٥٦] والجن والأملاك ثم الأنبيا – والحور والولدان ثم الأوليا]

[56] Juga percaya adanya Jin, Malaikat dan kepada Anbiya, juga adanya bidadari, wildan (anak-anak syurga) dan para wali

٥٧] وكل ما جاء من البشير – من كل حكم صار كالضروري]

[57] Wajib beriman kepada khabar yang dibawa oleh Nabi, ia telah menjadi khabar yang masyhur

Jin

Jin adalah makhluk ciptaan Allah, yang diciptakan dari nyala api (QS Ar-Rahman:15). Jasad mereka halus dan tidak dapat dilihat oleh kasat mata.
Jin diciptakan juga bertujuan agar beribadah kepada Allah, sebagaimana manusia. Sehingga mereka dapat memilih untuk taat atau durhaka kepada Allah. Allah berfirman dalam QS Adz-Dzariat:56

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Kita wajib percaya adanya Jin. Namun kita tidak disuruh untuk dapat melihat mereka atau bergaul dengan mereka.

Ada dua pandangan ekstrim tentang adanya Jin:

Yang pertama terlalu menghubungkan sesuatu kejadian dengan jin sehingga melakukan bid’ah yang melanggar syariat. Misal jika ada penyakit, mereka mengatakan ini semua disebabkan oleh jin, sehingga mereka tidak melakukan penyembuhan penyakit melalui dokter atau menjaga kesehatan dan kebersihan yang disyariatkan, melainkan melakukan ritual yang tidak disyariatkan oleh agama. Atau jika ada peristiwa yang mencelakakan, mereka berkata ini disebabkan oleh jin, sehingga mereka bukan mencari sebab kecelakaan itu secara ilmiah yang sesuai syariat, tetapi pergi ke dukun untuk menyelesaikan masalah kecelakaan.

Pandangan ekstrim yang kedua, mereka tidak percaya sama sekali dengan adanya jin, karena tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Mereka berkeyakinan sesuatu yang tidak dapat dilihat dan ditangkap dengan alat bantu dianggapnya tidak ada. Sehingga meremehkan perkara yang disyariatkan dalam agama. Misalnya tidak mau membaca doa yang disyariatkan ketika melakukan sesuatu, misalnya makan tidak berdoa dan dengan tangan kiri karena dianggapnya jin tidak ada, karena tidak kelihatan. Jadi difikirnya mana mungkin ada syeitan yang berupa jin ikut makan, hanya karena tidak membaca doa atau makan dengan tangan kiri.

Ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah adalah jalan tengah, tidak terlalu apa-apa dihubungkan dengan jin, namun tidak juga menafikan adanya jin,

Malaikat

Malaikat diciptakan dari cahaya dan selalu taat kepada Allah. Allah berfirman dalam QS Al Anbiya :19-20

وَلَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَمَنْ عِندَهُۥ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِۦ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ

Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.

يُسَبِّحُونَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ

Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.

Kita percaya adanya Malaikat dengan tugas-tugasnya. Ini termasuk dalam Rukun Iman yang kedua. Kita diwajibkan mengimani adanya Malaikat yang jelas disebutkan dalam Quran dan Hadits yaitu:
– Malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu yaitu Malaikat Jibril.
– Malaikat yang bertugas membagikan rezeki yaitu Malaikat Mikail
– Malaikat yang bertugas meniup Sangkakala yaitu Malaikat Israfil,
– Ada Malaikat yang bertugas mencabut nyawa. Nama Malaikat Izrail sebenarnya berasal dari cerita Israiliyat. Namun boleh dipakai karena tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kalau tidak ingin memakai nama Izrail pun, tidak mengapa. Boleh disebut saja Malaikat Maut
– Malaikat yang bertugas menjaga pintu Syurga, yaitu Malaikat Ridhwan
– Malaikat yang bertugas menjaga pintu neraka, yaitu Malaikat Malik
– Malaikat yang bertugas menanyakan mayit dalam kubur, yaitu Malaikat Munkar dan Nakir
– Malaikat yang bertugas mencatat amal kita, yaitu Malaikat Roqib dan Atid.
– Malaikat yang bertugas pembawa Arasy
Dan banyak Malaikat-Malaikat lain yang disebutkan dalam Al Quran dan Hadits. Seperti Malaikat yang mencari majelis ilmu, yang menghormati dan mendoakan para penuntut ilmu, ada Malaikat yang selalu bersholawat kepada Nabi dan sebagainya.

Nabi dan Rasul

Keyakinan kepada Nabi dan Rasul termasuk dalam perkara sam’iyat, karena banyak Nabi dan Rasul yang kita ketahui hanya karena mendengar tentang kisahnya tanpa kita melihat bukti peninggalannya. Bahkan sebagian lagi ada disebutkan keberadaanya, tetapi tidak dikisahkan dalam Quran dabn Hadits. Dikatakan jumlah Nabi adalah 120 ribu dan jumlah Rasul adalah 313. Riwayat tentang jumlah Nabi dan Rasul ini bukanlah mutawatir, sehingga para ulama mengatakan kita tidak pula meyakini sepenuhnya tentang jumlahnya. Karena kalau ternyata jumlahnya lebih dari itu, maka kita secara tidak sadar telah mengeluarkan sejumlah Nabi dan Rasul jadi orang yang bukan Nabi dan Rasul. Demikian juga kalau ternyata kurang dari itu, kita telah memasukan orang yang bukan Nabi dan Rasul menjadi Nabi dan Rasul. Namun nama Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Quran dan Hadits secara mutawatir, kita wajib mengimaninya. Seperti nama 25 Rasul dalam Quran yang masyhur.
Kita wajib beriman kepada Nabi dan Rasul dimana sebagiannya diceritakan dan namanya diberitahukan, dan sebagian besarnya tidak diceritakan, sebagaimana disebutkan dalam Al Quran (QS Al-Mu’min:78).

Bidadari dan Wildan

Bidadari dan Wildan adalah wanita dan laki laki muda di syurga yang melayani penghuni syurga. Ini diceritakan dalam Quran Surat Al Waqiah: 35-38.

إِنَّا أَنشَأْنَاهُنَّ إِنشَاءً

(35) Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung .

 فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا

(36) dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,

 عُرُبًا أَتْرَابًا

(37) penuh cinta lagi sebaya umurnya,

 لِّأَصْحَابِ الْيَمِينِ

(38) (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,

QS Al Insan: 19

۞ وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَٰنٌ مُّخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَّنثُورًا

Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.

Terhadap Bidadar dan Wildan ini, sebagai muslim kita juga bersikap pertengahan. Tidak berlebihan dan kekurangan dalam menyikapinya.

Wali Allah

Imam Ahmad Ad-Dardir memasukkan adanya wali, yaitu manusia kekasih Allah yang melaksanakan semua perintah Allah sejauh yang termungkin dilakukan olehnya. Setiap Nabi dan Rasul adalah juga wali (kekasih Allah), tetapi tidak semua wali itu Nabi. Para wali ini juga kita hanya mendengar kisahnya, tanpa kita bertemu dengan mereka. Kita wajib mempercayainya bahwa Allah menciptakan manusia itu dengan berbagai tingkatan kemuliaan. Di antara Nabi dan Rasul ada yang paling mulia. Kita diwajibkan memuliakan sesuai dengan apa yang disyariatkan, karena Allah dan Malaikat memuliakannya. Bahkan ada tingkat kemuliaan di antara Malaikat.

Berikut ini urutan manusia dari yang paling mulia yang Allah ciptakan:
1. Rasulullah shallallahu alaihi wassalam
2. 5 Rasul dari Ulul ‘Azmi alaihim wassalam. Satu di antara lima Ulul ‘Azmi adalah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam
3, Rasul selain Ulul ‘Azmi alaihim salam
4. Nabi yang bukan Rasul alaihim salam
5. Malaikat yang Utama (Malaikat Jibril, Malaikat Mikail, Malaikat Israfil, dan Malaikat lain yang disebut dalam Quran). Malaikat dimasukkan di sini untuk menunjukkan kemuliaan Nabi dan Rasul yang lebh mulia dari Malaikat.
6. Malaikat pada umumnya.
7. Khulafa Ur-rasyidin :
– Sayidina Abu Bakar Siddiq
– Sayidina Umar bin Khattab
– Sayidina Usman bin ‘Affan
– Sayidina Ali bin Abi Thalib
8. Shahabat yang dijanjikan syurga (jumlahnya 10 termasuk Khulafaur Rasyidin)
9. Shahabat Ahli Badar (313 orang dikurangi yang sudah disebut di no 7 dan 8)
10. Shahabat Nabi yang menjadi Ahlul Bait (istri Nabi dan keluarga Nabi) yang disebut khusus dalam Quran dan Hadits,
11. Sahabat Nabi yang lain (124 ribu dikurangi yang disebut di nomor 7, 8, 9 dan 10)
12. Para wali

Keyakinan adanya manusia yang dimuliakan oleh Allah karena cinta dan taatnya kepada Allah adalah termasuk dalam perkara yang mesti diyakini. Sehingga kita memuliakan dan memperlakukan mereka, dan tidak meremehkannya. Merekalah orang-prang yang telah diberi nikmat oleh Allah sebagaimana yang disebut dalam doa Al Fatihah, sehingga menjadi tauladan kita untuk kita ikuti jalannya. Ada suatu hadits berbunyi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ (رواه البخاري)

Terjemah hadits:

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhya Allah ta’ala berfirman: Siapa yang memusuhi wali-Ku maka telah Aku umumkan perang terhadapnya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai kecuali beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah diluar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya. Dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.“ (Riwayat Bukhari). 

Sahabat radhiyallahu anhum

Setelah kita ketahui bahwa kedudukan Sahabat adalah sangat mulia. Leboh mulia dari umat Islam lain yang bukan Shahabat. Oleh sebab itu kita mesti memuliakan mereka. Mereka telah berjasa membawa risalah ini kepada generasi penerusnya yaitu Tabi’in, seterusnya kepada Tabi’ut-Tabi’in dan seterusnya kepada Ulama pewaris Nabi hingga kepada kita.
Adanya perbedaan pendapat di kalangan Shahabat, oleh para Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, kita dilarang untuk membicarakan apalagi menyalahkan, membenci dan merendahkan mereka. Kita katakan pihak yang benar akan mendapat 2 pahala, sedang pihak yang keliru akan mendapat 1 pahala. Dan mereka sekarang lebih mengetahui keadaannya dari pada kita. Oleh sebab itu kita lebih baik diam untuk menjaga adab dan sangka baik kepada mereka semua. Mereka telah melakukan ijtihad, karena mereka punya ilmu yang cukup sehingga layak melakukannya.

Mencintai keturunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam.

Keturunan Nabi Muhammad melalui Sayidatina Fathimah adalah termasuk manusia yang mesti kita cintai dan muliakan, sebagai kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Ini adalah perintah agama berdasarkan dalil Quran dan Hadits yang mutawatir. QS Asy-Syura 23

ذَٰلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ۗ قُل لَّآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا ٱلْمَوَدَّةَ فِى ٱلْقُرْبَىٰ ۗ وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُۥ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri

Keistimewaan ahlul bait (keluarga Nabi) di antaranya disebutkan dalam QS Al Ahzab:33

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ

dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak meng­hilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

In Hadits Zaid bin Arqam, dia berkata,

قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا، بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَوَعَظَ وَذَكَّرَ، ثُمَّ قَالَ: ” أَمَّا بَعْدُ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ، وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللهِ، وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ ” فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللهِ وَرَغَّبَ فِيهِ، ثُمَّ قَالَ: «وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي» فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ؟ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ: نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ، قَالَ: وَمَنْ هُمْ؟ قَالَ: هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ، وَآلُ جَعْفَرٍ، وَآلُ عَبَّاسٍ قَالَ: كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ

Pada satu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri dan berkhutbah di sebuah mata air yang disebut Khumm. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan kepada kami : “Amma ba’du, ketahuilah wahai sekalian manusia, bahwasannya aku hanyalah seorang manusia sama seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu malaikat maut) akan datang dan dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan kepada kalian dua hal yang berat, yaitu :
1) Al-Qur’an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur’an itu dan berpegang teguhlah kepadanya – beliau mendorong dan menghimbau pengamalan Al-Qur’an-. ;
2) Dan ahli baitku (keluargaku). Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku (beliau mengucapkan tiga kali)”.
Husain berkata kepada Zaid : “Wahai Zaid, siapakah ahlul-bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Bukankah istri-istri beliau adalah ahlul-baitnya ?”. Zaid bin Arqam menjawab : “Istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang ahli bait. Namun, ahli bait beliau adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau”. Husain berkata : “Siapakah mereka itu ?”. Zaid menjawab : “Mereka adalah keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga ‘Abbas”. Hushain berkata : “Apakah mereka semua itu diharamkan menerima zakat ?”. Zaid menjawab : “Ya” [HR. Muslim no. 2408 dan Ibnu Khuzaimah no. 2357].

Keluarga Nabi adalah istimewa, diantaranya adalah mereka diharamkan menerima zakat dan sedekah. Jika kita hendak memberikan sesuatu kita niatkan sebagai hadiah. Begitu yang disyariatkan, sekaligus sebagai penghormatan dan kecintaan kita kepada Nabi dan keluarganya.

Sayidina Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Beliau berkata,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَرَابَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِي

Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kerabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih aku sukai untuk aku sambung (silaturahmi) daripada kerabatku sendiri.” [HR. Bukhari nomor 3712 dan Muslim nomor 1759].

Beliau radhiallahu ‘anhu juga mengatakan,

«ارْقُبُوا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ»

Jagalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap ahli baitnya”[HR. Bukhari nomor 3713].

Maksudnya adalah menjaga beliau dengan tidak mencela dan menyakiti ahli bait. Mencintai keluarga Nabi tidak berarti mengikuti semua keluarga Nabi. Kita diwajibkan mencintai keluarga Nabi dan mengikuti Ulama pewaris Nabi, yaitu Ulama yang mengikuti Nabi. Di antara Ulama yang mengikuti Nabi ada juga dari kalangan keluarga Nabi.

Perkara Sam’iyat lain

Semua perkara sam’iyat yang disebut dalam Quran dan Hadits secara mutawatir adalah termasuk perkara yang mesti diimani. Selain perkara penting yang sudah disampaikan di atas, masih ada perkara Sam’iyat yang belum diceritakan.
Seperti peristiwa Isra dan Mi’raj. Siapa yang menolak Isra, maka dia keluar dari Iman, karena peristiwa Isra’ diceritakan dalam Al Quran. Sedang siapa yang menolak Mi’raj, dia hanya digolongkan fasik. Karena peristiwa Mi’raj diceritakan dalam Hadits namun tidak Mutawatir.
Demikian juga tentang Syafaat Nabi di akhirat, ini adalah perkara yang mesti kita yakini. Kita berharap mendapatkan syafaat Nabi dengan banyak bersholawat ke atas Nabi, berbuat baik kepada keluarga Nabi dan berkhidmat membantu perjuangan para Ulama pewaris Nabi.
Perkara sam’iyat tentang akhir zaman juga termasuk yang kita imani. Diantaranya tentang Imam Mahdi, turunnya Nabi Isa, adanya Dajjal yang membuat fitnah, Ya’juj dan Ma’juj, binatang yang melata, Matahari terbit dari barat dan perkara lain. Intinya kita sebagai orang yang beriman percaya dengan semua yang dikatakan oleh Nabi kita shallallahu alaihi wassalam.

Wallahu a’lam


0 Kommentare

Schreibe einen Kommentar

Deine E-Mail-Adresse wird nicht veröffentlicht. Erforderliche Felder sind mit * markiert.

de_DEGerman