saw) tentang keutamaan Mu’adz bin Jabal dan beberapa Shahabat lain (ra)
Orang yang paling berkasih sayang dari umatku adalah Abu Bakar. Orang yang paling tegas dalam agama adalah Umar bin Khatab. Orang yang paling pemalu adalah ‘Utsman bin ‘Affan. Orang paling faham perkara halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal. Orang yang paling faham ilmu faraid adalah Zaid bin Haritsah. Setiap umat ada orang yang amanah, dan yang yang paling amanah dalam umat ini adalah Abu Ubaidah ibnu Jarrah.
Hadits Musalsal dari Mu’adz bin Jabal
Hadits Musalsal adalah hadits yang disampaikan dari Rasulullah kepada Shahabat seterusnya kepada Tab’in, Tabi’ut Tabi’in dan seterus hingga kepada Ulama dan umat Islam di zaman ini dengan cara penyampaian yang sama, sebagaimana Rasulullah menyampaikan kepada Shahabat. Misalnya ketika Rasulullah menyampaikan Hadits dengan keadaan tertentu, maka Shahabat menyampaikan hadits itu kepada Tabi’in dengan cara sebagaimana keadaan Rasulullah menyampaikan hadits itu dan seterusnya hingga sampai kepada Ulama dan umat Islam di zaman ini. Ada hadits musalsal yang disampaikan di tempat khusus di Mekkah. Ada hadits musalsal bil musyabakah yang disampaikan dengan berjabat tangan. Ada hadits musalsal yang disampaikan dengan memegang jenggot. Berikut Ini hadits musalsal bil mahabbah, yaitu disampaikan dengan pernyataan cinta Rasulullah kepada Mu’adz bin Jabal
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ: يَا مُعَاذُ ! وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فَقَالَ : أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Artinya: “Dari Muadz bin Jabal radliyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengambil tangannya, lalu bersabda, ’Hai Muadz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu.’ Setelah mengatakan demikian, Rasulullah bersabda kembali, ‘Aku berpesan kepadamu, wahai Muadz: Jangan sampai kamu meninggalkan setiap selesai melaksanakan shalat supaya membaca:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِك
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87553/wasiat-wirid-rasulullah-kepada-muadz-bin-jabal-dibaca-setelah-shala.
Hadits ini terus disampaikan dengan perasaan cinta Mu’adz bin Jabal kepada muridnya. Kemudian muridnya itu menyampaikan lagi kepada muridnya dengan perasaan cinta dan seterusnya. Hingga Habib Ali Zainal Abidin Alkaff mendapatkan dari guru-guru beliau di antaranya Sayyidil Walid Ahmad Naufal Abdullah Alkaff dan Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Alawi Al Maliki yang menyatakan cintanya kepada beliau. Dalam kesempatan ini pula Alhamdulillah, Habib Ali Zainal Abidin Alkaff menyampaikan hadits musalsal di atas dengan menyatakan perasaan cintanya kepada pendengar yang live bersama kajian online secara langsung. Qobilna, Ya Habib, Ahabakallahu kama ahbabtana lahu. Jazakumullahu khairan.
Mu’adz salah satu Mufti (pemberi Fatwa) dari kaum Anshar
Dari kalangan Muhajirin ada 3 Shahabat yang dikenal memberi fatwa yaitu Sayidina Umar bin Khatab, Sayidina ‘Utsman bin ‘Affan dan Sayidina ‘Ali bin Abi Thalib. Dari kalangan Anshar adalah Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal dan Zaid bin Tsabit.
Sayidina ‘Umar bin Khatab pernah berkata ketika sedang berkhotbah, “Barang siapa yang ingin belajar Fiqh, maka datanglah kepada Mu’adz bin Jabal”.
Abu Idris Al Khaulani berkata, saya masuk ke Mesjid Homes di negeri Syam, ketika itu ada 30 orang yang sudah tua, yang semuanya adalah Shahabat Nabi. Mereka berkerumun mendengarkan satu orang yang masih muda (sekitar 30 tahun) berbicara. Saya pun ikut mendengarkan dan ta’jub dengan ilmunya. Maka saya bertanya “Siapakah orang muda itu?”. Disebut: “Dialah Mu’adz bin Jabal”. Maka saya langsung jatuh cinta kepada beliau.
Ini menunjukkan bahwa seorang yang alim itu tidak tergantung dari umur. Bisa saja seorang muda itu alim dan dihormati karena ilmunya, karena bermanfaat untuk orang lain.
Carilah ilmu untuk mendapatkan rasa takut kepada Allah
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda, carilah ilmu karena dengan ilmu (tentang Allah) kamu akan merasa takut kepada Allah. Allah berfirman dalam Al Quran
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Surat Fathir: 28)
Orang yang takut kepada Allah adalah orang yang mengenal Allah. Orang yang mengenal Allah adalah orang yang mempelajari ilmu dan mengetahui ilmu tentang Allah subhanahu wa ta’ala. Orang inilah yang disebut Ulama.
Habib Abdullah bin Husein bin Thohir mengatakan, ilmu itu adalah rasa takut kepada Allahu ta’ala. Kita dapat mengetahui orang yang berilmu itu dari rasa takutnya kepada Allah, karena orang yang berilmu mengetahui dengan sesungguhnya Keesaan, Kebesaran dan Kemuliaan Allah ta’ala.
Orang yang tahu tentang Allah takut kepada Allah, orang yang tahu tentang siksa api neraka, pasti dia akan takut masuk neraka, orang tahu tentang syurga akan takut tidak dapat memasuki syurga.
Rasa takut adalah puncak ilmu
Orang akan bertanya, mengapa kita disuruh takut, tapi juga disuruh mencintai Allah? Jawabnya adalah bukankah kalau kita cinta seseorang kita akan takut ditinggal oleh yang kita cintai?
Jadi rasa takut adalah hakikat dari rasa cinta, mulai dari rasa takut masuk neraka, takut tidak mendapat syurga, takut Allah akan meninggalkan kita, takut Rasulullah tidak mencintai kita lagi. Siapa yang benar benar mengetahui ilmu tentang Allah, maka dia akan mengetahui rasa takut yang sebenarnya. Jadi rasa takut adalah puncak dari ilmu, sebagaimana QS Al Fathir:28 yang disebut di atas.
Orang yang memiliki ilmu, jika saat ini belum ada rasa takut, namun satu saat, dia akan mendapatkan rasa takut karena dia tahu ilmu tentang Allah, tentang Neraka dan Syurga. Kalau dia berbuat salah, dia tahu bahwa dia berbuat salah. Satu saat dia akan takut terhadap akibatnya.
Berbeda dengan orang yang jahil. Jika dia berbuat salah, dia tidak tahu bahwa dia telah berbuat salah, bahkan mungkin merasa benar dalam keadaan berbuat salah itu.
Manfaat Ilmu
Menuntut Ilmu adalah ibadah yang sangat besar nilainya. Jadi ibadah yang besar bukanlah hanya sholat, zakat dan puasa saja.
Bermudzakarah yaitu mengulang-ulang membicarakan ilmu adalah tasbih.
Mencari ilmu (misalnya berusaha mencari guru) adalah jihad.
Memberikan ilmu kepada orang yang pantas mendapatkan ilmu adalah pendekatan kepada Allah (Qurbah).
Mengajari ilmu kepada orang yang tidak tahu adalah shadaqoh.
Itu sebabnya bagi orang yang berilmu akan mendapatkan ketiga sumber pahala amal ketika orang itu sudah meninggal, yaitu
1. Shadaqoh Jariah. Tidak ada shodaqah yang terbaik selain shodaqoh ilmu. Shodaqoh harta bisa habis. Bahkan shodaqoh tanah waqaf bisa dihancurkan. Jika seorang yang telah diberi shodaqoh ilmu, mengajarkan ke orang lain, pada shodaqoh itu akan terus bertambah.
2. Anak soleh yang mendoakannya. Anak kandung jumlahnya terbatas, dan kadang lupa mendoakan. Tapi seorang Ulama yang punya banyak murid yang senantiasa mendoakan, akan terus memberikan aliran pahala kepada Ulama itu. Jadi yang disebut anak soleh, bukanlah hanya anak kandung, tetapi juga anak murid.
Ada 3 kategori Ayah
a. Ayah yang dengan sebabnya kita dilahirkan
b. Ayah yang anaknya dinikahkan dengan kita (mertua). Kekal walaupun pasangan kita sudah berpisah.
c. Ayah yang mengajarkan ilmu kepada kita. Dan ayah yang ketiga inilah yang terbaik, karena ia memberikan ilmu ke dalam ruh kita, sehingga dapat membuat kita menerima nikmat yang abadi (syurga).
3. Ilmu yang bermanfaat.
Dengan ilmu kita dapat membedakan halal dan haram.
Ilmu itu menerangi jalan jalan para ahli syurga.
Ilmu itu menemani kita ketika kita sedang susah, karena ilmu dapat menghibur kita.
Ilmu adalah shahabat yang menemani kita ketika kita dijauhi orang.
Ilmu adalah teman yang mengajak kita bicara, ketika kita sendiri (khalwah).
Ilmu adalah dalil (bukti) antara kesulitan dan kemudahan, maksudnya ilmu memberi kemudahan (jawaban) ketika kita mempunyai kesulitan.
Ilmu adalah senjata untuk menghadapi musuh. Kita tidak dapat mengalahkan musuh tanpa ilmu.
Ilmu adalah hiasan bagi orang yang kita cintai. Ilmu akan menjadi penghias orang yang kita cintai. Orang yang berilmu itu akan menonjol dan menjadi hiasan di antara manusia. Dia menjadi pemimpin dalam kebaikan dan orang-orang mengikuti kata-katanya.
Malaikat berebut untuk menjadi shahabatnya, dengan menurunkan sayap mereka untuk menjaganya. Makhluk baik hewan di laut dan di darat mendoakan orang berilmu.
Ilmu menghidupkan hati yang mati. Ilmu adalah penerang dalam kegelapan. Orang berilmu dimuliakan di dunia dan akhirat.
Bertafakur tentang ilmu untuk memahaminya adalah seperti orang yang berpuasa.
Mengulang-ulang ilmu seperti sholat malam.
Ilmu adalah penyambung silaturahmi.
Ilmu adalah pemimpin dari amal dan amal mengikuti ilmu. Maksudnya ilmu mesti kita pelajari dahulu sebelum kita beramal. Siapa yang beramal tanpa ilmu akan tertolak amalnya.
Allah akan mempermudah orang yang akan menjadi ahli syurga untuk mencari ilmu. Dan Allah mempersulit orang yang akan menjadi ahli neraka untuk mendapatkan ilmu.
Hadits dari Abu Hurairah r.a.
Siapakah orang yang paling mulia?
Abu Hurairah meriwayatkan. Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw: “Siapakah orang yang paling mulia”, Rasul menjawab: “orang yang paling bertaqwa”.
Kebanyakan orang memahami pertanyaan dan jawab ini, bahwa jika orang ingin menjadi orang yang mulia adalah dengan bertaqwa. Namun Habib Ali Alkaff memahaminya berbeda, yaitu Rasulullah memberitahu kita bahwa orang yang paling bertaqwa adalah Rasulullah shallallahi alaihi wassalam. karena orang yang paling bertaqwa adalah Rasulullah shallallahi alaihi wassalam, sesuai sabda beliau pada kesempatan yang lain.
Kemudian dikatakan: “Bukan itu yang kami maksud”. Kata Rasulullah: “Kalau begitu, dialah Yusuf, Nabi anak dari Nabiyullah (Nabi Ya’qub), anak dari Nabiyullah (Nabi Ishaq) anak dari Khalilullah (Nabi Ibrahim).
Kemudian dikatakan lagi, “Bukan itu juga yang kami maksud”. Maka Rasulullah menjawab:” Kalau yang kalian maksud adalah apa yang paling hebat?, maka mereka adalah yang terbaik di zaman jahiliyah dan di zaman Islam adalah mereka yang paling berilmu”. Jadi puncak kehebatan satu golongan di zaman manapun adalah orang yang paling berilmu dalam syariat. Inilah asal dari kemuliaan seeorang
3 kelompok yang dapat memberi syafaat adalah
1. Nabi
2. Ulama
3. Syuhada
Jadi syafaat juga diberikan kepada selain Nabi, yaitu Ulama dan Syuhada. Ini motivasi bagi penuntut ilmu agar terus menuntut ilmu sehingga menjadi ulama yang dapat memberi syafaat kepada orang yang dikasihinya. Ini juga motivasi kita agar selalu dekat dengan ulama dan berkhidmat kepada ulama agar disayangi oleh ulama. Lebih baik lagi kalau kita dapat mempunya sahabat ulama yang soleh. Mudah-mudahan kita termasuk mendapat syafaat dari ulama.
Wallahu a’lam
0 Kommentare