Islam adalah Agama yang Benar
Kita mendapati di alam ini agama-agama yang beragam, dan kelompok-kelompok yang beraneka ragam, dan semuanya mengklaim bahwa dia lah yang benar, akan tetapi pengakuan saja tidaklah cukup, melainkan harus ada dalil yang membuktikan kesahihannya. Dan kebenaran ajaran Islam itu dikukuhkan oleh nalar dan wahyu sekaligus. Adapun dalil secara tekstualnya firman Allah ta’ala: “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Āli ‘Imrān: 19); dan firman-Nya: “Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya” (QS. Āli ‘Imrān: 85); Maka ayat-ayat itu menegaskan secara pasti bahwa agama yang diridai di sisi Allah itu hanyalah Islam.
Banyak orang Eropa menolak Islam karena melihat perilaku orang muslim yang tidak mencerminkan Islam, adanya perilaku kekerasan, ketidakjujuran, dan sebagainya di kalangan imigran muslim atau negara yang mayoritasnya muslim. Padahal standar menguji kebenaran sebuah agama adalah bukan dari pemeluknya, melainkan dari isi ajarannya sendiri dan bukti-bukti ilmiahnya. Kita pun sebagai muslim meyakini agama Islam bukan hanya karena sekadar percaya saja, sebab kepercayaan saja bukanlah standar kebenaran. Walaupun banyak atau sedikit orang yang meyakini atau menolak agama Islam, jumlah yang mempercayai atau menolak itu tidak mengubah apapun terkait kebenarannya. Lalu apa standar utama untuk menguji kebenaran sebuah agama? Yaitu sandarannya adalah dalil, argumentasi, dan bukti-bukti baik rasional maupun dari kitab suci. Adapun bukti bahwa al-Quran merupakan mukjizat yang membuktikan kenabian Nabi Muhammad ﷺ sekaligus wahyu yang berasal dari Allah dan sampai kepada kita dengan riwayat yang sahih telah dipaparkan di bagian sebelumnya.
Agama Islam itu secara kebahasaan artinya tunduk kepada Tuhan pencipta alam semesta, dan ketundukan yang hakiki itu mengharuskan iman kepada semua nabi dan semua ajaran yang mereka bawa datang dari Allah SWT. Tidak ada agama di atas muka bumi ini yang memerintahkan semua manusia dengan iman yang sempurna dan menyeluruh kecuali Islam. Dan bukti akan kebenaran agama Islam juga kukuh pada akal, di antaranya bahwa Tuhan itu hanya ada satu, maka konsekuensi dari keberadaan Tuhan yang satu itu bahwa agama yang benar itu juga hanya ada satu. Dan di antaranya bahwa akidah keislaman bersandar pada bukti-bukti rasional yang bersifat pasti. Maka iman dalam pemahaman keislaman haruslah bersifat pasti, sesuai dengan kenyataan, dan terlahir dari adanya bukti. Dan segala sesuatu yang dibuktikan dengan dalil yang benar maka dia benar.
Islam ini bukan hanya agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ saja, melainkan agama dari seluruh nabi dari Nabi Adam ‘alaihissalam. Semua nabi membawa risalah tauhid dari Allah, sehingga seluruh akidah para nabi tidak ada yang berbeda satu sama lain. Berbeda dengan fikih yang kadang mempunyai dalil yang bersifat ẓanniy yang memungkinkan ruang perbedaan pendapat, pembahasan mengenai akidah harus dibuktikan dengan bukti dan argumen yang bersifat qaṭ’iy pasti 100 %, tidak memungkinkan ruang keraguan, kecuali dalam masalah rincian-rincian. Oleh karena itu, bila ada perbedaan mendasar dalam akidah, misalnya ada yang berkata Allah itu berbeda dengan makhluk, yang lain berkata Allah serupa dengan makhluk, maka kedua yang bertentangan ini jelas tidak bisa benar keduanya sekaligus.
Dan di antara bukti kebenaran Islam, bahwa al-Quran dan as-Sunnah –sebagai dua sumber ajaran Islam – keterpercayaannya terbukti dengan pasti. Adapun al-Quran itu diriwayatkan secara mutawatir. Dan dia memiliki sanad (jalur periwayatan) yang sampai kepada penerima yang pertama, yaitu Nabi ﷺ . Yang menjadi patokan dalam al-Quran adalah periwayatan lisan, bukan lembaran-lembaran kertas kitab suci. Adapun hadis-hadis Nabi ﷺ , keterpercayaannya, itu dikukuhkan oleh kaidah-kaidah keilmuan yang terukur, sebagaimana disebutkan dalam ilmu al-muṣṭalaḥ, dan itulah keistimewaan umat Nabi ﷺ ini.
Mutawātir itu artinya kabar yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap tingkat periwayatan, dengan jumlah yang mustahil bagi mereka untuk bersepakat berbohong, dan kabar itu bersumber dari sesuatu yang mereka alami atau saksikan langsung. Kebenaran khabar mutawātir tidak bergantung pada keadilan individu perawi, tetapi pada jumlah dan penyebaran kabar yang membuat kemungkinan rekayasa menjadi mustahil. Lawan dari mutawātir itu khabar ahad atau khabar wāhid, yaitu diriwayatkan satu atau sedikit periwayat, dalam hal ini perlu dicek kesahihannya (rantai sanad dan redaksi matannya).
Ilmu al-Muṣṭalaḥ al-Ḥadīṡ adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah, istilah-istilah, dan klasifikasi dalam dunia periwayatan hadis, agar dapat diketahui tingkatan dan derajat hadis, apakah ia ṣaḥīḥ, ḥasan, ḍaʻīf, atau lainnya, tujuannya adalah untuk membedakan antara hadis yang bisa dijadikan hujah dan yang tidak, menjaga kemurnian hadis Nabi ﷺ dari kebohongan dan kekeliruan, mengetahui kualitas perawi dan rangkaian sanad (mata rantai periwayatan).
Makna Dua Kalimat Syahadat mencakup Seluruh Akidah
Seluruh pembahasan yang telah lewat dari Ilāhiyyāt, Nubuwwāt, dan Sam’iyyāt dihimpun oleh kalimat “Lā ilāha illallāh, Muḥammad rasūlullāh”. Adapun makna ketuhanan ialah ketidakbutuhan Allah dari selainnya, dan kebutuhan segala sesuatu selainnya kepada-Nya. Adapun ketidakbutuhan-Nya pada yang lain konsekuensinya adalah adanya sifat wujud (ada), qidam (tidak bermula), baqā`(tidak berakhir), mukhālafah lil-ḥawādiṡ (berbeda dengan makhluk), qiyām bin-nafs (berada pada diri-Nya sendiri), dan ketersucian dari kekurangan, dan masuk di dalam hal itu wajibnya sifat sama’, baṣar, dan kalām, karena kalau sifat-sifat ini tidak wajib, maka Dia akan butuh kepada selain-Nya untuk menghilangkan kekurangan dari diri-Nya.
Dan kebutuhan segala sesuatu pada-Nya melahirkan konsekuensi sifat waḥdāniyyah (esa), qudrah (kuasa), irādah (kehendak), ‘ilm (pengetahuan) hayāt (kehidupan). Maka dengan demikian terbuktilah bahwa bagian pertama dari syahadat mencakup semua hal yang wajib diyakini dalam hal ketuhanan.
لا إله إلا الله
“Tiada Tuhan (ilāh) selain Allah”
Sesuatu disebut sebagai Tuhan (ilāh) kalau memenuhi dua kriteria:
- Dia tidak bergantung kepada yang lain
- Segala sesuatu yang lain bergantung kepada diri-Nya
Tuhan tidak bergantung kepada yang lain, berarti dia harus ada, tidak bermula, tidak berakhir, tidak serupa dengan makhluk, berada dengan diri-Nya sendiri. Sifat pendengaran, penglihatan, dan firman juga wajib, karena kalau tidak punya sifat ini, artinya Allah memerlukan yang lain untuk menghilangkan kekurangan itu, dan ini mustahil. Maka sifat ini juga termasuk ke dalam makna pertama.
Segala sesuatu di alam semesta ini bergantung pada-Nya, maka dia harus bersifat kuasa, berkehendak, mengetahui, kehidupan, esa. Sekaligus kedua makna ini menolak sifat mustahil bagi Allah dan menerima sifat jaiznya yang satu. Maka jelas bahwa seluruh akidah yang telah dibahas terangkum di dalamnya.
Dan adapun ungkapan kita “Nabi Muhammad ﷺ adalah utusan Allah” itu menyempurnakan bagian syahadat yang sebelumnya. Dan masuk di dalamnya keharusan beriman kepada sifat-sifat wajib bagi para nabi, dari kejujuran, amanah, penyampaian risalah, dan kecerdasan. Juga iman dengan semua yang dikabarkan oleh nabi mengenai kisah orang terdahulu dan akan datang, dan semua hal gaib yang tidak diterima kecuali melalui wahyu.
محمد رسول الله
“Nabi Muhammad ﷺ adalah utusan Allah”
Ketika kita meyakini beliau ﷺ adalah utusan Allah, maka kita meyakini semua yang beliau sampaikan, termasuk iman kepada semua hal gaib yang beliau sampaikan. Juga kita mengakui keempat sifat wajib nabi, menolak sifat mustahil baginya, dan menerima sifat yang boleh baginya.
Kalau ada orang hanya sebatas mengucap kalimat syahadat saja namun hatinya tidak mengakui, maka belum dianggap beriman, seperti orang munafik di zaman Nabi, meskipun secara fikih tetap wajib diperlakukan seperti orang muslim dalam urusan muamalahnya.
Dan dengan hal ini menjadi jelaslah bagi kita bahwa akidah Islam seluruhnya teringkas dalam dua kalimat syahadah. Maka barangsiapa yang mengucapkan kalimat syahadat dan beriman dengan kandungannya, maka mereka itulah orang yang mendapatkan hidayah, dan barangsiapa yang memalingkan diri darinya dan ingkar terhadapnya, maka merekalah golongan orang-orang yang tersesat, dan kita memohon kepada Allah agar tidak menjadikan kita sebagai bagian dari mereka.
Ustaz telah mengijazahkan untuk membaca kitab ini dan mempelajarinya dengan syarat istiqamah atas manhaj ahlussunnah wal-jamā’ah. Beliau juga mengijazahkan mengajarkan kitab ini dengan penjelasan yang tidak menyeleweng dari mażhab ahlussunnah wal-jamā’ah.
Harapannya agar ilmu ini bermanfaat di dunia dan di akhirat, dan kita memohon kepada Allah agar mengampuni semua dosa-dosa kita. Semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan kita berharap kita dibangkitkan sebagai umatnya Nabi Muhammad ﷺ, diwafatkan sebagai muslim, dan istiqamah sampai akhir hayat.
Dengan bertawassul kepada seluruh ulama ahlussunnah wal-jamā’ah, ‘ala kulli niyyatin ṣālihah, wa ilā haḍratin-Nabī ṣallallāhu ‘alaihi wasallam, Al-Fatihah.
Pengajian kitab berakhir di tanggal 16 Juli 2025 / 21 Muharram 1447 H.
Wallahu a’lam biṣ-ṣawab.
(Muhammad Rayyan Makiatu, dengan sedikit penyesuain (Red.))
Video (Playlist) di Youtube Channel Official Media KMIB.
0 Komentar