Kajian online dan offline

Kajian online berbeda dengan kajian offline. Jika bertemu secara langsung kita akan mendapat 100% ruh, maka dengan online kita hanya dapat menerima setengah ruh. Oleh sebab itu sebaiknya kamera dibuka ketika kajian online untuk dapat menerima setengah ruh itu.

Apa itu sanad?

Sanad adalah rantai guru yang mengantarkan ilmu kepada kita. Jika seseorang menerima Qiroat (bacaan) Al Quran yang bersanad yang bersambung hingga kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, maksudnya adalah orang itu menerima Qiroat Al Quran dari guru, gurunya mendapatkan dari gurunya lagi, gurunya dari guru, dan seterusnya dari tabi’ut tabi’in dari tabi’in dari Shahabat dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Kalau diteruskan, Rasulullah menerima melalui Malaikat Jibril, dan Malaikat Jibril menerima dari Allah.
Sanad inilah yang membuktikan dan yang membenarkan bahwa Qiroat Al Quran itu memang asli sebagaimana yang diterima oleh Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Apa itu bacaan Al Qur’an dengan kalimat singkat

  • Kalamullah (Firman Allah).
    • Maka siapa yang membacanya seolah-olah berbicara dengan Allah.
  • Diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam.
    • Kalamullah yang diturunkan ke Nabi Musa, namanya Taurat.
    • Kalamullah yang diturunkan ke Nabi Isa, disebut Injil
  • Disampaikan melalui Malaikat Jibril
  • Yang sampai kepada kita secara Mutawatir yaitu lebih dari 10 orang
  • Mu’jizat, oleh sebab itu dapat dihafal, walaupun oleh orang yang tidak mengerti maknanya.
  • Berpahala membacanya, berbeda dengan hadits, walaupun kita tidak faham Al Quran, jika kita membacanya kita mendapat pahala pada setiap hurufnya. Dengan syarat membaca dengan memperhatikan adab dan tata cara membaca (berusaha dengan belajar)
  • Ditulis dalam Mushaf, dibatasi 2 oleh sampul (depan dan belakang)
    • Diawali dengan Al Fatihah dan diakhiri dengan An-Nas
    • Ada sejak dibuat Mushaf di zaman Khalifah Abu Bakar Shiddiq radhiallahu anhu

Syarat-syarat sahihnya Qiroat Al Qur’an

Menurut Imam Ibnu Al Jazari syarat sahihnya Qiroat Al Qur’an adalah

  1. Selaras dengan kaidah bahasa Arab
  2. Selaras dengan penulisan Rasm Usmani
  3. Sanad yang bersambung hingga Rasulullah shallallahu alaihi wassalam

Jika tidak memenuhi satu saja dari 3 rukun ini, maka disebut Quran itu bersifat Syaz (lemah).

Semua sanad Qiroat Al Quran di zaman sekarang pasti melalui Imam Ibnu Al Jazari

Kotak paling atas: Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam
Contoh bagan sanad dari Syeikh Khanova Maulana (kotak paling bawah) hingga ke Rasulullah shallallahu alaihi wassalam (kotak paling atas).
Kotak paling bawah: Syeikh Khanova Maulana

Nama yang ada di dalam kotak di antara Rasulullah shallallahu alaihi wassalam hingga Syeikh Khanova disebut sanad. Dalam hal ini sanad yang yang shahih yang bersambung. Maka Syeikh Khanova Maulana disebut Mujaz, atau orang yang mendapat Ijazah, atau orang yang dititipkan kepadanya sanad. Jika kita ingin belajar Al Quran yang bersanad, kita dapat belajar kepada beliau.

Kalau kita perhatikan dari bawah ke atas, ada kotak berwarna oranye yang lebar dari ujung kiri ke ujung kanan yang membatasi kotak-kotak yang dibawah dan di atas. Di kotak itu adalah nama Imam Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Al Jazari, atau sering disebut Imam Ibnu Al Jazari.

Imam Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Al Jazari, atau sering disebut Imam Ibnu Al Jazari. Semua sanad Al Quran di zaman ini bermuara kepadanya. Beliau adalah Ulama Asy’ariyah bermazhab Syafi’i.

Ini menunjukkan siapapun yang mempelajari tahsin yang bersanad pasti mengenal Imam Ibnu Al Jazari, karena akan melalui beliau agar sanadnya bersambung sampai Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Qiroah Sab’ah (tujuh) dan Asyrah (sepuluh)

Kalau dilihat ke atasnya kita akan dapati 7 rantai sanad. Inilah yang disebut Qiroah Sab’ah (tujuh). Disebelahnya ada 3 rantai sanad lagi, sehingga semuanya menjadi Qiroah Asyrah (sepuluh). Setiap Qiroah mempunyai 2 riwayat yang berbeda, sehingga keseluruhannya ada 20 riwayat. Riwayat Imam Hafs dengan Qiroah ‘Ashim adalah salah satu dari 20 riwayat itu.
Semua rantai sanad ini kemudian disusun oleh Imam Ibnu Al Jazari dan ditulis dalam Kitab yang lengkap, sehingga Ulama yang datang kemudian semua belajar melalui beliau. Inilah jasa besar dari Imam Ibnu Al Jazari, sehingga orang yang datang kemudian dapat dengan mudah mempelajarinya.

Mengapa Qiroah Imam ‘Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafs menjadi Qiroah yang paling banyak tersebar di dunia?

Seperti kita ketahui mayoritas Umat Islam di dunia saat ini membaca Al Quran dengan Qiroah Imam ‘Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafs. Ada 17 alasan mengapa Qiroah ini dipilih oleh para Ulama Qiroah sebagai Qiroah yang paling banyak diajarkan. Diantaranya adalah karena bacaannya yang paling mudah.

Asal usul adanya Qiroah yang bermacam-macam

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pernah bertanya kepada Malaikat Jibril, bahwa umatnya itu terdiri dari orang yang berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka adalah ummiy (tidak dapat membaca huruf).
Ada anak kecil, orang dewasa, orang tua, ada yang datang dari berbagai desa yang mempunyai berbagai dialek bahasa Arab yang berbeda.
Malaikat Jibril kemudian menjawab, ajarkanlah Al Quran kepada mereka dengan bahasa Arab yang paling mudah bagi masing-masing mereka.
Ketika mereka datang dan belajar kepada Nabi. Kemudian mereka membaca Quran yang telah didengar dengan dialek masing-masing, dan Nabi membenarkan bacaan masing-masing dari mereka.
Al Quran diturunkan dengan tujuh huruf. Tujuh huruf yang dimaksud adalah di antaranya perbedaan Isim (kata benda) dalam Al Qur’an yang walaupun suatu Isim ditulis dengan huruf yang sama, namun cara membacanya dapat berbeda. Ini dapat mempunyai makna yang berbeda. Namun perbedaan itu mustahil berlawanan artinya. Perbedaan itu akan memperluas makna ayat tersebut. Begitulah Al Quran dahulu diturunkan.
Beberapa contoh:

QS Al Baqarah : 184

Qiroat Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafs

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Disini tertulis miskin yang artinya seorang miskin

Qiroat Imam Hamzah riwayat Imam Khalaf

Di sini ditulis dengan masakin yang artinya banyak orang miskin

QS Al Baqarah : 222

Qiroat Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafs

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sehingga mereka bersih dari haid. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Di sini dibaca yath-hurna yang artinya bersih (berhenti) dari haid

Qiroat Imam Hamzah riwayat Imam Khalaf

Di sini dibaca yath-thah-harna yang artinya bersuci dari haid

Dari perbedaan cara membaca menyebabkan perbedaan dalam fikih.

Asal usul Rasm Usmani

Di zaman Khalifah Usman bin, Islam telah menyebar luas ke negeri-negeri bukan bangsa Arab. Sementara ilmu Al Qur’an tersebar dengan berbagai Qiro’ah. Masyarakat muslim di suatu daerah tidak menerima semua ilmu tentang Qiroah, mereka hanya menerima satu atau beberapa Qiroah. Banyak daerah hanya mengenal sebagian Qiroah. Sehingga suatu ketika ada dua pihak dari Armenia dan Azarbaijan yang mengenal Qiroah yang berbeda bertemu. Pasukan dari Syam tidak mau sholat yang Imamnya dari Kufah, begitu pula sebaliknya, sehingga hampir saja terjadi peperangan karena masing-masing merasa benar dengan Qiroah yang telah mereka pelajari.

Kejadian ini dilaporkan kepada Khalifah Usman bin Affan oleh Sayidina Huzaifah ibnu Yaman. Sehingga beliau memutuskan untuk membuat standarisasi Al Quran agar tidak terjadi pertikaian karena perbedaan Qiroah Al Quran yang ada.
Ketika itu baru ada satu Mushaf Al Quran yang ditulis di zaman Khalifah Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian dipegang oleh Sayidina Umar bin Khattab dan kemudian dipegang oleh Siti Hafsah binti Umar bin Khattab yang juga salah satu dari Ummul Mukminin. Maka Sayidina Utsman memintanya. kemudian memerintahkan untuk diadakan panitia penyalinan Al Quran, yang dipimpin oleh Sayidina Zaid bin Tsabit, yaitu Shahabat yang dahulu juga diminta Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar untuk menulis Al Quran dalam satu Mushaf yang lengkap. Sayidina Zaid bin Tsabit dipilih, karena beliau selalu bersama Nabi ketika Al Quran ini dibacakan secara lengkap. Salinan ini diuji ulang disesuaikan dengan bacaan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pada bulan Ramadhan terakhir beliau di hadapan Malaikat Jibril.
Beberapa Shahabat ikut mendengarkan dan memeriksa bacaan dalam proses penyalinan Mushaf Al Quran. Jika ada bacaan dari beberapa Shahabat yang berbeda, maka yang dipilih adalah bacaan dialek bahasa Arab Quraisy. Panitia ini menyalin 6 Mushaf yang nantinya akan disebarkan ke ibu kota propinsi Islam.

Penyebaran Mushaf

Satu Mushaf (Master Mushaf) dipegang oleh Khalifah dan 5 Mushaf ini disebar ke seluruh propinsi Islam bersama Imam yang menjadi guru untuk mengajarkan Al Quran itu. 5 propinsi itu adalah

  • Makkah
  • Madinah
  • Syam
  • Basrah
  • Kufah

Kemudian Khalifah memerintahkan semua Mushaf Al Quran yang berbeda dari Mushaf yang 6 ini, mesti dimusnahkan dengan dibakar atau dicelup air sehingga tulisannya hilang. DI antara Mushaf yang dimusnahkan adalah

  • Mushaf yang tidak lengkap ayatnya
  • Mushaf yang berisi ayat yang sudah di nasikh-mansukh. Ayat ini semestinya sudah dihilangkannya karena sudah diganri dengan ayat lain.
  • Mushaf yang berbeda tulisannya

Fitnah yang menyebabkan terbunuhnya Sayidina ‘Utsman bin ‘Affan

Di kala itu ada sekelompok orang munafik dan golongan khawarij yang melakukan pemberontakan terhadap khalifah. Salah satu fitnah mereka sebarkan adalah bahwa Sayidina Utsman telah membakar Al Quran, tanpa menyebut sebab mengapa dibakar, untuk menimbulkan kesan bahwa Sayidina Utsman tidak memuliakan Al Qur’an. Sehingga para pemberontak itu ingin membunuh beliau.

Sebenarnya dapat saja Khalifah memerintahkan untuk mengusir para pemberontak yang berarti terjadi pertumpahan darah terhadap sesama muslim. Bahkan Sayidina Hasan dan Sayidina Hussein bin Abi Thalib sudah datang menghadap menunggu perintah. Namun Sayidina Utsman menolak untuk menjadi yang pertama menumpahkan dara sesama muslim.
Sebelumnya Sayidina Utsman bin Affan bermimpi bertemu Rasulullahu shallallahu alaihi wassalam. Rasulullah mengatakan bahwa hari itu Sayidina Utsman akan berbuka puasa bersama Rasulullah.
Ketika Sayidina Utsman dibunuh sedang berpuasa dan membaca Al Quran, maka benarlah beliau berbuka puasa pada hari itu bersama Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Asal usul tanda harakat dalam Mushaf Al Qur’an

Di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib, Mushaf Quran sudah seragam. Namun adalah masalah baru yang berkenaan dengan cara membaca Al Quran. Waktu itu Al Quran ditulis tanpa tanda harakat dan titik. Sementara orang muslim sudah banyak yang berasal dari bangsa non Arab, yang lemah ilmu bahasa Arabnya.
Sayidina Ali sudah mengetahui tentang pentingnya memahamkan tata bahasa Arab kepada orang Islam yang bukan bangsa Arab. Beliau memerintahkan Abu Aswad Zalim bin Amar Ad-Du’ali untuk menuliskan harakat di Mushaf Quran agar orang tidak keliru dalam membacanya. Beliau sebenarnya hidup di zaman Nabi, namun tidak sempat bertemu karena tempat tinggalnya jauh dari Madinah, maka beliau termasuk dalam golongan Tabi’in. Awalnya beliau menolak untuk menahbah harokat dalam mushaf Al Quran, sebab beliau berfikir, bagaimana mungkin mencorat-coret Mushaf Al Quran.
Namun suatu kali beliau mendengar ada seorang membaca Al Quran, tetapi keliru membaca awal ayat 3 QS At Taubah yaitu seharusnya:

وَأَذَٰنٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ إِلَى ٱلنَّاسِ يَوْمَ ٱلْحَجِّ ٱلْأَكْبَرِ أَنَّ ٱللَّهَ بَرِىٓءٌ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهُۥ

Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrikin , demikian juga RasulNya (berlepas diri)….

Namun orang itu keliru membaca wa Rasulihi bukan wa Rasuluhu. Yang artinya menjadi sebaliknya, yaitu demikian juga (Allah berlepas diri dari) RasulNya. Karena dengan Mushaf Al Quran yang tanpa titik, ayat itu dapat dibaca dengan 2 cara itu (wa Rasulihi atau wa Rasuluhu). Maka beliau menjadi berubah fikiran, karena bahaya sekali jika ayat itu dibaca seperti ini.
Maka akhirnya beliau menghadap Sayidina Ali dan menyatakan bersedia menambah harakat di dalam Mushaf Al Quran, yang disebut mengi’rob. Beliau memilih tanda titik sebagai harokah, karena titik adalah coretan terkecil namun dapat dilihat, agar Mushaf Al Quran itu dicoret sesedikit mungkin. Titik di atas adalah fathah, titik di bawah adalah kasroh dan titik di depan/samping huruf adalah dhomah. Dua titik untuk tanwin. Titik-titik itupun tidak ditaruh di semua huruf tetapi ditaruh di huruf yang kemungkinan orang salah baca saja. Titik waktu itu belum dipakai untuk tanda pembeda huruf. Contoh : QS Al Baqarah: 200-201

فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ﴿۲۰۰

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿۲۰۲

 ….. di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. (2 : 200)

“Dan di antara mereka ada yang berkata: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat ‎dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (2: 201)‎

Ini menunjukkan bahwa tulisan belum dapat mengantarkan ilmu cara membaca yang benar. Dan tambahan titik i’rob ini belum menjelaskan semua cara membaca Al Qur’an yang benar.

Asal usul Ilmu Qiroat, belajar dengan sanad dan metode talaqi

Masih banyak lagi yang diperlukan untuk dapat mengantarkan ilmu cara membaca Al Quran yang benar, karena bacaan Quran bukan benar harakatnya saja, tetapi mesti benar makhroj nya, benar panjang pendeknya, benar berhenti atau melanjutkan bacaan dan sebagainya. Maka para Ulama menulis Ilmu Qiroat dan Ilmu Tajwid agar Umat Islam dapat lebih mudah belajar membaca Al Quran dengan benar.
Semua itu hanya dapat dilakukan dengan melalui orang yang mengajarkan. Oleh sebab itu adanya sanad yang sahih yang bersambung hingga Rasulullah shallallahu alaihi wassalam adalah suatu perkara yang mau tidak mau mesti dipentingkan dalam belajar Al Quran. Yaitu belajar melalui metoda talaqi, yaitu murid bertemu dengan melihat, mendengar dan menirukan ucapan guru, kemudian guru mendengar dan mengkoreksi ucapan murid sampai murid dapat mengucapkannya dengan benar.

Ulama yang pertama menulis Kitab ilmu Qiroah adalah Imam Abu Ubaid bin Qosim bin Salam. Ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dideskripsikan dengan tulisan dalam Kitab ilmu Qiroah atau Ilmu Tajwid. Namun dalam mengajarkan tetapi diperlukan guru untuk menjelaskan maksud dari tulisan di Kitab itu.

Tahapan belajar ilmu Tajwid bersanad di Indonesian Al Qur’an Center (IAC)

Untuk belajar membaca Al Quran dengan benar, agar bacaan kita sesuai dengan bagaimana Rasulullah dahulu membacanya, tahapan yang mesti dilalui adalah dalam Indonesian Al Qur’an Center (IAC, indonesian alquran center – Pusat Pelopor Pembinaan Al-Quran Bersanad (indonesian-alquran-center.or.id) ) dari bawah ke atas adalah:

  1. Tahsin huruf Al Quran
    1. Belajar mengucapkan huruf yaitu, makharijul huruf (tempat keluar huruf) dan sifat huruf. Ini untuk memastikan bahwa huruf yang diucapkan adalah sesuai bagaimana Rasulullah dahulu mengucapkan dengan melalui riwayat.
    2. Belajar aturan membaca, misal apakah berdengung, panjang pendek nya dan sebagainya
  2. Tashih Al Quran (membaca Al Quran yang shahih)
  3. Tahfiz Al Quran (menghafal)
  4. Qiroah Sab’ah/ Qiroah Tsalatsah
  5. Qiroah Asyrah
Piramida Tahapan belajar Al Quran di IAC

1 Komentar

Ummi Muyassaroh · 2. Januari 2022 pada 10:09

Terimakasih tulisannya, sangat membantu kami memahami kajian die atas. Jazakallahu khairan katsiran.
Tetap semangat membuat cacatan Pak!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian