Sifat al-Ma’nawiyyah

Di sini selesai pembahasan sifat al-ma’ānī, adapun sifat al-ma’nawiyyah itu bukan sifat tambahan, melainkan merupakan semacam penguatan atas tetapnya sifat al-ma’ānī bagi Dzat Allah ﷻ .

Sifat al-ma’nawiyyah ini merupakan penegasan sebagai konsekuensi lazim dari sifat ma’ānī. Yaitu bahwa Allah Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mengetahui, Maha Hidup,  Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Berbicara.

Sifat Mustaḥīl bagi Allah ﷻ

Selayaknya bagi setiap muslim meyakini kebatilan lawan dari sifat-sifat sebelumnya, contohnya seperti ketiadaan, kebermulaan, keberakhiran, keberadaannya sama dengan makhluk, keberadaannya butuh kepada Dzat dan mukhaṣṣiṣ, keberadaannya berbilang, lemah, terpaksa, tidak tahu, mati, tuli, buta, dan bisu. 

Masing-masing dari sifat 20 yang wajib punya lawannya, yaitu sifat yang mustahil, yang juga harus diyakini oleh setiap muslim.

Sifat Jāìz bagi Allah ﷻ

Dan tersisa sifat al-Jaiz bagi Allah ﷻ , yaitu melakukan sesuatu yang mungkin atau meninggalkannya, maknanya bahwa mungkin (bukan wajib) bagi Allah ﷻ  mengadakan sesuatu dari makhluknya atau meniadakannya. Dan Dia adalah yang berbuat dengan kebebasan mutlak, dan ada perbuatan apapun yang wajib baginya.

إيجاد كل ممكن وتركه

Allah ﷻ boleh mengadakan dan meniadakan apapun. Tidak ada yang wajib bagi Allah ﷻ, tidak ada keterpaksaan. Allah ﷻ tidak wajib mengutus para Rasul, namun karena kemurahan dan rahmat-Nya lah Allah ﷻ mengutus para Rasul. Begitu pula dengan pahala yang diberikan Allah ﷻ untuk hamba-Nya yang taat, atau bahwa Allah ﷻ menciptakan surga dan neraka. Berbeda dengan mazhab mu’tazilah yang mengatakan Allah ﷻ berkewajiban mengutus para Rasul dan berkewajiban memberi pahala bagi amal baik.

(Muhammad Rayyan Makiatu),
Video (Playlist) di Youtube Channel Official Media KMIB.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian