Kenabian (An-Nubuwwāt)

Telah kukuh bahwa Allah ﷻ  wujud dan bersifat dengan seluruh kesempurnaan, dan tidak ada keraguan bahwa Dia Maha Pengasih terhadap hamba-hamba-Nya dan Maha Mengetahui kemaslahatan urusan mereka. Dan termasuk dari keagungan karunia-Nya bahwa Dia mengutus para Rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, sehingga manusia tidak punya alasan (untuk membantah) kepada Allah setelah diutusnya para Rasul. Maka sebagaimana wajib atas setiap muslim bahwa dia meyakini hal-hal yang berkaitan tentang ketuhanan (ilāhiyyāt), wajib juga baginya meyakini semua yang harus diyakini seputar kenabian. Dan yang dimaksud dengan nubuwwāt ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan Nabi, dari sifat-sifat yang wajib bagi mereka, yang mustahil bagi mereka, dan yang boleh bagi mereka.

Maka wajib atas para Nabi dan Rasul semua sifat-sifat kesempurnaan yang layak bagi kedudukan mereka, dan yang terpenting di antaranya ada empat, yaitu: aṣ-Ṣidq, al-Amānah, at-Tablīġ, dan al-Faṭānah.

Iman kepada Nabi dan Rasul adalah dari Iman kepada Allah

Keimanan tidak cukup hanya kepada Allah ﷻ dan hari akhir saja, melainkan juga harus ada iman kepada para utusan Allah, sebagaimana yang Allah ﷻ tegaskan dalam al-Qur’an, surah An-Nisā` ayat 150-151: 

اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖ وَيُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّفَرِّقُوْا بَيْنَ اللّٰهِ وَرُسُلِهٖ وَيَقُوْلُوْنَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَّنَكْفُرُ بِبَعْضٍۙ وَّيُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَّخِذُوْا بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًاۙ ۝١٥٠

 اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ حَقًّاۚ وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًا ۝١٥١

“Sesungguhnya orang-orang yang kufur kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain),” serta bermaksud mengambil jalan tengah antara itu (keimanan atau kekufuran) (150), merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan. (151)”

Artinya iman kepada para nabi itu satu kesatuan dengan iman kepada Allah ﷻ. 

Bagi Allah, mengutus para Rasul adalah bagian dari karunia-Nya yang besar, bukanlah merupakan kewajiban bagi Allah, sebab tidak ada kewajiban bagi Allah atas suatu perbuatan apapun. Hal ini merupakan keyakinan Ahlus-sunnah wal-Jamā’ah yang berbeda dengan keyakinan aliran mu’tazilah.

Tujuan Nabi dan Rasul diutus oleh Allah

Fungsi pengutusan Rasul termasuk tarġīb (memotivasi orang untuk berbuat baik) dan tarhīb (membuat waspada, agar orang tidak terjatuh dalam kemurkaan Ilahi), atau tabsyīr (pemberi kabar gembira) dan inżār (pemberi peringatan). Rasul juga diutus untuk menutup celah manusia membantah Tuhan di kemudian hari. Allah tidak menuntut tanggung jawab untuk beriman bagi kaum yang tidak diutus rasul atas mereka. Oleh karena itu orang yang belum mendapati dakwah dari Rasul dihukumi sebagai ahlu lfatrah, termasuk orang yang mendapatkan dakwah, namun dakwahnya masih cacat, maka dia tidak diminta pertanggungjawaban sebagai orang yang wajib beriman.

Apa alasan rasional kita percaya kepada kehadiran semua nabi? Alasan pertama, Allah mengutus hamba yang dipilihnya sebagai nabi adalah mungkin secara akal, tidak ada argumen yang menyebutkan pengutusan nabi itu mustahil. Tuhan ingin membimbing umat manusia melalui para utusan-Nya. Permisalannya seperti seseorang yang membuat sebuah bangunan yang megah, maka setelah bangunan itu jadi, pembuat bangunan itu juga merawatnya sebaik mungkin sehingga bisa dipakai sesuai alasan pembuatan bangunan itu, bukan meninggalkannya begitu saja. 

Begitu pula Allah telah menciptakan alam ini, lalu bagaimana hubungan Tuhan dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya? Telah diketahui bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan akal, hati nurani, panca indra, kemampuan berkreasi, hawa nafsu, dll. Apakah Tuhan membimbing manusia yang telah Dia ciptakan sedemikian kompleksnya, atau meninggalkannya begitu saja? Mana yang lebih sempurna bagi Allah? → Jelas yang lebih sempurna adalah Tuhan yang membimbing ciptaannya (sesuai tujuan penciptaannya), bukan meninggalkannya begitu saja. Maka kehadiran para nabi adalah cara Tuhan membimbing umat manusia, dan ini bukanlah hal yang mustahil, justru itulah hal yang lebih maslahat. 

Alasan berikutnya, hal ini juga dikukuhkan dengan fakta-fakta sejarah dan bukti-bukti yang nyata dari sumber-sumber yang dapat dipercaya. Terkait kenabian Nabi kita Muhammad ﷺ, ada mukjizat al-Qur’an yang menjadi bukti kenabiannya. Kemudian, karena berita-berita tentang nabi-nabi sebelum beliau ﷺ ada di dalam al-Qur’an dan hadis-hadis yang terpercaya, maka kita dapat mengukuhkan keimanan kita kepada para nabi terdahulu.

Wahyu

Hal ini juga terkait dengan kepercayaan terhadap wahyu. Wahyu artinya pengetahuan yang berasal dari Tuhan, yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Nabi dan rasul keduanya sama-sama mendapat wahyu dari Allah. Mengenai perbedaan antara nabi dan rasul, ada 3 pendapat: 1) Nabi dan rasul itu sama; 2) Rasul itu diwajibkan untuk menyampaikan risalah kepada umatnya, sedang nabi tidak wajib menyampaikan; 3) Rasul mendapatkan syariat baru sebagai pembaharuan dari syariat lama, sedang nabi hanya menyampaikan risalah mengikut syariat rasul sebelumnya. Pendapat yang masyhur yaitu Rasul diutus untuk menyampaikan risalah kepada umatnya, sedangkan nabi tidak diwajibkan untuk menyampaikan, namun nabi tetap ada di antara umatnya untuk menjadi teladan dan juga boleh menyampaikan risalah meskipun tidak wajib. Makna nabi itu lebih umum daripada rasul: semua rasul itu nabi, tapi tidak semua nabi adalah rasul.

(Muhammad Rayyan Makiatu),
Video (Playlist) di Youtube Channel Official Media KMIB.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian